Sejarah Maritim: Kebijakan Maritim di Hindia-Belanda pada Masa Kolonial

Siti Amanda
Mahasiswa Universitas Jember
Konten dari Pengguna
5 Oktober 2022 7:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Siti Amanda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan tanah yang luas dan merupakan negara kepulauan dengan luas lautan melebihi daratan. Secara geografis, Indonesia terjepit di antara dua benua dan memiliki lautan dan sumber daya alam yang melimpah. Sebagai negara kepulauan seharusnya Indonesia juga disebut negara kepulauan Maritim.
ADVERTISEMENT
Pada awal abad ke-16, perairan Hindia-Belanda mulai dijelajahi oleh kapal-kapal dagang Eropa dari Portugal, Spanyol, Inggris dan Belanda. Kekuatan pelayaran dan perdagangan Eropa ini mendominasi perairan Asia Tenggara termasuk Hindia-Belanda hingga pertengahan abad ke-20 yang ditandai dengan kedatangan koloni Jepang.
Kedatangan para pedagang atau koloni asing tersebut dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan yang tumbuh dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan perdagangan (ekonomi) kemudian kolonialisme dan membentuk kekuasaan nusantara melalui sistem kekuasaan Barat.
Warisan besar VOC di sektor maritim adalah jalur perdagangan yang mencakup titik-titik pelabuhan sebagai jaringnya. Kota pelabuhan merupakan basis pengembangan kota pesisir yang meluas hingga ke pedalaman. Dapat dikatakan kota besar yang ada sekarang merupakan pengembangan dari kota pantai seperti contohnya Jakarta, Surabaya, Makassar dan lainnya. Selain itu, keberhasilan suatu tempat sebagai kota pantai tergantung pada kemampuan pelabuhan untuk menarik aktivitas pelayaran baik dengan mengirimkan kargo dari pedalaman maupun dengan adanya peraturan untuk menarik kapal ke pelabuhan.
ADVERTISEMENT
VOC dengan sistem perdagangan Asia Tenggara telah menciptakan sistem transportasi laut yang strategis. Sistem ini penuh dengan instrumen politik yang berarti membuat kesepakatan dengan berbagai pemerintah daerah untuk peluang perdagangan. Metode teknologi yang paling penting adalah kebijakan merancang kapal yang dirancang khusus untuk memungkinkan VOC beroperasi sepanjang tahun tanpa terbatasi musim.
sumber: Dokumentasi Pribadi
Pelabuhan Batavia merupakan titik inti dari jaringan perdagangan maritim bagian barat kepulauan Nusantara, sementara bagian timur diwakili oleh pelabuhan besar Makassar dan Surabaya. Ketika pemerintah kolonial yang juga berbasis di Batavia mengalihkan fokus maritimnya ke pertanian geografi nusantara mulai terbelah dua yaitu Jawa dan Madura di satu bagian dan Outer Islands yang mencakup pulau-pulau luar pada bagian lainnya.
ADVERTISEMENT
Pembagian ini menyebabkan ditinggalkannya pulau-pulau terpencil sehingga menyebabkan munculnya jaringan perdagangan baru dari pulau terpencil-Singapura-Eropa yang tidak melalui Batavia. Singapura adalah pelabuhan baru yang dibuat oleh Thomas Stanford Raffles yang menguasai koloni Inggris di Semenanjung Malaya. Berdirinya pelabuhan diawali dengan persaingan antara Inggris dan Belanda di Asia Tenggara. Berbeda dengan Belanda, Inggris pertama kali menerapkan liberalisasi untuk mewujudkan perdagangan bebas yang berimbas pada pesatnya perkembangan departemen perkapalan.
Persaingan yang dimenangkan Inggris ini membuat Belanda bersedia meliberalisasi sistem maritim di Hindia Belanda. Namun, pada akhirnya kebijakan Belanda ini disebut sebagai “liberalisasi setengah hati” sebab free trade ala Belanda tidak sepenuhnya bebas. Belanda hanya membebaskan pelabuhan Batavia sebagai pelabuhan internasional. Selain itu, Belanda masih menarik tarif bea cukai berbeda berdasarkan pelabuhan dan jenis shipping (asing dan lokal).
ADVERTISEMENT
Bagi Batavia, keberadaan Singapura yang memiliki sistem free trade dan free port berarti intrusi terhadap stabilitas ekonomi dan politik di Hindia Belanda. Hal ini dipertajam dengan berbeloknya junk-junk Cina dari Batavia ke Singapura.
Ketika situasi maritim menjadi semakin tidak stabil, pemerintah kolonial mengambil kebijakan yang lebih santai pada tahun 1865. Ini berarti tarif tarif seragam untuk semua pelabuhan (walaupun tarif tarif masih bervariasi menurut jenis kapal) junk Cina diperbolehkan menjangkarkan kapalnya di pelabuhan Semarang dan Surabaya tanpa harus meminta ijin dari pusat. Kebijakan-kebijakan di atas juga menyertai internasionalisasi pelabuhan-pelabuhan di pulau-pulau terluar untuk memungkinkan masuknya kapal-kapal asing, tetapi tetap di bawah kendali Batavia.
Daftar Pustaka:
Akmal, H. (2020). Lintasan Sejarah Maritim Kalimantan Selatan: Awal Mula Dan Perkembangannya Sampai Masa Kerajaan. Universitas Lambung Mangkurat.
ADVERTISEMENT
Mulya, L. (2014). Kebijakan Maritim di Hindia Belanda: Langkah Komersil Pemerintah Kolonial. Mozaik, 7(1), 1-18.
Kadar, A. (2015). Pengelolaan kemaritiman menuju Indonesia sebagai poros maritim dunia. Jurnal Keamanan Nasional, 1(3), 427-442.