Organisasi Internasional: Standar Ganda dan Kekecewaan

Muhammad Sidiq Pamungkas
Seorang Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro yang tertarik kepada Isu Hak Asasi Manusia, Isu Sosial Kemasyarakatan, Isu Lingkungan, dan Isu Kesehatan.
Konten dari Pengguna
5 April 2022 14:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Sidiq Pamungkas tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Standar ganda organisasi internasional FIFA, UEFA, dan Greenpeace dalam menanggapi masalah Rusia Ukraina?

Ilustrasi : Perang dan Organisasi Internasional, Foto Pribadi Penulis
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi : Perang dan Organisasi Internasional, Foto Pribadi Penulis
ADVERTISEMENT
Organisasi internasional identik dengan adanya kerjasama antar negara dalam setiap kegiatannya. Dalam beberapa waktu setelah adanya invasi Rusia ke Ukraina cukup banyak organisasi internasional yang turut menyuarakan suara mereka, ada yang jelas-jelas menolak dan mendukung invasi tersebut. Namun kali ini kita akan lebih membahas terhadap organisasi internasional yang pada dasarnya dulu merupakan organisasi yang netral terhadap urusan geo politik akan tetapi kini mulai turut menyuarakan permasalahan yang sedang marak terjadi berkaitan dengan invasi Rusia ke Ukraina.
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa waktu belakangan kita cukup melihat banyaknya kekecewaan dari masyarakat dunia terhadap adanya standar ganda dari beberapa organisasi internasional dalam menanggapi permasalahan perang lebih tepatnya menyoal kemanusiaan. Kita sebut saja beberapa diantaranya ada FIFA, UEFA, dan yang baru-baru ini sedang hangat dibicarakan adalah Greenpeace.
Semenjak invasinya kepada Ukraina, Rusia lewat federasi sepak bolanya mendapatkan sanksi dari lembaga tertinggi olahraga paling populer yakni FIFA. Bersamaan dengan FIFA, UEFA juga turut memberikan sanksi berupa larangan seluruh elemen sepakbola Rusia baik timnas maupun klub untuk bertanding di kompetisi yang berada di bawah naungan 2 federasi tersebut. Hal tersebut otomatis membuat tim Spartak Moscow misalnya, harus gugur dari fase 16 besar kompetisi Europa League. Bahkan orang-orang yang dianggap memiliki hubungan dekat dengan Vladimir Putin, pemimpin tertinggi di Rusia, juga mendapat desakan untuk hengkang dari dunia sepakbola.
ADVERTISEMENT
Selain itu hal serupa juga terjadi kepada Roman Abramovich, seorang miliarder Rusia serta seorang oligarki Rusia sekaligus pemilik klub sepak bola Chelsea yang harus rela melepas hak kepemilikannya tersebut. Taipan yang menjadi pemilik the blues sejak 2003 tersebut didesak oleh otoritas Inggris yang cenderung memutuskan semua hubungan dengan Rusia.
Selain itu timnas Polandia, bersikap menolak bertanding dalam playoff kualifikasi Piala Dunia 2022 yang diselenggarakan di Rusia bulan Maret ini. Swedia, Ceko, dilanjut timnas Inggris juga menolak melawan timnas Rusia di berbagai ajang. UEFA juga menghentikan kerja sama mereka dengan Gazprom sebagai salah satu sponsor mereka.
Dengan adanya sikap-sikap tersebut muncul banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang timbul dimasyarakat tentang standar ganda yang ada pada organisasi tersebut. Masyarakat seakan mempertanyakan kebijakan standar ganda UEFA dan FIFA yang berani menghukum Rusia, namun tidak mampu melakukan hal sama terhadap Israel yang membombardir Palestina maupun Amerika Serikat ketika menyerang Iraq.
ADVERTISEMENT
Bahkan beberapa contoh kasus pernah mencuat termasuk saat para penggemar Celtic mencoba memberikan dukungan untuk Palestina, namun justru mereka yang terkena hukuman. UEFA tak segan menjatuhkan denda sebesar 145 juta rupiah kepada Celtic atas tindakan suporternya tersebut yang dilakukan pada Agustus 2016 silam. Dalam sebuah pernyataan pada tahun 2016 lalu FIFA malah menyatakan sejalan dengan prinsip umum yang ditetapkan dalam anggaran dasar mereka maka mereka harus tetap netral terkait dengan masalah politik.
Lalu bagaimana dengan masalah yang sekarang terjadi? Bukankah invasi Rusia ke Ukraina juga merupakan masalah geopolitik? Jika memang menyoal kemanusiaan lantas mengapa memberikan tindakan berbeda terhadap masyarakat di negara lain yang mengalami perang?
Kini yang sedang hangat diperbincangkan oleh masyarakat ialah keberadaan organisasi besar yang berfokus terhadap permasalahan lingkungan yakni Greenpeace. Hal ini dikarenakan beberapa waktu lalu pada Kamis, 31 Maret 2022 Greenpeace memblokade dua kapal tanker yang akan melakukan pemindahan minyak asal Rusia di perairan Denmark. Salah satunya merupakan kapal tanker raksasa Pertamina Prime.
ADVERTISEMENT
Greenpeace mengorganisir aksi untuk menyerukan larangan impor bahan bakar fosil dari Rusia, menyusul invasi ke Ukraina. Sebelas aktivis mengendarai kayak atau berenang di perairan es di Frederikshavn. Beberapa dari mereka membawa spanduk yang menyerukan pemerintah untuk 'berhenti melakukan perang'. Greenpeace mengorganisir aksi untuk menyerukan larangan impor bahan bakar fosil dari Rusia akibat invasi ke Ukraina.
Dalam 2 minggu terakhir, Greenpeace Denmark telah melakukan beberapa tindakan terhadap kapal-kapal Rusia yang melakukan transfer minyak, namun ini adalah blokade pertama yang berhasil. Dikarenakan adanya aksi yang dilakukan Greenpeace, sempat akun instagram tersebut diserang oleh banyak netizen yang berkomentar menyoal keberpihakan politik Greenpeace dengan fungsi tujuan utama organisasi tersebut yang berfokus terhadap permasalahan lingkungan.
ADVERTISEMENT
Banyak juga yang mempertanyakan soal standar ganda dari organisasi ini, banyak pula masyarakat yang mempertanyakan keberadaan politik Greenpeace terhadap AS dan sekutunya yang seharusnya juga bertanggung jawab dalam kehancuran alam dan negara timur Tengah.
Dengan adanya standar ganda dari organisasi internasional kini tentu banyak membuat kekecewaan masyarakat. Terlebih terhadap organisasi internasional yang memang sejak awal fokus dari organisasi tersebut bukanlah menyoal masalah politik, akan tetapi kini dengan adanya masalah invasi Rusia ke Ukraina seakan-akan organisasi internasional tersebut berbondong-bondong memberikan suara politiknya. Adanya kekecewaan masyarakat ini akan dapat menimbulkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap organisasi internasional tersebut menurun.