Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.8
28 Ramadhan 1446 HJumat, 28 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Digitalisasi UMKM: Berhenti Berpikir Keras, Mulai Linking Smart
25 Maret 2025 11:16 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Taufiq A Gani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Digitalisasi menjadi kunci penting dalam transformasi UMKM dan industri kecil di Indonesia. Dalam artikel saya sebelumnya di Kumparan, "Cerdas Tanpa Berpikir" (23/02/2025), saya mengemukakan satu gagasan penting: berpikir bisa diotomatisasi. Kini, gagasan tersebut saya turunkan ke konteks yang lebih spesifik dan strategis: digitalisasi UMKM. Saya menyebut bentuk kecerdasan baru ini sebagai linking smart—kemampuan untuk tidak sekadar berpikir keras, tetapi menghubungkan sumber daya, alat, dan peluang secara cerdas.

Selama ini, kecerdasan identik dengan berpikir kompleks. Namun, hari ini, banyak proses berpikir telah dikemas dalam sistem dan aplikasi. UMKM tidak perlu lagi merancang strategi dari nol. Mereka cukup menggunakan aplikasi kasir digital, Canva, alat penulisan berbasis AI, atau dashboard marketplace. Yang dibutuhkan bukan lagi berpikir keras, melainkan menghubungkan alat dengan tujuan usaha. Inilah esensi linking smart.
ADVERTISEMENT
Fondasi Teori Linking Smart
Pendekatan linking smart berpijak pada tiga teori utama yang berasal dari tokoh-tokoh terkemuka di bidang kognisi, desain, dan kecerdasan buatan. Edwin Hutchins, seorang ahli kognisi dari University of California, memperkenalkan konsep distributed cognition (1995), yaitu bahwa kecerdasan tidak hanya berada di dalam otak individu, tetapi tersebar melalui kerja sama antara manusia, alat, dan lingkungan. Don Norman, direktur The Design Lab di University of California, memperkenalkan konsep affordance (1988), yakni bahwa teknologi yang dirancang dengan baik akan secara intuitif menunjukkan cara menggunakannya—penting untuk memudahkan UMKM mengadopsi alat digital tanpa pelatihan rumit. Sementara itu, Thomas Davenport, profesor di Harvard University, bersama Julia Kirby, mengembangkan konsep augmented intelligence (2016) yang melihat AI bukan sebagai pengganti manusia, melainkan sebagai pendukung dalam pengambilan keputusan.
ADVERTISEMENT
Ketiga teori diatas mengarah pada satu kesimpulan: linking smart memungkinkan pelaku UMKM memanfaatkan teknologi secara efektif tanpa perlu berpikir keras sendirian, melainkan cukup tahu cara menyambungkan sistem yang sudah tersedia agar bekerja secara cerdas dan terintegrasi.
Tren Global Mendukung Transformasi
Laporan Gartner (2025) menunjukkan bahwa teknologi seperti Agentic AI, Spatial Computing, dan Ambient Intelligence mengarah pada bentuk kecerdasan digital baru yang menuntut kemampuan menghubungkan alat dan sistem—bukan menguasai semuanya secara teknis. Teknologi ini memungkinkan UMKM mengotomatisasi keputusan, memanfaatkan AR/VR, dan menjalankan sistem yang bekerja di latar belakang tanpa harus menjadi ahli.
Sejalan dengan itu, McKinsey (2025) menekankan pentingnya rewiring the organization untuk mengintegrasikan AI secara efektif. Pendekatan linking smart menghadirkan bentuk rewiring yang relevan bagi UMKM: bukan dengan menggantikan peran manusia, melainkan menyusun ulang hubungan antara pelaku usaha dan alat digital agar tercipta sistem kerja yang saling terhubung, otomatis, dan lebih cerdas—tanpa membebani mereka dengan kerumitan teknologi.
ADVERTISEMENT
Kebijakan dan Realita Nasional
Di Indonesia, regulasi juga telah mengarah ke sana. UU Cipta Kerja dan Program UMKM Level Up mendorong digitalisasi melalui penyederhanaan perizinan dan penggunaan e-commerce.
Wakil Menteri Kominfo, Nezar Patria, dalam Workshop UMKM Level Up di Banda Aceh (05/08/2024), menyampaikan bahwa sebanyak 27 juta UMKM telah mengadopsi teknologi digital, dan pemerintah menargetkan peningkatan jumlah tersebut menjadi 30 juta UMKM pada akhir 2024.
Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi menegaskan, “Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh UMKM di Indonesia salah satunya ialah tidak meratanya adopsi teknologi digital, ada digital gap (kesenjangan digital). Oleh karena itu tugas Kominfo melalui program ini untuk mengatasi hal tersebut,” terang Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, saat Peluncuran Program Adopsi Teknologi Digital dan Akselarasi Bisnis UMKM 2024, di Jakarta, Kamis (01/08/2024).
ADVERTISEMENT
Namun, data menunjukkan bahwa baru sekitar 12% UMKM yang benar-benar memanfaatkan teknologi secara efektif. Sebagian besar UMKM masih terbatas pada penggunaan media sosial atau marketplace, tanpa integrasi penuh. Tantangan utamanya bukan pada ketersediaan alat, tetapi pada ketidakterhubungan antar sistem, rendahnya literasi digital, dan kurangnya pemahaman atas otomatisasi.
Linking Smart: Solusi yang Membumi
Di sinilah linking smart menjadi pendekatan yang membumi—bantu UMKM menghubungkan alat yang mereka sudah kenal ke dalam satu ekosistem digital yang efisien.
Pendekatan linking smart mengubah transformasi digital dari beban menjadi peluang. Ia tidak mengharuskan pelaku UMKM menjadi pakar teknologi. Cukup tahu cara menyambungkan, bukan menciptakan. Sebagaimana diungkapkan Steve Jobs: "Creativity is just connecting things."
Dalam banyak pelatihan, pendekatan yang masih terlalu akademik dan berat membuat digitalisasi terasa jauh. Padahal, pelaku UMKM hanya butuh alat bantu yang sederhana, video panduan, dan sistem yang intuitif. Negara harus bergeser dari peran edukatif ke fasilitatif—menciptakan ekosistem yang membuat UMKM tinggal klik dan jalan.
ADVERTISEMENT
Penutup: Saatnya Linking Smart
Linking smart adalah strategi yang relevan untuk menjawab tantangan ini. Dengan pendekatan ini, UMKM bisa tumbuh tanpa dibebani jargon digital. Mereka cukup tahu apa yang harus dihubungkan, kapan harus bertindak, dan siapa yang bisa diajak kolaborasi.
Kini saatnya kita meninggalkan paradigma ‘thinking hard’ dan mulai membangun ekosistem yang memungkinkan ‘linking smart’. Ini bukan hanya konsep, tetapi strategi konkret untuk menciptakan UMKM yang adaptif, efisien, dan siap bersaing di era digital.