Teacherpreneur, Jalan Kemerdekaan Guru Honorer

Syafbrani ZA
X Cekgu II Suami penuh waktu dan penulis paruh waktu II Menulis buku, diantaranya: UN, The End... dan Suara Guru Suara Tuhan II Ketua Umum PTIC DKI 2021/2026 II Bergiat di Univ. Trilogi - Center for Teacher Mind Transformation (CTMT) FKIP Univ. Riau
Konten dari Pengguna
24 Agustus 2021 17:41 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syafbrani ZA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kemerdekaan dan Keceriaan Guru bersama Siswanya. Foto: Dok. Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Kemerdekaan dan Keceriaan Guru bersama Siswanya. Foto: Dok. Pribadi
ADVERTISEMENT
Jika ditelisik secara historis, tahun 2005 adalah momentum di mana para guru honorer pertama kali mendapatkan kado harapan kesejahteraan. Tidak tanggung-tanggung, dua kebijakan fundamental hadir sekaligus.
ADVERTISEMENT
Pertama, Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Peraturan yang disahkan pada tanggal 11 November 2005 ini memberikan ‘jalan tol’ bagi guru yang memenuhi syarat untuk menjadi CPNS. Kedua, disahkannya Undang – Undang Guru dan Dosen pada tanggal 30 Desember 2005. Undang-undang yang terdiri dari 8 Bab dan 84 pasal ini telah diamini untuk diterjemahkan bahwa guru akan bergaji dobel.
Maka setelah kado harapan kesejahteraan ini diberikan, profesi guru semakin banyak diminati. Bukan hanya semakin meningkatnya tren calon mahasiswa yang memilih jurusan keguruan. Namun, para alumni dengan gelar non sarjana pendidikan pun semakin banyak yang kesengsem untuk menjadi guru. Kesengsem ini pun kemudian diperkuat oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2013. MK memutuskan bahwa profesi guru bukan monopoli sarjana pendidikan.
ADVERTISEMENT
Sah. Semakin ramailah yang alih cita-cita untuk menjadi guru. Walaupun hanya berstatus guru honorer sekalipun. Bukankah nanti berpeluang untuk diangkat menjadi CPNS? Bukankah nanti berkesempatan untuk mengikuti proses sertifikasi guru?
Sebenarnya ketika membahas permasalahan guru honorer. Itu persis seperti kita bergosip tentang tenaga honorer di instansi lainnya. Selalu ada oknum yang membuat ulah. Ada yang bekerja karena kompetensi, namun tidak sedikit yang memanfaatkan koneksi. Ada yang disiplin dan tercatat kehadirannya, namun ada juga yang hanya menumpang nama.
Akhirnya semakin rumit kisah untuk memerdekakan guru honorer dalam konteks kesejahteraan itu. Justru yang ada semakin bertebaran kisah sedihnya. Selain tidak terlalu berdampak dua kado tadi ke guru honorer. Pemerintah sebenarnya belum bisa totalitas merealisasikan konsekuensi dari legalitas itu.
ADVERTISEMENT
Jangankan untuk mengangkat tenaga honorer menjadi CPNS. Program sertifikasi guru pun belum menyentuh semua pendidik. Bagi yang sudah lulus sertifikasi juga tidak otomatis bisa menikmati tunjangannya. Ada syarat tambahan yang harus dipenuhi. Ketika syarat terpenuhi pun ada potensi untuk berhadapan dengan fakta telat bayar.
Walaupun kebijakan yang memberikan jalan bagi guru honorer untuk langsung diangkat menjadi CPNS terus diupayakan. Terakhir adalah melalui Peraturan Pemerintah No. 56 tahun 2012 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer. Tetapi tetap saja belum menyentuh seluruh guru honorer. Per hari ini, data yang disajikan Kemendikbud menyebutkan jumlahnya hampir 25% dari total guru di Indonesia. Tepatnya masih tersisa 704.503 yang berstatus guru honor sekolah.
Data tersebut belum ditambah dengan guru non PNS yang berstatus selain guru yayasan. Seperti misalnya Guru Tidak Tetap tingkat kabupaten/kota atau provinsi, Guru Bantu Pusat, dan lain-lain yang berjumlah hampir 300.000. Jika diakumulasikan angka ini persis dengan gebrakan Kemendikbud yang ingin merekrut 1 juta guru berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN).
ADVERTISEMENT
Sirna Harapan Menjadi Guru PNS
Namun sayangnya status ASN tersebut bukan pada kategori CPNS, melainkan PPPK alias Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja. Undang-Undang ASN yang hadir tahun 2014 sekilas memang memberikan dampak positif berupa prestige tersendiri bagi guru yang tidak berkesempatan menjadi CPNS. Mereka masih bisa mengikuti perekrutan ASN melalui jalur PPPK.
