Melihat Tradisi Nyadran Usung Tenong Jelang Ramadhan di Temanggung

Konten Media Partner
11 Maret 2023 10:03 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ratusan warga Dusun Demangan, Desa Candimulyo, Kecamatan Kedu, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah mengusung tenong dalam acara nyadran, Sabtu (11/3/2023). Foto: ari/Tugu Jogja
zoom-in-whitePerbesar
Ratusan warga Dusun Demangan, Desa Candimulyo, Kecamatan Kedu, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah mengusung tenong dalam acara nyadran, Sabtu (11/3/2023). Foto: ari/Tugu Jogja
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menjelang bulan suci Ramadhan, masyarakat di lereng Gunung Sumbing, Sindoro, dan Prahu di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah menggelar ritual nyadran. Ritual yang bermakna bersih desa atau secara harfiah adalah membersihkan jiwa raga sebelum puasa ini sekaligus untuk mendoakan pula para leluhur, maka ritual digelar di pemakaman desa.
ADVERTISEMENT
Hal itu seperti dilakukan di Dusun Demangan, Desa Candimulyo, Kecamatan Kedu, Kabupaten Temanggung, yang masyarakatnya masih memegang teguh adat istiadat tinggalan nenek moyang.
Mengenakan pakaian beskap Jawa, para sesepuh desa dan perangkat berjalan di barisan pertama diikuti ratusan orang dibelakangnya yang menyunggi tenong berjumlah ratusan menuju makam Kiai Demang di ujung desa. Arak-arakan ini mengular muncul dari gang perkampungan berjalan teratur melintas di antara pematang sawah.
Ratusan warga Dusun Demangan, Desa Candimulyo, Kecamatan Kedu, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah berdoa bersama dalam acara nyadran, Sabtu (11/3/2023).
Setelah menempuh perjalanan ratusan meter mereka pun sampai di makam pepunden desa dan duduk bersimpuh. Suasana yang semula riuh berubah menjadi hening, menandakan ritual nyadran akan segera dimulai. Kiai Demang sendiri adalah tokoh masyarakat setempat yang dahulu kala mbubak alas atau mendirikan permukiman di dusun yang terletak di kaki Gunung Sumbing ini.
ADVERTISEMENT
Juru kunci makam Kyai Demang, Romidi (71), memulai prosesi ritual dengan membacakan doa-doa secara Islami. Lelaki berkumis tipis ini kemudian memberikan wejangan tentang keselarasan hidup dan keharusan menghormati leluhur. Lantaran, tanpa adanya leluhur tidak akan mungkin akan ada generasi saat ini.
Tak berapa lama usai pembacaan doa, berbagai masakan yang semula diusung menggunakan tenong itu dimakan secara bersama-sama. Kembul bujana itu sebagai perwujudan kerukunan warga. Semua yang hadir diwajibkan mencicipi hidangan tersaji. Ada ingkung ayam, kerecek, tahu, empis-empis, dan ciri khasnya adalah berbagai masakan berbahan daging kambing, serta sayuran khas pedesaan.
"Tujuan nyadran adalah untuk menghormati para leluhur, terutama Kiai dan Nyai Demang yang ratusan lalu mbubak alas hingga akhirnya ada padukuhan Demangan yang gemah ripah loh jinawi. Dalam doa, kami meminta ampunan dan keselamatan pada Tuhan Yang Maha Esa, yakni berkah pangestu pandunga wilujeng. Ritual ini sebagai bagian dari nguri-uri budaya tinggalan nenek moyang, jangan sampai tradisi ini hilang," katanya.
ADVERTISEMENT
Dikatakan, prosesi nyadran di Demangan dimulai sejak sepekan lalu. Warga mulai berbelanja berbagai kebutuhan baik itu bunga-bungaan, lalu untuk makanan seperti kerecek, daging ayam, kambing dan sayuran. Uniknya semua warga Demangan di perantauan berikut kerabat atau orang yang ada pertalian saudara dengan dusun ini semuanya pulang saat nyadran.
Masyarakat Demangan juga masih memegang teguh kepercayaan, yakni uba rampe masakan tidak boleh dicicipi sampai hari H acara Sadranan, pada hari Jumat Kliwon bulan Ruwah atau Rajab. Meski begitu, racikan bumbu-bumbu dapur dari kaum ibu di dusun ini tetap istimewa lezatnya tak kurang rasanya. Dipercaya jika melanggar adat tersebut bisa terjadi bebendu atau mengalami sesuatu hal buruk.
"Ritualnya ada tiga macam, yakni tahlil bersama di makam, nyadran bersama, lalu lakon suka budaya atau pagelaran wayang kulit, dalangnya khusus yang sudah sepuh, yakni Ki Marlan dari Digelan, Soroyudan, Secang. Lakonnya pun khusus, yaitu 'Mbangun Candi'. Usai salat Jumat langsung digelar wayang kulit sehari semalam. Konon wayang merupakan klangenan Kiai Demang semasa hidup dan ini untuk menghormati beliau," terangnya. (ari)
ADVERTISEMENT