Kepak Sayap Anak-anak Asuh Budi Terganjal Akta Kelahiran dan Birokrasi

16 Januari 2017 9:43 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Peggy Soehadi dan anak-anak Panti Asuhan Roslin. (Foto: Dokumentasi pribadi Budi Soehardi)
Gagal terbang. Itulah yang terjadi pada anak-anak Panti Asuhan Roslin di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Mereka batal tampil unjuk kebolehan di Singapura lantaran sulit mendapatkan akta kelahiran.
ADVERTISEMENT
Tak ayal, pendiri dan pengelola Panti Asuhan Roslin, mantan pilot Singapore Airlines Budi Soehardi, kecewa berat. Ia mengungkapkan kekecewaannya melalui postingan di akun Facebook-nya 3 Januari lalu.
Dalam postingannya, Budi mengatakan anak-anak Panti Asuhan Roslin gagal berangkat ke Singapura karena tidak memiliki akta kelahiran untuk membuat paspor.
Padahal, semua biaya perjalanan telah dijamin dan ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah Singapura. Anak-anak Panti Asuhan Roslin pun ingin pergi ke Singapura, yang salah satunya untuk misi kebudayaan, yakni memperkenalkan budaya NTT di Negeri Singa.
Selusin anak Panti Asuhan Roslin pada Agustus 2016 mendapat undangan pentas dari Singapore International Foundation (SIF). Tiket pesawat, makanan, penginapan, dan wisata sudah disediakan oleh SIF.
“Anak-anak Panti Asuhan Roslin itu kualitasnya bagus ketika menyanyi dan menari. Dan SIF ingin bekerja sama dengan kami to create an awareness, a fellowship, among ASEAN members. Jadi mereka minta Panti Roslin untuk tampil di Singapura,” ujar Budi kepada kumparan di La Moda, Plaza Indonesia, Jakarta, Sabtu (7/1).
ADVERTISEMENT
Budi mengibaratkan kemampuan seni anak-anak asuhnya di Panti Roslin seperti orang-orang Afro-Amerika yang memiliki talenta vokal dan gerak tubuh khas.
Budi lantas menceritakan upaya keras dan kesulitannya dalam membuatkan akta kelahiran bagi anak-anak asuhnya.
“Saya dari akhir Juni 2016 itu minta ketemu bupati. Saya butuh bertemu untuk buatkan akta untuk bikin paspor untuk acara Agustus 2016 di Singapura,” kata Budi.
Hanya dua bulan waktu yang dimiliki Budi untuk membereskan soal akta itu. Bupati berkata padanya, “Oh waktunya banyak, Pak Budi.”
“Dari kantor bupati saya disuruh ke kantor kependudukan. Dari kantor kependudukan, saya disuruh ke kantor imigrasi. Dan dari kantor imigrasi terus ke mana-mana, akhirnya ke pengadilan,” ujar Budi, mengisahkan birokrasi berbelit yang ia hadapi.
ADVERTISEMENT
Pengadilan pun tak bisa memberikan jawaban dan solusi.
“Di pengadilan, mereka juga enggak ngerti harus bagaimana. Kepala pengadilannya bilang akan rapat dengan semua jaksa, semua hakim, akan brainstorming bagaimana caranya membuatkan akta untuk anak-anak Pansti Asuhan Roslin, dan katanya akan memberitahu saya bagaimana keputusannya. Tapi sampai sekarang enggak ada berita,” ujar Budi.
Budi pusing tujuh keliling. Total sudah setengah tahun lebih ia habiskan untuk mengupayakan akta kelahiran bagi anak-anak asuhnya. Tapi sampai sekarang belum ada hasilnya.
Saat ini dari 138 anak di Panti Asuhan Roslin, ada sekitar 90 yang tidak memiliki akta kelahiran.
Kesulitan Budi dalam membuatkan akta kelahiran adalah karena banyak anak asuhnya yang tidak diketahui asal-usul orang tua maupun keluarga mereka.
ADVERTISEMENT
“Ada anak-anak yang kami enggak tahu asal-usulnya. Kalau anak-anak ditinggal di depan pagar (Panti Asuhan) waktu bayi, kan kami enggak tahu. Terus ada ibu-ibu datang bawa anak. Anaknya lagi main-main di ayunan, ibunya kabur,” kata Budi, mencontohkan beberapa kejadian pada anak yang kini ia tampung.
Mayoritas anak yang masuk Panti Asuhan Roslin ialah bayi-bayi terlantar. Ibu mereka meninggal saat melahirkan, sedangkan sang ayah tak ketahuan ada di mana.
“Bapaknya tidak pernah sekalipun nengok. Bahkan saudaranya enggak ada yang pernah nengok,” ujar Budi yang sebagian rambutnya telah memutih itu.
Sungguh sedih nasib anak-anak itu. Tak diinginkan keluarga sendiri. Tak heran, Budi yang berhati lembut merawat mereka semua.
Ilustrasi akta kelahiran. (Foto: kemendagri.go.id)
Belakangan saat sedang di Jakarta, Budi menerima informasi baru dari seorang kenalannya tentang cara memperoleh akta kelahiran. Kenalan Budi itu menjelaskan, sebenarnya sekarang sudah ada peraturan baru untuk mempermudah seseorang membuat akta kelahiran.
ADVERTISEMENT
Aturan itu adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Peningkatan Cakupan Kepemilikan Akta Kelahiran yang ditetapkan sejak 24 Februari 2016.
Pasal 3 ayat 2 peraturan tersebut menyebutkan, kelahiran anak yang tidak diketahui asal-usulnya atau keberadaan orang tuanya dapat dilakukan dengan melampirkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari Kepolisian atau menggunakan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) kebenaran data kelahiran yang ditandatangani oleh wali atau penanggung jawab.
