Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Pemerintah Mengaku Tak Melunak Meski Beri Lagi Izin Ekspor Freeport
6 April 2017 11:55 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
ADVERTISEMENT
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah memberikan izin ekspor konsentrat kepada PT Freeport Indonesia (PTFI). Hal ini dilakukan setelah Freeport sepakat untuk mengubah status dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sementara.
ADVERTISEMENT
Penetapan IUPK sementara tersebut terhitung mulai 10 Februari 2017 hingga 10 Oktober 2017.
Atas keputusan ini, banyak komentar yang menyebut pemerintah bersikap tidak konsisten dan justru melunak terhadap Freeport. Lalu apa tanggapan pemerintah?
Staf Khusus Menteri ESDM, Hadi M Djuraid mengungkapkan, pada dasarnya dalam berunding dengan Freeport, Kementerian ESDM mengacu dan berpedoman pada Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 dan PP No. 1 Tahun 2017. Atas dasar itu, posisi dan sikap Kementerian ESDM adalah menggunakan perundingan untuk memastikan Freeport mengubah status dari KK menjadi IUPK dengan syarat kelangsungan operasi produksi, membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter), dan divestasi saham hingga 51 persen.
ADVERTISEMENT
"Tiga poin tersebut tidak bisa ditawar dan dinegosiasi. Yang bisa dirundingkan adalah bagaimana implementasinya," kata Hadi kepada kumparan (kumparan.com), Kamis (6/4).
Pada kesempatan tersebut, Hadi menyatakan sikap awal Freeport adalah menolak keras aturan baru ini. Bahkan sempat ada keinginan Freeport membawa masalah ini ke Badan Arbitrase Internasional. Namun upaya ini ditunda karena kedua belah pihak sepakat mengadakan perundingan yang dimulai Februari 2017.
Disebutkan Hadi, baik Freeport maupun pemerintah sepakat membagi perundingan dalam dua tahap, yaitu perundingan jangka pendek dan perundingan jangka panjang. Jangka waktu perundingan adalah enam bulan, terhitung sejak Februari 2017.
Fokus perundingan jangka pendek adalah perubahan KK menjadi IUPK. Perubahan KK menjadi IUPK menjadi prioritas karena akan menjadi dasar bagi perundingan tahap berikutnya. Di samping itu, IUPK memungkinkan operasi Freeport di Timika, Papua, kembali normal sehingga tidak timbul ekses ekonomi dan sosial berkepanjangan bagi masyarakat Timika khususnya dan Papua umumnya.
ADVERTISEMENT
Setelah empat pekan berunding, Freeport akhirnya sepakat menerima IUPK. Meski demikian Freeport meminta perpanjangan waktu perundingan dari enam bulan sejak Februari menjadi delapan bulan sejak Februari. Kementerian ESDM menyepakati permintaan tersebut, sehingga waktu tersisa terhitung sejak April ini adalah enam bulan.
"Enam bulan adalah waktu tersisa untuk perundingan jangka panjang, meliputi pokok bahasan stabilitas investasi yang dituntut Freeport sebagai syarat menerima IUPK, kelangsungan operasi Freeport, dan divestasi saham 51 persen," paparnya.
Sesuai PP No. 1/2017, pemegang IUPK bisa mengajukan rekomendasi ekspor konsentrat untuk enam bulan, dengan syarat menyampaikan komitmen pembangunan smelter dalam lima tahun, membayar bea keluar yang ditetapkan Menteri Keuangan, dan divestasi saham hingga 51 persen. Poin tentang divestasi akan masuk dalam pembahasan jangka panjang.
ADVERTISEMENT
Progres pembangunan smelter akan diverifikasi oleh verifikator independen setelah enam bulan. Jika hasil verifikasi menunjukkan progres pembangunan smelter tidak sesuai dengan rencana yang telah disetujui Kementerian ESDM, maka rekomendasi ekspor akan dicabut.
"Ketentuan tersebut berlaku untuk semua pemegang IUPK, tanpa kecuali. Prosedur ini telah ditempuh pemegang KK lainnya yang telah beralih ke IUPK, yaitu PT Amman Mineral Nusa Tenggara (d/h Newmont)," sebutnya.
Dengan demikian jelas bahwa landasan operasi Freeport dalam enam bulan ke depan adalah IUPK.
Alhasil target perundingan jangka pendek telah tercapai, termasuk kembali normalnya operasi Freeport di Timika sehingga ekses sosial dan ekonomi yang terjadi sejak pelarangan ekspor pada 12 Januari 2017 tidak meluas dan berkepanjangan.
ADVERTISEMENT
Perundingan tahap kedua akan dimulai pekan kedua April, dengan landasan yang kokoh, yaitu IUPK. Perundingan melibatkan instansi/lembaga terkait, di antaranya Kemenkeu, BKPM, Kemendagri, Pemrov Papua -termasuk di dalamnya Pemkab Timika dan wakil masyarakat adat di Timika.
Apabila setelah enam bulan ke depan tidak tercapai kesepakatan terkait poin-poin perundingan jangka panjang di atas, Freeport bisa kembali ke status awal yaitu KK dengan konsekuensi tidak bisa melakukan ekspor konsentrat.
"Dengan demikian cukup jelas dan gamblang bahwa pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM konsisten pada komitmen mewujudkan hilirisasi mineral, serta memperkuat kedaulatan nasional melalui kepemilikan 51 persen saham," jelasnya.