Namun, disisi lain kehadiran UU ASN ini menjadi penutup harapan guru honorer untuk bisa diangkat langsung menjadi CPNS. Tidak cukup sampai di sini, kemungkinan lain adalah akan semakin kecil dibukanya seleksi CPNS untuk formasi guru. Persis sebagaimana yang terjadi pada perekrutan ASN tahun 2021 ini. Seluruh guru hanya bisa mengikuti seleksi melalui jalur PPPK. Padahal seleksi CPNS untuk formasi non guru tetap dibuka.
ADVERTISEMENT
Peniadaan seleksi CPNS untuk formasi guru dan kemudian dibarter dengan seleksi PPPK bisa dipandang sebagai jalan tengah yang ditempuh pemerintah. Paling tidak bisa sedikit meredakan kekecewaan guru honorer yang bertahun lamanya menunggu untuk diangkat menjadi CPNS.
Apakah dengan status PPPK guru merasa lebih sejahtera? Jawabannya tentu bersyarat. Bersyarat karena mereka dibatasi oleh status kontraknya. Jauh berbeda dengan guru yang berlabel PNS.
Konon dibukanya rekrutmen PPPK 1 juta guru pada tahun ini juga menyisakan tanda tanya bagi setiap daerah. Bayarnya bagaimana? Makanya kemudian formasi yang diusulkan seluruh daerah masih jauh dari target Kemendikbud. Walau kemudian, pemerintah melalui Kementerian Keuangan pada akhir Maret lalu memberikan ‘jaminan’ tertulis dengan bersurat kepada seluruh Gubernur/Bupati/Wali kota se-Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dari jejak-jejak perjalanan historis upaya pemerintah untuk mensejahterakan guru honorer ini dapat diambil satu kesimpulan bahwa mau saja tidak cukup. Pemerintah mau tapi sebenarnya belum mampu untuk merealisasikan pengangkatan guru honorer menjadi guru CPNS. Meskipun desakan terus berdatangan, termasuk dari mitra kerjanya sendiri yaitu para anggota legislatif.
Peluang itu semakin tidak mungkin ketika pemerintah mempunyai pilihan legal untuk merekrut melalui jalur PPPK. Semakin tipis dan bahkan akan sirnalah harapan itu. Kondisinya semakin diperparah dengan fakta ketika kampus terus menerus melahirkan sarjananya tiap tahun. Termasuklah Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK) dengan Sarjana Pendidikannya.
Maka, seandainya kelak dibuka kembali seleksi PPPK untuk formasi guru. Dipastikan persaingannya akan semakin tinggi. Kemudian akhirnya akan tetap menyisakan mereka yang kembali mengabdi dengan status guru honorer. Walau entah di mana sekolahnya.
ADVERTISEMENT
Sebuah Jalan Kemerdekaan
Saling desak agar guru berstatus honorer diangkat menjadi CPNS sepertinya harus diakhiri. Pemerintah harus mulai membuka jalan baru sebagai upaya peningkatan kesejahteraan guru. Salah satu jalan tersebut adalah dengan membuat kebijakan yang dilakukan secara integratif agar setiap guru bisa bertransformasi menjadi seorang teacherpreneur.
Guru adalah pasar yang besar dan potensial. Jika potensi ini dioptimalkan bukan sebuah kemustahilan pendapatan guru akan melampaui gaji pokok dan tunjangan lainnya.
Teacherpreneur. Adalah jalan juang bagi guru untuk tidak hanya mensejahterakan dirinya. Lebih dari itu, adalah sebuah jalan untuk memupuk jiwa entrepreneur sejak dini kepada setiap peserta didiknya. Hingga setiap siswa bisa aplikatif menginternalisasikan setiap ide bisnis yang diimajinasikannya.
Teacherpreneur. Adalah guru era baru yang harus terus menerus dihadirkan. Apa pun status kepegawaiannya, kelak para guru secara kolaboratif akan mampu mensejahterakan masyarakat di sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Teacherpreneur. Adalah guru yang tidak hanya sebatas mengembangkan empat kompetensi yang disyaratkan undang-undang. Lebih dari itu, kelak para guru juga memiliki kompetensi finansial yang mumpuni.
Teacherpreneur. Adalah jalan kemerdekaan bagi guru honorer. Kemerdekaan yang nantinya diraih tidak hanya lagi berkonotasi dengan kesejahteraan. Lebih dari itu, kelak para guru akan lebih merdeka bersuara. Mengapa? Karena tidak ada lagi rasa khawatir meski ditakut-takuti dengan berbagai sanksi.
Terakhir. Pertanyaannya adalah apakah pemerintah sanggup berikhtiar agar setiap guru bertransformasi menjadi teacherpreneur? Mengingat sudah terlalu lama dicengkeram birokrasi yang penuh kepentingan. Mengingat sudah terlalu lama dibiasakan menanti kehadiran awal bulan.
*Syafbrani, Ketua Wilayah Perkumpulan Teacherpreneur Indonesia Cerdas (PTIC) DKI Jakarta 2021-2026 dan bergiat pada Center for Teacher Mind Transformation (CTMT) FKIP Universitas Riau
ADVERTISEMENT