Konten dari Pengguna

Kurikulum Merdeka Mengekang Nasib Guru dan Keinginan Siswa

Titania Nelvi Safira
Seorang mahasiswi baru Universitas Negeri Islam Syarif Hidayatullah Jakarta jurusan manajemen pendidikan fakultas tarbiyah dan ilmu keguruan. Memiliki minat di dunia literasi, kepenulisan, seni dan bisnis serta memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.
9 Desember 2024 11:15 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Titania Nelvi Safira tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kegiatan Penilaian Sumatif Akhir Semester (PSAS) tahun pelajaran 2024/2025, di SMA Negeri 1 Brebes. selasa (3/12/2024). foto: Titania Nelvi Safira
zoom-in-whitePerbesar
Kegiatan Penilaian Sumatif Akhir Semester (PSAS) tahun pelajaran 2024/2025, di SMA Negeri 1 Brebes. selasa (3/12/2024). foto: Titania Nelvi Safira
Kurikulum adalah program pendidikan yang dirancang oleh sekolah dan lembaga pendidikan. Kurikulum tidak hanya berfokus pada proses belajar mengajar, tetapi juga pada pembentukan kepribadian serta peningkatan taraf hidup siswa di masyarakat (Bahri, 2017). Wahyuni (2015) menyatakan bahwa kurikulum pendidikan berfungsi untuk menetapkan tujuan pendidikan di Indonesia. Kurikulum mencakup berbagai hal yang memengaruhi perkembangan dan pembentukan pribadi siswa, bukan hanya bidang studi dan kegiatan belajar, sehingga sesuai dengan tujuan pendidikan dan mampu meningkatkan kualitas pendidikan (Fatih et al., 2022). Satuan pendidikan memiliki kebebasan untuk menerapkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran peserta didik serta mempertimbangkan ketercapaian kompetensi mereka dalam proses pemulihan pembelajaran. Saat ini, tersedia tiga pilihan kurikulum, yaitu Kurikulum Merdeka, Kurikulum Darurat (Kurikulum 2013 yang disederhanakan oleh Kemendikbudristek), dan Kurikulum 2013.
ADVERTISEMENT
Pada Kurikulum Merdeka menawarkan pembelajaran intrakurikuler yang beragam, sehingga siswa memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan memperkuat kemampuan mereka. Guru dapat menggunakan berbagai metode pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan belajar serta minat siswa. Tema tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah menjadi dasar proyek yang bertujuan meningkatkan pencapaian profil pelajar Pancasila. Proyek tersebut, menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbudristek, 2022), tidak ditujukan untuk mencapai target capaian pembelajaran tertentu, sehingga tidak terikat pada konten mata pelajaran tertentu.
Kurikulum pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk kepribadian, meningkatkan kualitas hidup, dan memastikan pencapaian tujuan pendidikan di Indonesia. Kurikulum tidak hanya mengatur proses belajar mengajar, tetapi juga mencakup aspek pengembangan karakter siswa. Saat ini, terdapat beberapa pilihan kurikulum yang dapat diterapkan, termasuk Kurikulum Merdeka yang memberikan fleksibilitas dalam pembelajaran. Kurikulum ini memungkinkan siswa untuk mendalami konsep dan memperkuat kemampuan mereka sesuai dengan minat dan kebutuhan belajar, sementara guru dapat menggunakan berbagai metode pembelajaran yang lebih variatif. Dengan demikian, kurikulum yang diterapkan di sekolah harus mampu mendukung kompetensi dan perkembangan siswa secara menyeluruh, tidak hanya berfokus pada pencapaian target akademis semata.
ADVERTISEMENT
Salah satu sekolah yang telah menerapkan Kurikulum Merdeka adalah SMA Negeri 1 Brebes. Sekolah ini telah mulai menerapkan Kurikulum Merdeka secara bertahap, dimulai pada tahun pelajaran 2022-2023. Pada tahun pertama, sistem yang digunakan adalah pemilihan mata pelajaran berdasarkan minat peserta didik. Peserta didik diberi kesempatan untuk memilih mata pelajaran yang mereka inginkan sesuai dengan minat masing-masing, yang juga berkesinambungan dengan jurusan yang akan dipilih saat melanjutkan ke perguruan tinggi. Proses ini dilanjutkan dengan mempertimbangkan ketersediaan sumber daya pendidik yang tersedia. Sistem pemilihan mata pelajaran dilakukan melalui angket. Setiap siswa diberikan formulir yang berisi pertanyaan mengenai profesi yang mereka cita-citakan dan alasan memilih profesi tersebut. Setelah itu, siswa diminta mengisi daftar mata pelajaran yang mendukung profesi dan cita-cita mereka. Mata pelajaran yang tersedia dalam daftar peminatan berjumlah 8 meliputi Fisika, Kimia, Biologi, Ekonomi, Geografi, Sosiologi, Matematika tingkat lanjut, dan Informatika. Dari delapan mata pelajaran peminatan tersebut, setiap siswa dapat memilih lima mata pelajaran yang paling diminati. Hasil dari pengisian angket ini kemudian diolah menjadi model pengelompokan kelas berdasarkan paket mata pelajaran. SMA Negeri 1 Brebes menyediakan 11 paket peminatan yang dapat dipilih oleh peserta didik, sehingga mereka dapat belajar sesuai dengan mata pelajaran yang diminati.
