Konten dari Pengguna

Mega Impact Reforma Agraria

ali rahman
Pengurus MPP ICMI dan Alumni IPB University.
9 Desember 2024 14:38 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari ali rahman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kegiatan pengecekan lokasi yang akan digunakan program reforma agraria (Sumber: foto pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Kegiatan pengecekan lokasi yang akan digunakan program reforma agraria (Sumber: foto pribadi)
ADVERTISEMENT
Cita-cita luhur reforma agraria adalah dalam rangka mewujudkan keadilan ekonomi terhadap penguasaaan, kepemilikan dan pengelolaan tanah. Dengan tujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat NKRI. Data-data ketimpangan ekonomi yang menyebutkan bahwa 1% orang kaya (konglomerat) menguasai 36% kekayaan nasional dan hanya 1% orang menguasai 67% tanah adalah suatu keadaan yang sangat memalukan kita semua. Generasi sekarang telah secara sah dan meyakinkan mengkhianati cita-cita kemerdekaan yang sudah di bangun para founding father NKRI. Bahwa NKRI lahir untuk menciptakan keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Implikasi dari data tersebut diatas maka lahirlah rakyat miskin sebanyak 27,5 juta dan yang terancam miskin sebanyak 115 juta orang. Apalagi ditengah situasi ekonomi global yang tidak baik-baik saja barangkali angka-angka tersebut sudah jauh berubah. Bahkan data terbaru mengabarkan turun kelasnya puluhan juta kelas menengah lebih menguatkan bahwa pemerintah perlu melakukan upaya-upaya fundamental, sistematis, lintas sectoral dan berkelanjutan dalam upaya akselerasi pemulihan ekonomi nasional.
Lintas Sektor Reforma Agraria
Perlu terobosan kebijakan agar program reforma agraria (RA) bisa berjalan sesuai tujuan utamanya. Saat ini tanah untuk TORA (Tanah objek Reforma Agraria) di Kementrian Kehutanan yang masih belum terdistribusikan kepada subjek RA sebanyak 980.256 hektar. Bahkan program inisiasi Kerjasama RA antara Kemeterian Kehutanan dengan Kementrian ATR/ BPN dengan dukungan world Bank di 4 (empat) provinsi masih berkutat kepada tata aturan birokrasi pertanahan yang sangat Panjang, melelahkan dan memerlukan biaya yang mahal.
ADVERTISEMENT
Untuk proses pelepasan Kawasan hutan yang sudah dinyatakan tidak berhutan saja masih memerlukan aneka aturan birokrasi yang sangat panjang. Ada proses tim terpadu, kajian IP4T (inventarisasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah), pelaksanaan tata batas. Untuk selanjutnya adalah rangkaian proses birokrasi di Kementrian Kehutanan sampai kepada terbitnya SK pelepasan kawasan hutan untuk TORA. Didalam proses tersebut juga melibatkan banyak pihak seperti pemda, akademisi, para ahli sosial, hukum, kehutanan, lingkungan hidup. Belum termasuk berbagai kajian (tim terpadu) dan Forum FGD (Focus group discussion).
Rangkaian kegiatan tersebut baru di Kementrian Kehutanan, belum lagi proses di Kementrian ATR/ BPN yang juga memiliki tata birokrasi yang tidak kalah rumit. Bahkan ada proses yang bisa jadi berulang dilakukan Kembali di ATR/ BPN. Padahal sudah dilakukan saat proses pelepasan Kawasan hutan di Kementrian Kehutanan. Sebut saja proses IP4T dan pengukuran batas yang dilakukan di Kementrian ATR/ BPN.
ADVERTISEMENT
Belum lagi kalau proses refoma agraria dilakukan oleh badan bank tanah (BBT). Maka proses birokrasi dilakukan 2 kali baik di kementrian kehutanan, maupun di kementrian ATR/ BPN. Tahap satu di Kementrian Kehutanan untuk pelepasan Kawasan hutan, dan kedua untuk penerbitan SK HPL (Hak Pengelolaan) oleh Kementrian ATR/ BPN. Setelah itu baru kegiatan RA bisa dilakukan oleh BBT, dengan rangkaian proses lainnya sesuai Peraturan Menteri ATR/BPN terkait pelaksanaan kegiatan RA. Plus, koordinasi dengan GTRA (Gugus Tugas Reforma Agraria) dengan Bupati dan para pihak lainnya untuk memutuskan subjek RA. Itulah rangkaian panjang dan melelahkan proses birokrasi untuk implementasi program RA.
Debirokratisasi RA
Ada banyak contoh di banyak negara tentang kisah keberhasilan pemerataan dalam penguasaan dan pemilikan tanah. Inti dari semua keberhasilan tersebut adalah debirokratisasi untuk level kebijakan, dilakukan pendampingan oleh Lembaga yang secara undang-undang/ peraturan pemerintah focus dan memeiliki kompetensi dalam bidang tersebut serta program yang SMART ( Specific, Measurable, Achievable, Relevant, dan Time-bound) dan terintegrasi pada tataran implementasi.
ADVERTISEMENT
Felda Malaysia hanya mewajibkan peserta program untuk menanam sawit dan karet. Maka saat ini hasilnya adalah melimpah ruahnya bahan baku industry dari getah dan minyak sawit. Sementara pemerintah melalui FELDA menyiapkan industry pengolahannya (hilirisasi). Termasuk menyediakan perumahan dan aneka sarana/prasarana serta infrastruktur bagi Masyarakat yang ikut dalam program tersebut.
