Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Diskriminasi Muslim Uighur Serta Pelanggaran Hukum Humaniter di Xinjiang
26 Desember 2021 7:23 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Andra Kurniawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Uighur merupakan etnis minoritas beragama islam yang hidup di wilayah Provinsi Xinjiang yang terletak di ujung barat China. Dalam sejarahnya, wilayah Xinjiang merupakan wilayah Turkistan Timur yang di mana mempunyai luas wilayah hingga 1,6 juta kilometer persegi atau seperlima dari luas China. Seperti yang kita ketahui, bahwasannya kasus-kasus atas klaim sepihak oleh China di beberapa wilayah yang bukan merupakan hak miliknya ternyata juga dilakukan oleh China di wilayah Turkistan Timur ini dengan mengeklaim wilayah tersebut berdasarkan kepada warisan sejarah yang di mana kita tahu bahwa klaim tersebut tidak mempunyai dasar yang sah serta sengaja menginterpretasikan sejarah secara salah demi memperluas wilayahnya.
ADVERTISEMENT
Pada awal berdirinya negara China, umat muslim diperlakukan layaknya penduduk lainnya dalam hal kebebasan beragama yang mereka anut. Namun, setelah China melakukan revolusi kebudayaan, hal ini justru menimbulkan dampak buruk terhadap populasi umat muslim yang ada di China khususnya Xinjiang. Dalam kronologinya, sejumlah tempat ibadah itu dihancurkan, Al-quran dimusnahkan hingga dilakukannya pelarangan atas ajaran agama oleh kelompok komunis terhadap muslim khususnya etnis Uighur. Dalam beberapa tahun belakangan ini, banyak isu yang muncul terkait pelanggaran hak asasi manusia terhadap muslim Uighur di China Barat. Munculnya isu ini, tidak terlepas dari perlakuan pemerintah China yang melakukan penahanan dan pemaksaan ideologi terhadap etnis Uighur yang pada akhirnya berdampak terhadap etnis Kazakh dan etnis minoritas lainnya yang juga mendapat perlakuan diskriminasi yang sama.
ADVERTISEMENT
Penyebab China Membenci Etnis Uighur hingga Terjadinya Diskriminasi
Selain faktor sumber daya alam yang ada di Xinjiang, pemerintah China menganggap bahwa etnis muslim Uighur tersebut merupakan sebuah ancaman yang dapat memecah kesatuan republik rakyat china di kemudian hari. Seperti yang kita ketahui, china memberikan kebebasan beragama kepada warga negaranya. Namun, sebagai negara komunis khususnya dalam partai komunis, China memberikan penekanan bahwa adanya agama lain dalam keanggotaannya selain agama utama itu merupakan sebuah permasalahan yang menimbulkan ancaman sehingga menimbulkan ketakutan serta ketidaknyamanan.
Oleh sebab itu, China menganggap bahwa orang-orang selain dari keturunan mereka yang mempunyai perbedaan kebudayaan serta keyakinan khususnya islam merupakan sebuah ancaman yang besar terhadap ideologi Partai Komunis China. Ancaman besar bagi kepemimpinan Partai Komunis China tidak hanya berupa tindakan korupsi dan oposisi namun juga terorisme serta separatisme.
ADVERTISEMENT
Kemudian, bagi Partai Komunis China ancaman besar lainnya yang menimbulkan kekhawatiran saat ini adalah kepercayaan terhadap agama dan hal gaib. Sehingga, kepercayaan khususnya terhadap komunisme dan sosialis menjadi hilang. Apabila masyarakat terutama anggota Partai Komunis China mempercayai adanya tuhan maka keyakinan atau pedoman mereka terhadap ideologinya akan tergantikan atau ditinggalkan. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa perlakuan China terhadap muslim Uighur berupa tindakan genosida serta usaha pembersihan etnis secara sistematis ini disebabkan oleh apa yang telah saya jelaskan di atas. Seperti perbedaan keturunan, kebudayaan serta keyakinan yang di mana dalam aspek keyakinan tidak terlepas dari stigma islamofobia yang tersebar di berbagai belahan dunia.
Analisis Hukum Humaniter Internasional Terhadap Pelanggaran Atas Muslim Uighur
Ada banyak pelanggaran terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh pemerintah China terhadap muslim Uighur di Xinjiang, di antaranya seperti pelanggaran kebebasan beragama yang di mana dilakukannya pelarangan beribadah serta ritual keagamaan oleh otoritas pemerintahan China, diskriminasi dalam aspek ekonomi seperti tidak mendapatkan lapangan pekerjaan yang strategis sebagaimana etnis lainnya, serta pembunuhan, penyiksaan, penghancuran fasilitas seperti sekolah dan tempat ibadah hingga pembantaian secara massal. Dalam kasus ini, PBB telah berperan dengan melakukan pembahasan pertama di tahun 2018 yang menghasilkan perintah melalui ICERD agar China melakukan penutupan kamp-kamp dan mengakhiri pengawasan massal terhadap etnis Uighur serta memastikan bahwa warga di Xinjiang sejahtera.
ADVERTISEMENT
Maka dari itu, dalam kasus ini Konvensi Jenewa tahun 1949 mengenai sengketa bersenjata non-internasional dapat dijadikan rujukan atas perlindungan terhadap etnis muslim Uighur. Tindakan yang dilakukan pemerintah China terhadap muslim Uighur di Xinjiang tidak sesuai dengan ketentuan dari Pasal 5 dan Pasal 9 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR), Pasal 7 dan Pasal 9 Kovenan Internasional tentang Sipil dan Hak Politik (ICCPR), Konvensi Menentang Penyiksaan (CAT) serta ketentuan di bawah Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 Statuta Roma 1998. Lalu kemudian pelanggaran penahanan atas dasar merampas hak-hak manusia serta larangan atas agama yang dianut merujuk kepada Pasal 9 ICCPR.
Meskipun China tidak terikat atau tidak meratifikasi Statuta Roma sehingga secara otomatis tidak terikat dengan Mahkamah Pidana Internasional, bukan berarti kejahatan yang dilakukan terhadap etnis Uighur tidak dapat diadili melalui Mahkamah Pidana Internasional. Kasus muslim Uighur dapat ditangani oleh Dewan Keamanan PBB untuk diadili melalui Mahkamah Pidana Internasional dengan memperhatikan empat yurisdiksi.
ADVERTISEMENT
Yurisdiksi pertama yakni material yurisdiksi yang di mana berlandaskan atas jenis kejahatan yang dialami sebagaimana dijelaskan dalam pasal 5 hingga 8 Statuta Roma tahun 1998 maka perlakuan atas etnis Uighur masuk ke dalam kategori kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Yang kedua yakni temporal yurisdiksi, sebagaimana isi pasal 11 statuta roma tahun 1998 maka kasus muslim Uighur dapat diadili melalui Mahkamah Pidana Internasional karena kasus ini terjadi setelah 1 Juli 2002. Yang ketiga yakni teritorial yurisdiksi yang diatur dalam pasal 12 Statuta Roma tahun 1998 mengenai lokasi terjadinya kejahatan dan yang terakhir adalah personal yurisdiksi sebagaimana tercantum dalam pasal 25 Statuta Roma tahun 1998 maka yang bertanggung jawab atas kasus ini merupakan pejabat pemerintahan, komandan baik militer maupun sipil China.
ADVERTISEMENT