Berdasarkan peraturan itu, mestinya Budi tak perlu lagi disuruh pergi ke Flores untuk mencari orang tua salah satu anak asuhnya yang kebetulan memiliki nama seperti orang Flores.
Tapi, menurut Budi, Permendagri Nomor 9 Tahun 2016 tampaknya belum tersosialisasikan dengan baik kepada para pejabat dan pegawai pemerintah daerah di Kupang.
ADVERTISEMENT
“Bahkan katanya (kenalan saya), di sekitar Jakarta saja banyak orang pemerintah yang belum tahu peraturan itu ada. Jadi enggak bisa disalahkan juga mereka (pegawai pemerintah daerah di Kupang),” kata Budi, mencoba memahami.
Hal ini, ujar Budi, seharusnya menjadi catatan dan pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk menyosialisasikan peraturan baru secara lebih cepat dan lebih baik.
Budi Soehardi bersama salah satu anak asuhnya. (Foto: Dokumentasi pribadi Budi Soehardi)
Panti Asuhan Roslin ialah buah kasih Budi dan istrinya, Peggy, untuk anak-anak terlantar. Untuk mereka yang tak beruntung dan terlunta-lunta.
Budi dan Peggy yang dikaruniai tiga anak, merintis pembangunan Panti Asuhan Roslin di Kupang sejak Desember 1999. Saat itu Budi masih berdomisili di Singapura.
Namun jarak 2.531 kilometer Singapura-Kupang tak menghalangi niatnya untuk membantu anak-anak korban konflik Timor Timur yang mengungsi ke NTT.
ADVERTISEMENT
Atas kiprahnya mendirikan Panti Asuhan Roslin itu pula, Budi meraih penghargaan sebagai salah satu dari The Top 10 CNN Heroes pada tahun 2009.
Budi Soehardi menjadi pembicara di Singapura. (Foto: Dokumentasi pribadi Budi Soehardi)
Singapura punya tempat tersendiri dalam kehidupan Budi. Pria yang dulu bekerja sebagai pilot Singapore Airlines itu sempat tinggal lama di Singapura, sering bekerja sama dengan orang-orang Singapura, dan aktif terlibat dalam berbagai kegiatan sosial di Singapura.
“Misalnya waktu tsunami (Aceh 2004), saya dan teman-teman (di Singapura), dimulai dari email saya, dalam waktu 21 hari mampu mengumpulkan dan mengirimkan empat kontainer bantuan. Satu kontainer berisi 40 ton (logistik bantuan),” kata Budi.
“Dari situ, mereka (teman-teman di Singapura) tahu saya. Termasuk teman-teman kantor saya Singapore Airlines, juga teman-teman di gereja, teman-teman dari berbagai kegiatan. Sebab kalau ada charity di Singapura, saya selalu terlibat,” ujar Budi.
ADVERTISEMENT
Aktivitas sosial Budi menjadi perhatian media lokal dan ia sempat diwawancarai televisi Singapura pada 2006. Makin banyak warga Negeri Singa yang kenal Budi.
Mereka akhirnya juga tahu keberadaan Panti Asuhan Roslin di Kupang yang didirikan dan dikelola Budi. Dan datanglah undangan dari Singapore International Foundation untuk 12 anak asuh Budi di Panti Roslin --yang akhirnya tak dapat dipenuhi karena persoalan akta itu.
Panen buah nangka di Panti Asuhan Roslin. (Foto: Dokumentasi pribadi Budi Soehardi)
Panti Asuhan Roslin, berkat aktivitas sosial sang pendiri di Singapura, kerap kedatangan tamu dari Singapura. Tiap tahun, ada saja mahasiswa-mahasiwa dari universitas-universitas di Singapura seperti Singapore Management University, Nanyang Technological Singapore, dan Nanyang University of Singapore, yang singgah ke Panti Roslin.
Budi mengatakan, pemerintah Singapura sengaja mengirimkan anak-anak muda mereka berkunjung ke Panti Asuhan Roslin untuk memberikan pengalaman dan wawasan baru. Menurutnya, pemerintah Singapura ingin mahasiswa-mahasiswa mereka tak cuma punya intelektualitas yang prima, tapi juga hati yang hangat dan tulus membantu sesama.
ADVERTISEMENT
Maka akan-anak Panti Asuhan Roslin menyambut kedatangan tamu-tamu Singapura itu tiap tahunnya dengan senang hati.
Peristiwa lucu kadang terjadi saat mahasiswa-mahasiswa Singapura itu datang.
“Mereka saya bawa turun ke ladang, lalu melihat ayam kampung. Mereka anggap itu burung cenderawasih karena bulunya warna-warni. Padahal cuma ayam kampung. Mereka foto-foto dan videokan ayam itu,” kata Budi, tertawa.
Mahasiswa Singapura mengunjungi Panti Roslin. (Foto: Dokumentasi pribadi Budi Soehardi)
Bukan cuma mahasiswa yang bertandang ke Panti Asuhan Roslin, tapi juga rekan-rekan Budi di Singapore Airlines. Sungguh semarak.
Budi memang tak mengendorkan aktivitas sosialnya di Singapura meski ia sudah pensiun dari tugas pilot di Singapore Airlines.
“Jadi sampai sekarang, teman-teman saya di Singapura juga tetap saja suka ikut bantu dan berkegiatan di panti,” kata Budi yang kini berusia 60 tahun.
ADVERTISEMENT
Ah, selalu ada tempat dan teman bagi mereka yang berhati hangat.
Terima kasih Pilot Budi. Jangan lelah berjuang. Semoga akta kelahiran segera didapat semua anak asuhmu demi masa depan cerah mereka.
Lebih dekat dengan Budi di kisah berikut:
Senyum Budi saat berbincang dengan kumparan. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)