Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
‘Malam Lebaran’, Sajak Fenomenal Sitor Situmorang
10 Mei 2017 12:35 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
Tulisan dari Tutur Literatur tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
"Bulan di Atas Kuburan"
Sajak di atas merupakan sajak karya Sitor Situmorang yang berjudul "Malam Lebaran". Tidak ada kelanjutannya, hanya empat kata itu saja. Saking pendeknya, sajak tersebut menjadi sebuah karya yang fenomenal. Sajak yang terdapat dalam kumpulan Dalam Sajak (1955) itu kemudian banyak yang menafsirkan maknanya. Banyaknya orang yang menafsirkan suatu sajak merupakan salah satu nilai-nya sebuah sajak.
ADVERTISEMENT
"Sajak adalah ibarat sebuah organisma; sesuatu barang hidup, yang bila diletakkan di atas meja analisis untuk diuraikan dengan pisau ilmu bedah ilmu sastra, atau untuk disinari dengan sinar rontgen intelek, ia akan jadi barang mati" ujar Sitor. Sajak itu telah mati karena Sitor Situmorang telah "membunuhnya".
Kawan-kawan Sitor banyak yang bertanya, mengapa malam lebaran “bulan di atas kuburan”? Apabila dikaitkan dengan logika umum, apa yang diungkapkan Sitor dalam sajak tersebut tidak masuk akal. Pada malam lebaran yang jatuh pada 1 syawal, tidak mungkin bulan terlihat. Namun, nampaknya kita tidak bisa memaknai sajak tersebut secara harfiah. Beberapa orang yakin bahwa ada makna yang mengandung nilai-nilai kehidupan yang hendak disampaikan Sitor melalui sajak tersebut.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, Sitor menjawab rasa penasaran kawan-kawannya dan orang-orang yang pernah membaca sajaknya. Ia menuturkan latar belakang dilahirkannya sajak "Malam Lebaran". Suatu hari, beberapa hari setelah lebaran tiba ia hendak bersilaturahmi ke rumah seorang kawannya yang berda di daerah Kober - Jakarta. Si tuan rumah tak ada, kecewa-lah yang ditemuinya. Tak lama, ia memutuskan untuk pulang. Dari daerah perkampungan yang berselokan, ia kesasar ke tempat yang dipenuhi oleh pohon tua yang rimbun, serta dikelilingi oleh tembok. Penasaran dengan tembok itu, ia akhirnya melongok dan melihat berbagai macam bentuk kuburan. Ada satu kuburan yang menyita perhatiannya, yakni satu kuburan yang berwarna putih, yang saat itu tertimpa sinar bulan dari sela-sela pepohonan. Sesaat, Sitor melupakan kekecewaannya karena merasa terpesona dengan pemandangan yang ada di hadapannya.
Ternyata sajak pendek tersebut lahir dari pengalaman pribadi Sitor Situmorang. Dari cerita Sitor Situmorang, kita bisa memahami bahwa puisi atau sajak yang lahir sebagai sintesa dari pengalaman pribadi akan semakin berkesan. Sajak ini kemudian menginspirasi sineas Asrul Sani untuk membuat film dengan judul "Bulan di Atas Kuburan". Film yang tayang pada tahun 1973 ini berkisah mengenai dua pemuda Batak yang hijrah ke Ibu kota demi mewujudkan impian serta harapan mereka untuk hidup sukses. Pada tahun 2015, Bulan di Atas Kuburan kembali difilmkan oleh Edo W.F Sitanggang, dan dibintangi oleh beberapa aktor dan aktris ternama, diantaranya Rio Dewanto, Atiqah Hasiholan, Donny Alamsyah dan Tio Pakusadewo.
ADVERTISEMENT
Oleh: IPE