ADVERTISEMENT
Pada tahun kedua, SMA Negeri 1 Brebes mulai menerapkan sistem paket dalam pemilihan mata pelajaran. Dalam sistem ini, siswa tidak lagi memilih mata pelajaran satu per satu, melainkan melalui paket mata pelajaran yang telah dirancang oleh tim kurikulum. Meskipun demikian, pemilihan paket ini tetap didasarkan pada hasil angket siswa dan mempertimbangkan ketersediaan jumlah guru. Terdapat sembilan paket yang disediakan dengan total 11 ruang kelas. Pada paket 1, hanya tersedia satu kelas, yaitu kelas A. Sementara itu, paket 2 diisi oleh tiga kelas, yaitu kelas B, C, dan D, karena memiliki jumlah peminat yang lebih banyak. Paket 2 terdiri dari mata pelajaran seperti Kimia, Biologi, Geografi, Matematika Terapan Lanjut (TL), dan PKWU. Namun, tidak semua mata pelajaran di setiap kelas dalam paket yang sama sepenuhnya identik. Mata pelajaran Kimia dan Biologi menjadi mata pelajaran tetap di setiap kelas dalam paket tersebut, sementara mata pelajaran lainnya dapat berbeda. Pembagian paket ini dilakukan berdasarkan hasil angket siswa. Jika ada paket dengan banyak peminat, maka akan dibuka lebih dari satu kelas, seperti pada kasus paket 2. Namun, jika suatu paket memiliki sedikit peminat, maka paket tersebut akan dihapus, dan siswa yang memilihnya dipindahkan ke kelas yang masih kosong.
ADVERTISEMENT
Hasil angket menunjukkan bahwa tidak semua siswa dapat sepenuhnya memilih mata pelajaran yang mereka sukai. Misalnya, Gabriella, seorang siswa kelas 11, memilih paket 1 karena terdapat mata pelajaran yang ia sukai, seperti Biologi, Sosiologi, Bahasa Prancis, dan PKWU. Namun, ia terpaksa mengorbankan mata pelajaran Biologi karena tidak termasuk dalam paket pilihannya secara keseluruhan. Hal ini mencerminkan tantangan dalam menyesuaikan kebutuhan siswa dengan sistem paket yang diterapkan.
Hal ini juga berkaitan dengan para guru. Sebelumnya, di Kurikulum 2013, terdapat guru-guru yang hanya mendapatkan jam mengajar sebanyak 18 jam atau kurang dari 24 jam per minggu, seperti guru bahasa Prancis, sejarah, dan seni budaya. Padahal, untuk memenuhi syarat mendapatkan tunjangan profesi guru (TPG), seorang guru harus mengajar minimal 24 jam dalam seminggu. Oleh karena itu, pihak sekolah tidak ingin ada guru yang tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan tunjangan profesi (TPG) atau sertifikasi. Guru yang sebelumnya hanya mendapatkan 18 jam mengajar dan hanya mengampu satu mata pelajaran diminta untuk mengampu dua mata pelajaran setelah kebijakan kurikulum diubah. Kebijakan ini diambil dengan mempertimbangkan kemampuan guru serta latar belakang pendidikan mereka.
ADVERTISEMENT
Akibatnya, pihak sekolah perlu melakukan penghitungan ulang terhadap pembagian jam mengajar agar semua guru tetap memenuhi syarat untuk mendapatkan Tunjangan Profesi Guru (TPG). Namun, langkah ini sedikit banyak mengorbankan keinginan siswa dalam memilih mata pelajaran sesuai minat mereka. Beberapa siswa terpaksa dimasukkan ke dalam paket tertentu untuk memastikan semua guru memenuhi persyaratan minimal 24 jam mengajar per minggu.
