Garuda Indonesia vs Influencer: Apakah Sepadan?

Swastika Nohara
Penulis skenario film dan blogger. Karyanya antara lain Tiga Srikandi, Cahaya Dari Timur: Beta Maluku, Keong Emas, Berburu Harta Karun dan Papua Berkisah.
Konten dari Pengguna
18 Juli 2019 8:54 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Swastika Nohara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pesawat yang sedang mengudara Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pesawat yang sedang mengudara Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Maskapai ternama Garuda Indonesia tengah ramai dibicarakan netizen karena pernyataannya yang mengeluarkan larangan mengambil foto dan video di dalam kabin pesawat. Namun, beberapa jam kemudian larangan tersebut direvisi menjadi imbauan untuk tidak berfoto di kabin. Lalu keesokan harinya, keluar lagi berita bahwa Garuda memperbolehkan penumpang mengambil foto dan video di kabin.
ADVERTISEMENT
Wow, cepat sekali peraturannya berubah. Kesan pertama yang timbul dari rangkaian tindakan ini adalah, betapa reaktifnya manajemen perusahaan dalam menyikapi sebuah kasus.
Bergulir kabar bahwa awalnya larangan ini muncul sebagai respons atas unggahan seorang influencer bernama Rius Vernandes, yang membuat video berisi kritik atas menu di kelas bisnis Garuda Indonesia, yang berupa tulisan tangan di atas secarik kertas. Padahal lazimnya menu makanan dicetak di atas kertas tebal yang tentunya lebih berkelas.
Persoalan ini kemudian diangkat Rius di Instagram stories-nya. Dengan lebih dari 100 ribu followers di Instagram, tak heran isu ini menjadi viral. Pihak Garuda Indonesia pun sudah menanggapi dengan menyatakan bahwa tulisan tangan tersebut adalah catatan awak kabin dan tidak seharusnya sampai ke tangan penumpang. Hmm...
Menu tulisan tangan di kabin kelas bisnis Garuda Indonesia yang sedang viral.
Video Rius juga mengungkap kekecewaan dua orang penumpang lain karena persediaan wine Garuda Indonesia habis. Pada bagian ini, memang nuansa protesnya terasa lebih keras dibanding soal menu dengan tulisan tangan. Terpampang nyata kekecewaan penumpang lain yang diwawancarai Rius.
ADVERTISEMENT
Memang sudah lazim penumpang di kelas bisnis mendapatkan pilihan minuman yang beragam termasuk wine, campagne dan liquor lainnya. Jujur saja, ini pertama kalinya saya mendengar kasus wine habis. Beberapa kali menjadi penumpang kelas bisnis di Garuda Indonesia, Singapore Airlines, dan Emirates Airlines, saya belum pernah mendengar keluhan penumpang bahwa persediaan wine habis. Saya perhatikan red wine maupun white wine mengalir lancar di gelas para penumpang, seolah bottomless.
Lalu, bila benar larangan memfoto di dalam kabin pesawat itu adalah reaksi Garuda Indonesia atas viralnya video seorang influencer, pertanyaan berikutnya adalah, "Apakah reaksi tersebut sepadan?"
Menurut saya pribadi, untuk mengeluarkan sebuah larangan yang akan diberlakukan pada orang banyak, perlu pertimbangan matang. Dalam konteks pesawat komersil, pertimbangan paling utama adalah soal keselamatan. Apabila sebuah perbuatan dianggap membahayakan keselamatan, maka harus dilarang dengan tegas. Misalnya saat pesawat lepas landas dan mendarat ada larangan mengaktifkan ponsel dan larangan melepas sabuk keselamatan.
ADVERTISEMENT
Dalam berbagai penerbangan, saya sering mendapati penumpang lain berfoto, selfie, atau merekam video saat baru masuk pesawat atau sudah di udara. Saya pun kadang melakukannya. Biasanya saat pergi bersama teman-teman. Selama dilakukan dengan sopan, tidak berisik, maka kegiatan tersebut sama sekali tidak mengganggu siapa pun.
Ini kabin pesawat favorit saya, Emirates Airlines, karena nyaman dan tempat duduknya bisa dibuat datar plus dikasih alas matras yang empuk. Pengaturan lacinya juga memudahkan saya menyimpan headset , masker wajah dan perlengkapan lain. Di belakang deretan tempat duduk ini ada bar yang desainnya futuristik banget!
Belum reda soal pelarangan mengambil foto di kabin, muncul kabar Rius diadukan ke pihak kepolisian karena dianggap melakukan pencemaran nama baik. Bola salju pun bergulir semakin besar. Beberapa media internasional juga mengangkat kasus ini. Pencemaran nama baik adalah hal serius, namun dalam banyak kasus, menjadi multi tafsir karena batasan 'tercemar' tidaklah selalu hitam putih.
Sebagai seorang blogger (yang sayangnya selalu kepayahan dalam mengedit video sehingga belum bisa menjadi vlogger), saya jadi mengajukan pertanyaan untuk diri sendiri, seperti apa sih cara yang elok untuk menyampaikan kritik atau ketidakpuasan?
ADVERTISEMENT
Selama ini saya memegang prinsip rumah makan padang. 'Kalau anda puas, beri tahu teman. Kalau tidak puas, beri tahu kami,' begitu bunyinya. Jadi saya usahakan menyampaikan kritik langsung ke perusahaan tersebut melalui website atau e-mail. Kalau tidak ditanggapi, barulah mempertimbangkan untuk menyampaikannya secara terbuka di media sosial.
Zaman sekarang sudah lazim traveler mengunggah pengalaman mereka di media sosial. Saya pun kadang melakukannya, seperti Instagram stories yang saya buat ini. By the way, menu sajian airlines ini dicetak dengan cantik ya?
Satu hal yang menarik untuk dicermati dari kasus ini adalah medium penyampaiannya. Bila menyampaikan kritik melalui website, paling kita menulis e-mail dan menjelaskan kejadiannya. Mungkin disertai foto sebagai bukti. Namun kritik yang disampaikan melalui video, memampangkan secara gamblang ekspresi, intonasi suara, dan nuansa emosi pembuatnya. Sehingga kalau ada (sekali lagi, kalau ada) nuansa meledek akan lebih terasa dibandingkan dengan kritik yang disampaikan melalui tulisan.
ADVERTISEMENT
Menurut anda, bagaimana nuansa emosi yang tersaji dalam video ini?
Saat tulisan ini dibuat, kasus tersebut masih bergulir. Kita semua menantikan, bagaimana kelanjutannya. Akankah berujung pada sebuah permintaan maaf terbuka di media? Ataukah akan ada plot twist, di mana keduanya bersalaman lalu sang influencer didapuk menjadi brand ambassador Garuda Indonesia? Yang jelas, kejadian ini membuat saya sebagai content creator lebih mawas diri dalam membuat konten di internet yang luasnya tak bertepi, dan dalamnya tak bisa diselami. ***
Tentang penulis: Swastika Nohara adalah penulis skenario film dan blogger di LifetimeJourney.me yang senang jalan-jalan.