Konten dari Pengguna

Ketahanan Pangan, Ketahanan Masa Depan

Suhito
Direktur Eksekutif Rumah Sosial Kutub, Pelopor Gerakan Sedekah Minyak Jelantah, dan Pembina Relawan Indonesia Tersenyum (RIT)
21 Maret 2022 16:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Suhito tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ketahanan Pangan, Ketahanan Masa Depan. Foto: Dok. Rumah Sosial Kutub
zoom-in-whitePerbesar
Ketahanan Pangan, Ketahanan Masa Depan. Foto: Dok. Rumah Sosial Kutub
ADVERTISEMENT
Ketahanan pangan mempunyai korelasi yang erat dengan ketahanan masa depan sebuah bangsa. Semaju atau sekuat apapun negara itu, pangan tetap menjadi bagian prioritas untuk disediakan.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, disiapkan juga ketersediaannya secara berkelanjutan. Tujuannya sederhana, keberlangsungan hidup.
Meskipun dunia tengah melaju dengan perkembangan informasi dan teknologi, namun pangan tetap mempunyai ciri khas dan substansi tersendiri.
Pangan mungkin bisa diolah dengan bantuan teknologi terkini, sehingga nilai gizinya tidak berubah dalam waktu yang lama. Pangan juga sangat mungkin dipesan dengan fasilitas antar-jemput tanpa batas geografis, sehingga cukup di rumah semuanya bisa tersajikan.
Namun, pangan tetap punya substansi. Pangan yang kita konsumsi haruslah memiliki bentuk dan menempati ruang. Tidak bisa dinikmati secara abstrak Untuk itu, pasokannya harus selalu dipenuhi karena tidak bisa disubstitusikan dengan konsep-konsep virtual.
Di Indonesia sendiri, ketersediaan pangan ini lebih diidentikan dengan ketersediaan Sembako, Sembilan Bahan Pokok. Ada beras, gula pasir, minyak goreng, daging, dan lainnya.
ADVERTISEMENT
Oleh karenanya, kelangkaan ketersediaan satu dari Sembako ini bisa berimbas ke banyak hal. Mulai dari harganya yang menggila naik, sampai berpengaruh pada harga komoditas lainnya.
Itu baru satu, apalagi jika dua, tiga, atau semua komoditas Sembako itu menjadi langka. Pastilah akses untuk mendapatkannya semakin terbatas.
Sekali lagi, selain dibatasi oleh ketersediaannya, juga dibatasi oleh harganya yang melangit. Harga yang tidak terjangkau oleh masyarakat yang berpendapatan rendah.
Lebih dalam lagi, jika untuk ketersediaannya saja negara belum optimal menyediakannya, bagaimana kita ingin bicara kualitas dan keamanan pangan tersebut?
Jika ditelisik, dampak dari kelangkaan pangan secara tidak langsung bisa menghadirkan masyarakat yang 'kreatif' dengan hasil karya berupa produk-produk oplosan.
Global Food Security Index telah menempatkan Indonesia berada pada posisi posisi 69 dari 113 negara. Tentunya posisi ini menjadi PR besar bagi kita bersama untuk lepas dari berbagai jeratan yang menyebabkan seperti pepatah 'ayam mati di lumbung padi.'
ADVERTISEMENT
Oleh karenanya, negara harus hadir dengan kokoh untuk memperkuat ketahanan pangan bangsa. Kehadiran Badan Pangan Nasional melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2021 haruslah dioptimalkan.
Disamping menjalankan fungsi-fungsinya seperti yang termaktub dalam peraturan tersebut, lembaga yang diamanahkan melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pangan ini hendaknya memprioritaskan pada beberapa hal yang mendesak seperti stabilisasi pasokan dan harga pangan, pengendalian kerawanan pangan, serta pemenuhan persyaratan gizi pangan.
Meski boleh dikatakan sangat terlambat, tapi kita sangat berharap hadirnya fenomena minyak goreng 'langka' atau kelangkaan sembako menjelang Ramadhan yang terus berulang, tidak akan terus terulang lagi. Terlebih jika kelangkaan ini terjadi pada bangsa yang dikenal sebagai 'Negeri Tanah Syurga.' Hampir semua kita ada, hampir semua kita hasilkan.
ADVERTISEMENT
Andai, ketahanan pangan kita masih lemah. Masih banyaknya celah untuk dilemah-lemahkan. Tentu kita tidak bisa bermimpi lebih jauh dalam menciptakan ketahanan-ketahanan yang lainnya. Termasuk ketahanan masa depan bangsa ini.
*Suhito, Direktur Eksekutif Rumah Sosial Kutub & Pelopor Gerakan Sedekah Minyak Jelantah