Kebijakan yang memprioritaskan pemenuhan jam mengajar guru demi mendapatkan Tunjangan Profesi Guru (TPG) tidak sepenuhnya sejalan dengan prinsip pendidikan berbasis siswa (student-centered learning). Idealnya, kurikulum dan pengelolaan sekolah harus berorientasi pada kebutuhan dan minat siswa untuk menciptakan lingkungan belajar yang optimal. Ketika siswa terpaksa mengikuti paket mata pelajaran yang tidak sesuai dengan minat atau rencana masa depan mereka, hal ini dapat mengurangi motivasi belajar dan potensi pengembangan diri mereka. Selain itu, fokus berlebihan pada aspek administratif, seperti pemenuhan syarat TPG, dapat mengalihkan perhatian dari tujuan utama pendidikan, yaitu mengembangkan kompetensi siswa secara maksimal. Situasi ini menunjukkan perlunya keseimbangan antara kepentingan guru dan siswa dalam pengelolaan kurikulum, sehingga baik kebutuhan administratif guru maupun aspirasi akademik siswa dapat terpenuhi tanpa saling mengorbankan.
ADVERTISEMENT
Persyaratan tunjangan profesi guru (TPG) yang mewajibkan guru untuk mengajar minimal 24 jam dalam seminggu perlu ditinjau ulang karena tidak selalu mencerminkan kualitas pengajaran atau kebutuhan pendidikan yang sebenarnya. Pada kenyataannya, sejumlah guru yang memiliki jam mengajar kurang dari 24 jam, tetapi sangat kompeten dalam bidangnya, sering kali dipaksa untuk mengampu lebih banyak mata pelajaran atau kelas, meskipun ini tidak sesuai dengan spesialisasi mereka. Hal ini dapat berpengaruh pada kualitas pengajaran yang diberikan kepada siswa, karena guru yang tidak memiliki keahlian yang memadai dalam bidang tertentu akan kesulitan memberikan materi secara optimal. Selain itu, persyaratan ini juga membebani guru dengan beban kerja yang berlebihan, yang bisa berdampak pada kesejahteraan mereka serta kualitas pengajaran yang diberikan.
ADVERTISEMENT
Upaya untuk meningkatkan kompetensi guru agar memiliki keahlian lain selain bidang yang dikuasainya saat ini, meskipun penting, juga menghadapi kendala yang cukup besar. Salah satunya adalah ketergantungan pada aturan TPG yang mengharuskan mata pelajaran yang diajarkan oleh guru harus linear dengan mata pelajaran yang diampunya. Hal ini membatasi fleksibilitas dan pengembangan profesional guru, yang sebenarnya bisa sangat bermanfaat jika mereka diberikan kebebasan untuk mengajar mata pelajaran yang sesuai dengan keahlian lain yang dimilikinya. Dengan demikian, meskipun peningkatan kompetensi sangat diperlukan, aturan yang membatasi guru untuk mengajar bidang lain selain yang diampunya sekarang bisa menghambat potensi pengembangan yang maksimal.
Sebagai solusi, pemerintah dan pihak terkait perlu melakukan peninjauan kembali terhadap persyaratan TPG, dengan mempertimbangkan bahwa kualitas pengajaran lebih penting daripada sekadar jumlah jam mengajar. Misalnya, persyaratan jam mengajar dapat disesuaikan dengan konteks kebutuhan pembelajaran dan kapasitas guru, di mana fokus lebih diberikan pada hasil belajar siswa dan keterlibatan aktif guru dalam proses pendidikan. Penilaian terhadap pengajaran tidak hanya harus didasarkan pada kuantitas jam mengajar, tetapi juga pada kualitas pengajaran yang diberikan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, untuk meningkatkan kompetensi guru, perlu adanya kebijakan yang mendukung pengembangan keahlian guru di luar bidang yang mereka kuasai. Kebijakan ini bisa berupa pelatihan lintas disiplin atau kursus yang relevan yang memungkinkan guru untuk mengembangkan keterampilan tambahan tanpa mengorbankan kualitas pengajaran mereka. Pemerintah dapat menyesuaikan aturan TPG untuk memberikan fleksibilitas dalam hal keahlian tambahan yang dimiliki oleh guru, sehingga mereka bisa mengajar lebih banyak mata pelajaran yang sesuai dengan kompetensi mereka tanpa harus terkekang oleh aturan yang tidak fleksibel.
Dengan demikian, peninjauan ulang terhadap persyaratan TPG dan peningkatan fleksibilitas dalam pengembangan profesional guru akan menguntungkan baik bagi guru itu sendiri maupun bagi kualitas pendidikan yang diterima siswa.