Untuk itu dalam kaitannya dengan implementasi reforma agraria di NKRI perlu adanya komitmen 4 kementrian yaitu Kementerian Kehutanan, ATR/BPN, Transmigrasi dan Kemendagri untuk memfungsikan Badan Bank Tanah sesuai PP 64 tahun 2021. Tidak ada kebijakan baru hanya memfungsikan BBT sesuai marwahnya dalam melaksanakan RA untuk turut menciptakan ekonomi berkeadilan. Itulah visi dan misi BBT sesuai PP 64/ 2021 bahwa BBT selaku pelaksana RA dengan kewajiban menyediakan lahan minimal 30% dari HPL yang dikuasainya.
ADVERTISEMENT
Badan bank tanah dilahirkan sesuai amanat UUCK sebagai land manager. Dimana fungsi tersebut sampai sebelum lahir BBT tidak ada Lembaga negara yang memiliki fungsi demikian. Seperti halnya Kementrian ATR/ BPN yang memiliki 2 (dua) fungsi utama yaitu land regulation dan land administration. Maka Ketika ada tanah terlantar, tanah yang sudah habis masa pakainya atau Kawasan hutan yang sudah dinyatakan tidak berhutan maka sudah semestinya secara otomatos di lakukan penataan, pembenahan dan penyiapan lapangan oleh badan bank tanah selaku land manager negara.
Termasuk untuk implementasi pelaksanaan RA. Melalui Perpres 62 tahun 2023 diharapkan terjadi akselerasi implementasi RA. Namun ternyata masih belum menegaskan peran dan fungsi BBT. Padahal BBT sesuai PP 64 tahun 2021 sudah jelas disebutkan minimal 30% lahan yang sudah di Kelola BBT diperuntukan untuk kegiatan RA. Artinya BBT di dedikasikan sebegai Lembaga negara yang akan concern di dalam program RA. Sehingga seharusnya semua K/L di NKRI Ketika akan melakukan kegiatan RA maka motor penggeraknya adalah BBT. Mulai dari Kementrian Kehutanan dan ATR/BPN yang mengatur masalah pertanahan (non Kawasan hutan maupun hutan). Kementrian Transmigrasi jika memerlukan lahan untuk program transmigrasi. Termasuk GTRA baik di provinsi maupun kabupaten menjadi wajib hukumnya sesuai peraturan untuk berkoordinasi dengan BBT dalam akselerasi Implementasi RA.
ADVERTISEMENT
Pangan, Energi dan Transmigrasi Tematik
Program strategis nasional berbasis pangan dan energi terbarukan sangat dimungkinkan diintegrasikan dengan program reforma agraria. Bahkan jika keterlibatan kementrian transmigrasi dilakukan, maka akan sangat mendukung program keberhasilan kedaulatan pangan dan energi. Sinergi antar kementrian, debirokratisasi dan focus pada komoditi untuk mencapai economi of scale diharapkan akan menimbulkan multiflier effect yang besar bagi keberhasilan program kedaulatan pangan/ enegeri dan program RA berbasis transmigrasi tematik.
Apalagai jika program RA untuk ketahanan pangan/ energi dilakukan dengan pola agroforestrty. Selain budidaya tanaman kemiri sunan (Reutealis trisperma) akan menghasilkan biodiesel yang merupakan produk energi terbarukan. Tanaman kemiri sunan juga memiliki peluang untuk diintegrasikan dengan program FOLU (forest and other land uses) yang bisa masuk dalam skema pembiayaan carbon trade. Selain itu, optimalisasi lahan sela diantara pohon kemiri sunan bisa digunakan untuk dibudayakan tanaman pangan seperti sorghum, ubi kayu bahkan padi gogo.
ADVERTISEMENT
Sungguh program RA tematik merupakan Integrasi program strategis nasional dengan dampak Pembangunan dengan magnitude besar. Sekali merengkuh dayung maka 2 atau 3 pulau terlampaui. Melalui RA tematik maka, peluang keberhasilan program pangan, energi, pelestarian lingkungan (FOLU), penciptaan lapangan pekerjaan dan transmigrasi bisa terwujud. Namun tentunya ada banyak term condition untuk menunjang keberhasilan program tersebut. Selain penguatan fungsi dan peran BBT juga dukungan strategis dan politis dari banyak pihak mutlak diperlukan. Termasuk keterlibatan civil society yang sangat diperlukan untuk ikut terlibat langsung di lapangan.
Untuk itu perlu adanya keberanian dan kesungguhan pemerintah untuk mendudukan semua fungsi Lembaga negara sesuai tupoksinya. Bahkan jika dirasa menghambat maka harus segera diamputasi. Kalo yang berfungsi sebagai regulasi dan administrasi maka focus di kedua mandat tersebut. Sementara yang berfungsi eksekutor atau managerial maka harus fokus dan didukung semua pihak untuk mewujudkan tujuan tersebut. Jangan ada lagi overlapping bahkan hambatan birokrasi (silent rebelion) yang akan menghambat program-program strategis pemerintah. Terlalu mahal harga yang harus dibayar oleh NKRI jika pemerintah mendiamkan keruwetan birokrasi tersebut.
ADVERTISEMENT
RA tematik berbasis transmigrasi adalah jawaban atas keterlambatan implementasi program strategis nasional tersebut. Penguatan peran Badan Bank Tanah, Dukungan regulasi yang simple, agile dan transparan. Integrasi program di lapangan adalah beberapa hal yang akan berkontribusi penting dalam percepatan keberhasilan program RA. Rasanya sudah tidak zamannya lagi adagium bahwa birokrasi selalu berprinsip kalo bisa diperlama kenapa harus dipercepat. Era e-government sudah menjadi visi pemerintah. Maka siapa yang terlambat beradaptasi semestinya mundur dan jangan jadi benalu di pemerintahan sekarang.
Ali Rahman – Alumni IPB University