Konten dari Pengguna

Tragedi di Kanjuruhan, Peringatan Keras untuk Security System Kita

Yasmin Nur
Asisten Staf Khusus Presiden, Mahasiswa Master Perang Asimetris Universitas Pertahanan
5 Oktober 2022 5:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yasmin Nur tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Yasmin Nur, Asisten Staf Khusus Presiden, Mahasiswa Master Perang Asimetris Universitas Pertahanan
zoom-in-whitePerbesar
Yasmin Nur, Asisten Staf Khusus Presiden, Mahasiswa Master Perang Asimetris Universitas Pertahanan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Selama ini, Defense and Security lebih banyak menjadi isu elitis di menara gading. Dibahas oleh para pengamat, dan dijadikan jurnal oleh para dosen. Namun, setelah peristiwa Kanjuruhan Malang meletus yang menyebabkan bukan hanya satu, dua, sepuluh, dua puluh, namun ratusan jiwa melayang, alarm tentang pentingnya evaluasi terhadap Security System kita berdering dengan amat keras. Sorot mata dunia tertuju kepada Indonesia, mulai dari Presiden FIFA, hingga para artis dan politisi dari mancanegara. Semua sepakat, ini bukan kecelakaan, bukan pula kelalaian. Ini tragedi kemanusiaan!
ADVERTISEMENT
Semua sedang mencari kambing hitam, tentang siapa yang seharusnya dan sepenuhnya bertanggung jawab. Semua lemes. Dari Ketua PSSI, Kapolri, Menkopolhukam, Menpora, Kapolda Jatim, Kapolres Malang, Panitia Pelaksana, hingga Panglima TNI semua tegang. Sementara di ruang publik, netizen mengecam dengan berbagai tanda pagar (tagar) atau hashtag dari #kanjuruhan hingga #nyawa. Tak terbayang pula bagaimana suasana kebatinan yang menyelimuti keluarga para korban, baik dari sisi supporter maupun aparat. Semua argumen runtuh, ratusan nyawa sudah tak terselamatkan.
Padahal, materi dasar dalam ilmu keamanan adalah Early Warning dan Early Detection. Peringatan dan deteksi dini. Namun bagaimanapun juga, hal tersebut sudah dilakukan oleh pihak kepolisian, tetapi dalam pelaksanaannya tak sepenuhnya diindahkan oleh pihak penyelenggara. Lalu, ego di lapangan serta mentalitas supporter yang tidak sportif, mengakibatkan bentrok dan kerusuhan. Pertanyaannya, kok bisa sampai merenggut ratusan jiwa? Mari kita telaah.
Aremania. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Alarm Evaluasi Sistem Keamanan
ADVERTISEMENT
Yang paling ramai menjadi perbincangan dari peristiwa Kanjuruhan adalah bagaimana aparat melakukan penanganan kerusuhan dengan mobilisasi gas air mata yang ugal-ugalan, sementara para supporter terkunci di dalam lapangan. Suasana kekacauan tersebut menyebabkan mereka berdesak-desakan, saling injak, saling dorong, hingga sesak nafas akibat semprotan gas air mata. Sepak bola yang semula riang gembira dan heroik, berubah menyeramkan.
Oleh karena itu, menilik kompleksnya penyebab terjadinya tragedi di Kanjuruhan tersebut, maka diperlukan solusi yang holistik, tak bisa hanya satu dua sisi. Aparat harus meningkatkan kewaspadaan dan menyiapkan skema mitigasi pada setiap peristiwa serupa yang akan digelar. Diperlukan simulasi pada setiap peristiwa yang akan berlangsung, agar tergambar pilihan solusi yang akan diambil jika terjadi situasi extra-ordinary serupa.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, koordinasi dan edukasi yang berkelanjutan juga penting. Sebab pertumbuhan supporter bola itu seperti pohon, patah tumbuh hilang berganti, sebelum patah sudah tumbuh sebelum hilang sudah berganti. Artinya, dalam sepakbola pun akan selalu bergulir regenerasi supporter. Maka ikhtiar untuk memberikan edukasi berkelanjutan sangat penting.
Maka, kerja-kerja kebangsaan untuk menciptakan Security System yang terpadu adalah kerja-kerja yang bukan hanya soal penguatan pasukan, namun juga bagaimana membuat suatu narasi dan memantik kesadaran akan pentingnya menciptakan ruang yang aman di dunia persepakbolaan kita. Narasi yang barangkali selama ini gaungnya nyaring, namun tak cukup "influential" dibanding penanaman narasi kebencian serta fanatisme buta yang terpatri dari generasi ke generasi. Bahwa Persib itu rivalnya Persija, Persebaya musuh Arema, PSIM versus PSS, dan lain-lain. Sebab di Indonesia, keberpihakan pada klub sepak bola bukan hanya sekedar soal urusan dukung-mendukung, tapi sudah menjadi identitas.
ADVERTISEMENT
Alhasil, kita tentu berharap jangan sampai ada lagi kejadian serupa. Ini tragedi kemanusiaan, dan tak ada sepak bola yang seharga nyawa manusia. Maka dari itu kita perlu merumuskan bagaimana menciptakan "permanent solution" atas semua sengkarut dalam dunia persepakbolaan nasional kita. Bukan hanya solusi temporer yang sifatnya reaksioner. Sebagaimana pesan dari Presiden Jokowi: "Investigasi tuntas, jangan sampai ada tragedi kemanusiaan lagi di masa akan datang!"
Sekian.