Konten dari Pengguna

Feminisme, Islam dan Kemanusiaan : Membumikan Paham Feminisme Islam

Nadief Rahman Harris
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Airlangga
10 Maret 2024 9:50 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nadief Rahman Harris tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
pexels.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Diskursus mengenai feminisme dan Islam kadang masih dihambat oleh jurang kebudayaan. Sebab masih ada stigma bahwa topik ini tabu karena seringkali wacana yang diusung bertentangan dengan nilai dan budaya ketimuran, dalam konteks ini adalah Islam. Keduanya dianggap bertentangan sehingga tidak dapat dipertemukan.
ADVERTISEMENT
Padahal pandangan ini dapat dipahami melalui perspektif islam dan memiliki beberapa persamaan. Misalnya dalam konteks kemanusiaan. Islam sebagai agama memberikan landasan yang kuat bagi keberadaan manusia, dengan menegaskan pentingnya beribadah sebagaimana tercantum dalam Surah Az-Zariyah ayat 56. Lebih dari itu Islam menganggap manusia sebagai insan yang mulia, juga khalifah atau wakil Tuhan di muka bumi.
Menjadi khalifah berarti memiliki peran yang sangat penting dan signifikan dalam keberadaan manusia di planet ini. Konsep ibadah Islam sendiri tidak hanya terbatas pada ritual-ritual keagamaan semata. Sebaliknya, bagian yang tak kalah penting adalah kemanusiaan. Narasi besar yang tercermin dalam al-Quran diwujudkan dalam tindakan nyata yang diperjuangkan oleh Nabi Muhammad Saw.
Narasi Kemanusiaan dalam Ibadah
ADVERTISEMENT
Islam sangat lekat dengan membela kemanusiaan. Pemahaman Ahmad Dahlan atas surat al-Ma'un misalnya, mengajarkan bahwa ibadah ritual akan kehilangan maknanya jika tidak disertai dengan komitmen untuk membantu sesama dalam dimensi sosial. Surat tersebut bahkan menegaskan bahwa orang yang menzalimi anak yatim adalah pendusta agama.
Dalam Tafsir al-Manar oleh Syaikh Muhammad Abduh menegaskan bahwa istilah "yatim" tidak hanya merujuk pada mereka yang kehilangan ayah, tetapi juga pada mereka yang merasa sendirian dan terlantar. Dalam konteks yang lebih luas, konsep ini mencakup semua yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka karena kurangnya dukungan atau perlindungan, baik itu dalam hal ekonomi, sosial, pendidikan, atau dalam segmen lain dari masyarakat yang terpinggirkan.
ADVERTISEMENT
Hingga pada titik ini, tantangan yang dihadapi seorang Muslim tidak semata-mata berkisar pada peningkatan rekuensi dalam ibadah seperti shalat, puasa, haji dan ritual formal lainnya. Lebih dari itu perhatian juga harus diberikan pada kualitas ibadah itu sendiri, karena nilai-nilai spiritual yang diperoleh tidak akan memiliki dampakang signifikan jika terjadi kelalaian terhadap kondisi sosial di sekitar individu Muslim tersebut.
Agama Islam memiliki dimensi yang sangat luas, tidak hanya memenuhi aspek spiritual manusia, namun juga mengakomodasi kebutuhan dasar manusia secara menyeluruh, termasuk kebutuhan fisiologis seperti makanan, minuman, dan kebutuhan primer lainnya.
Mengingat tidak semua individu mampu memenuhi kebutuhan mereka sendiri, banyak perintah dalam agama Islam yang sangat menekankan pada aspek kemanusiaan, seperti zakat, infaq, sadaqah serta membantu mereka yang membutuhkan seperti anak yatim, janda, dan orang-orang yang kurang mampu secara ekonomi.
ADVERTISEMENT
Al-Quran telah memberikan petunjuk yang jelas tentang tugas manusia di dunia ini, yakni untuk saling membantu sesama sebagai bentuk ibadah kepada Tuhan. Terutama kepada mereka yang berada dalam situasi marginal dan yang terpinggirkan. Perintah-perintah ini memunculkan konsep kerja sosial dalam masyarakat Islam untuk terus berupaya memperbaiki kondisi kehidupan manusia dan membangun peradaban yang lebih baik.
Memahami Feminisme
Pertemuan Feminisme dan Islam ada pada unsur liberasi (pembebasan). Feminisme berfokus pada pembebasan kaum perempuan. Sedangkan di dalam Islam, pemahaman atas Surah al-Maun menyerukan untuk membela dan orang-orang yang tertindas.
Keduanya sama dalam tujuan, namun berbeda dalam cara. Artinya, pendekatan feminisme sendiri dapat menjadi salah satu alternatif pendekatan untuk memahami dan mengkaji ketertindasan yang dialami oleh perempuan. Sedangkan pemahaman keislaman dapat menggunakan perspektif Asma Barlas dalam bukunya Believing Women In Islam. Asma Barlas berfokus pada metodologi hermeneutika dalam menafsirkan Al-Quran dibanding Tafsir ibn kasir yang membuat stigma seolah perempuan merupakan sub-ordinasi dari laki-laki.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari beberapa produk pemikirannya yang dianggap kontroversial, feminisme sudah berupaya memberikan kontribusi besar terhadap pemikiran tentang kesetaraan gender dan keadilan. Feminisme juga telah berusaha membangkitkan kesadaran akan pentingnya mempertimbangkan posisi gender dalam masyarakat.
Ada pandangan yang menganggap bahwa Islam telah memberikan perlakuan yang adil dan memuliakan perempuan secara menyeluruh, sehingga pandangan seperti feminisme dianggap tidak perlu. Pandangan semacam itu tidak hanya keliru, tetapi juga menunjukkan ketidakmampuan untuk memahami kompleksitas dunia yang terus berubah.
Dunia ini terus berubah dan berkembang dengan cepat, bahkan dalam ilmu sosial diajarkan bahwa dunia berubah setiap saat. Perubahan ini menciptakan dinamika dan tuntutan yang berbeda-beda, yang kemudian memunculkan respon seperti feminisme, menjadi suara bagi mereka yang merasa tertindas oleh struktur budaya patriarkis.
ADVERTISEMENT