Emmanuel Macron, Capres Prancis yang Tidak Biasa

26 April 2017 14:37 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Emmanuel Macron  (Foto: REUTERS/Lionel Bonaventure/Pool)
zoom-in-whitePerbesar
Emmanuel Macron (Foto: REUTERS/Lionel Bonaventure/Pool)
Setelah dipastikan unggul dalam pemilihan Presiden Prancis putaran pertama, Emmanuel Macron (39) menemui pendukungnya di pusat kota Paris. Saat naik ke panggung yang berada di pusat pemenangannya, capres dari jalur independen ini menggandeng tanggan istrinya, Brigitte Trogneux (64). Dia pun sempat mencium wanita yang dinikahi pada 2007 itu di hadapan pendukungnya.
ADVERTISEMENT
Gestur mesra yang ditunjukkan Macron mengundang komentar media Prancis. Tindakan itu dianggap sangat bergaya Amerika. Memang, Macron menjadi tokoh yang tidak biasa dalam perpolitik negara Menara Eiffel.
Selain ihwal hubungan dan seringnya mengumbar kemesraan dengan sang istri, ada beberapa terobosan yang dilakukan Macron. Termasuk caranya hingga menjadi calon kuat pengganti Francois Hollande.
Berbeda dengan kandidat lain di pemilu Prancis yang sudah malang melintang di dunia politik lebih dari 10 tahun, Macron baru secara aktif berpolitik tiga tahun terakhir. Walaupun sebelumnya dia sudah menjadi anggota Partai Sosialis sejak 2006.
Macron sempat menjabat sebagai Menteri Urusan Ekonomi, Industri dan Digital dalam Pemerintahan Hollande. Namun, hanya selama dua tahun sejak 2014 .
ADVERTISEMENT
Emmanuel Macron dan istrinya (Foto: REUTERS/Philippe Wojazer)
zoom-in-whitePerbesar
Emmanuel Macron dan istrinya (Foto: REUTERS/Philippe Wojazer)
Dilansir dari Reuters, Macron semakin tergerak aktif dalam politik setelah peristiwa teror di Paris pada November 2015. Pada malam Natal 2015, dia mengirimkan surat kepada Presiden dan Perdana Menteri Prancis terkait pentingnya menghilangkan ketimpangan yang selama ini memicu terjadinya tindakan teror.
Kepada Perdana Menteri Manuel Valls, Macron malah mengeluhkan lambatnya perubahan yang dilakukan Hollande. Hal itu, dipandang sebagai sinyal Macron untuk bergerak sendiri dalam politik.
Setelah mengkaji beberapa gerakan berhaluan kiri di Eropa, seperti Podemos di Spanyol dan Syiriza di Yunani, Macron mengajak pendukungnya membuat gerakan politik sendiri. Gerakan berhaluan tengah yang kemudian menjadi kendaraan politiknya dinamakan En Marche! (Bergerak!).
Cara pria 39 tahun ini masuk dalam kancah perpolitikan Prancis, ternyata disukai pemilih. Buktinya, dia unggul dalam pemilihan tahap pertama. Marine Le Pen, salah satu kandidat kuat dari Partai Front National berada di bawahnya.
ADVERTISEMENT
Sedangkan calon kuat lainnya, seperti Francois Fillon yang beraliran konservatif dan Jean-Luc Melenchon dari Partai Sosialis, tersingkir dalam pemilu. Padahal mereka sudah terjun aktif dalam politik jauh sebelum Macron.
Pandangan Macron yang mencampurkan pemikiran kiri dan kanan, malah mencuri perhatian publik Prancis. Seperti alih-alih menjanjikan keluar dari Uni Eropa seperti yang dikampanyekan Le Pen, Macron malah ingin memperkuat kerja sama di dalamnya.
Tidak hanya itu, jika Le Pen yang sering dikaitkan dengan Donald Trump karena rencana kebijakannya membatasi jumlah imigran, Macron malah dibandingkan dengan Perdana Menteri Kanada yang flamboyan, Justin Trudeau.
Macron dan Le Pen (Foto: REUTERS/Christian Hartmann)
zoom-in-whitePerbesar
Macron dan Le Pen (Foto: REUTERS/Christian Hartmann)