Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Mengemukakan pendapat melalui media sosial merupakan hak setiap individu. Namun, akhir-akhir ini, pendapat yang disampaikan lewat medsos malah berujung menjadi ancaman.
ADVERTISEMENT
Untuk membantu para target persekusi, Koalisi Anti-Persekusi membuka Crisis Center. Masyarakat yang merasa mendapatkan tindakan persekusi, ancaman, serangan atau teror dapat menghubungi Hotline Koalisi Anti-Persekusi melalui telepon atau SMS ke 0812.8693.8292 serta email: [email protected].
[Baca juga: SAFEnet Ungkap 4 Tahapan Aksi Persekusi]
Asfinawati, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang menjadi anggota koalisi itu, mengatakan persekusi sebetulnya lahir dalam konteks kejahatan kemanusiaan. Ada dua syarat dalam aksi persekusi, yaitu sistematis dan meluas.
"Dengan sangat jelas memang yang ditujukan ini adalah sebuah perburuan dengan rencana," kata Asri saat jumpa pers Koalisi Anti-Persekusi di kantor YLBHI, Jalan Pangeran Diponegoro, Jakarta, Kamis (1/6).
Sedangkan untuk meluas, ia melihat aksi persekusi ini terjadi di sejumlah daerah dengan waktu yang berdekatan. Dari data yang dimiliki Koalisi Anti-Persekusi, pada 23 Mei persekusi terjadi di Balikpapan, 25 Mei di Kukar Tenggarong dan di Klaten, 27 Mei di Cimahi. Kemudian di tanggal 28 Mei terjadi dua aksi persekusi di Denpasar dan 29 Mei di Jakarta.
ADVERTISEMENT
"Dalam waktu yang sangat rapat ada sekelompok orang yang jaraknya bisa ribuan kilometer melakukan tindakan yang persis sama menyasar target grup yang sama," ungkapnya.
Pihaknya menduga terdapat mesin penggerak dalam aksi yang sistematis itu. Mesin tersebut yang membuat framing-framing untuk memprovokasi massa untuk memburu target dari persekusi.
Di kelompok pelaku persekusi itu juga, Asri mengatakan, pihaknya melihat ada yang seakan-akan menjadi polisi yang mencari target, jaksa yang melakukan penuntutan dan hakim yang menghakimi atas postingan yang diunggah oleh si target.
"Saya tidak mau terburu-buru mengatakan ini adalah aksi semata-mata intoleransi atau terburu-buru mengatakan ini konflik horisontal. Justru kami menuntut melihat pola yang meluas tadi,kami menuntut negara untuk menyelidiki dengan lebih dalam siapa aktor dan yang menjadi mesin persekusi ini," tegas dia.
Sementara itu, Astari Yanuarti Koordinator Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia (Mafindo) yang juga anggota Koalisi Anti-Persekusi, mengungkapkan ada langkah-langkah yang dapat dilakukan masyarakat untuk menghindari persekusi.
ADVERTISEMENT
"Ke depannya tidak lagi memposting status-stastus yang memancing kontroversi," kata dia.
Ia mencontohkan jika ingin menulis pendapat melalui medsos terkait salah satu pejabat yang menjadi tersangka kasus tindak pidana harus memilih kata-kata. Dalam menulis status jangan sampai langsung melakukan tudingan atas tindakan pejabat yang bersangkutan, tetap masyarakat bisa menambah kata 'diduga'.
Satu kata tersebut menurutnya dapar memberikan makna yang berbeda dan menjauhkan dari tuduhan fitnah atau pencemaran nama baik yang biasa digunakan pelaku persekusi. "Persekusi ini jelas salah, karena mereka tidak sekedar melakukan main hakim sendiri," tegas dia.
Meski begitu, ia menyarankan ada baiknya masyarakat untuk menghindari menjadi target persekusi dengan cara berhati-hati saat mengungkapkan pendapatnya di medsos.
ADVERTISEMENT