Konten dari Pengguna

Jakmania dan Bobotoh Lebih Cinta Klubnya Dibanding Kekerasan

Wisnu Prasetiyo
Wartawan kumparan
10 Juli 2019 10:56 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wisnu Prasetiyo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kolase Jakmania dan Bobotoh Foto: Fanny Kusumawadhani/kumparan & VikingPersib.com
zoom-in-whitePerbesar
Kolase Jakmania dan Bobotoh Foto: Fanny Kusumawadhani/kumparan & VikingPersib.com
ADVERTISEMENT
"Ngapain sih, setiap jelang laga Persija vs Persib, kerusuhan suporter berulang-ulang dibahas? Bosen tahu ah."
ADVERTISEMENT
Demikian celetukan netizen yang (mungkin saja) sudah kadung pesimistis melihat perseteruan panjang Jakmania dan Bobotoh. Atau bisa jadi sebaliknya, dia bicara seperti itu karena tidak mengerti bahwa 'fanatisme' bukan lagi sebagai bumbu, melainkan bahan utama di setiap pertandingan dua klub berjuluk macan ini.
Haringga Sirla (Jakmania), (semoga) menjadi korban terakhir dari ribut-ribut tak berujung Jakmania dan Bobotoh. Sebelumnya, ada dua Bobotoh bernama Ricko Andrean dan Rangga, yang lebih dulu menjemput maut jelang duel Persija vs Persib.
Berkali-kali juga, segenap pencinta sepak bola, pemerintah, hingga pengurus liga berteriak, "Semoga dia menjadi korban terakhir. Tidak ada yang lebih mahal dari nyawa manusia".
Jargon yang powerfull. Namun, tidak untuk oknum-oknum bajingan yang merusak indahnya sepak bola negeri kita.
ADVERTISEMENT
Ya buktinya, masih saja terjadi dan terus berulang. September 2018 tentu bukan tempo yang lama untuk kita kenang sebagai momen buruk yang lagi-lagi membuat sepak bola jadi ajang adu 'keren' oknum-oknum suporter.
Saat itu, Haringga tewas seketika akibat dikeroyok oknum suporter berbaju biru-biru. Identik dengan Bobotoh.
Tapi sekali lagi, bagi saya, penikmat sepak bola Indonesia sejak usia 5 tahun, mereka bukan bagian dari Bobotoh.
Pendapat ini juga diamini oleh adik dari almarhum Rangga, yakni Cakra. Dia punya mimpi ingin menonton duel bebuyutan ini langsung di Jakarta.
"Saya yakin mereka bukan The Jak (Jakmania). Saya menyebutnya oknum tidak bertanggung jawab. Saya yakin suporter tidak akan pernah tega berbuat sejauh itu ke kakak saya. Saya kalau boleh jujur masih bermimpi, suatu saat, The Jak dan Bobotoh bisa satu tribune," kata Cakra saat diwawancarai kumparan.
ADVERTISEMENT
Sebuah Eksperimen Sederhana
Hipotesis ini kemudian saya uji. Tapi, saya tak senekat itu untuk memakai jersi Persib Bandung untuk nonton pertandingan ke GBK hari ini.
Sebab, tentu menghindari oknum seperti yang tadi saya sebutkan lebih bijak dibanding hanya untuk membuktikan teori.
Jadi begini, saya masuk ke grup-grup kelompok suporter Persib maupun Persija di media sosial. Grupnya terbuka, siapa saja yang ingin dan di-approve pembuat grupnya, boleh masuk. Tanpa harus berinteraksi.
Jelang duel keras sore ini, percakapan di grup-grup itu sangat ramai. Kedua belah pihak sama-sama saling membakar dan memotivasi klub kesayangannya agar menang.
Gambaran singkatnya seperti ini.
Di grup Bobotoh terkesan lebih ramai. Maklum saja, Persib kini dalam sorotan usai tak pernah menang dalam lima laga terakhirnya. Teraktual, mereka dipecundangi Persebaya empat gol tanpa balas.
ADVERTISEMENT
Kebanyakan dari mereka mengejek-ejek manajemen jelang duel klasik itu. Mengultimatum agar mereka bisa memotivasi para pemain supaya bisa menang di kandang 'Macan Kemayoran'.
Mereka juga meminta manajemen merombak skuad 'Maung Bandung' yang dinilai tak maksimal. "Banyak sponsor tapi tim butut," kira-kira begitu salah satu keluhan mereka.
Bobotoh juga sering kali menyebut nama Jonathan Bauman dan In Kyun Oh. Mereka menduga, keputusan melepas dua pemain ini menjadi pangkal jebloknya performa Persib di awal musim.
Sering kali, mereka juga membandingkan kualitas Artur Gevorkyan dengan Bauman. Atau, In Kyun dengan Rene Michelic.
Jonathan Bauman menanduk bola dalam laga Persib Bandung vs Arema FC. Foto: Raisan Al Farisi/Antara
Hal ini memang bisa dimaklumi. Tanpa Bauman, juru gedor utama Persib hanya Ezechiel Ndouasell yang dinilai mandul, karena baru mencetak satu gol dari 6 pertandingan. Satu gol itu pun lewat titik putih.
ADVERTISEMENT
Sementara Artur lebih sering menghangatkan bangku cadangan di beberapa pertandingan terakhir.
Jauh apabila membandingkan mereka berdua dengan duet Eze dan Bauman musim lalu. Total, jika digabung, Eze dan Bauman berhasil mencetak 29 gol.
"Tengah musim, manajemen harus beli pemain bagus. Percuma pelatih sekelas Rene Alberts kalau pemainnya butut," seru seorang Bobotoh di grup itu.
Sekeras-kerasnya nyinyiran terkait Persija vs Persib adalah meng-upload poster pertandingan dengan mengganti nama Persija dengan 'Tim Eta".
"Pokoknya Persib harus menang lawan 'Tim Eta'. Kalau enggak Bobotoh bakal kosongin stadion," cetus Bobotoh.
Tidak ada sampai yang berniat merencanakan kerusuhan. Tak ada juga yang men-setting kekerasan atau memprovokasi berlebihan.
Mereka lebih peduli dan memikirkan bagaimana Persib bisa berprestasi lagi. Maka dari itu, manajemenlah yang kebanyakan menjadi sasaran.
ADVERTISEMENT
Oke, kalau begitu bagaimana dengan Jakmania? Ceritanya agak lain.
Kebanyakan dari mereka menggaungkan nada-nada optimisme bisa menjungkalkan 'Pangeran Biru'. Bahkan ada yang sesumbar, Bambang Pamungkas bisa saja hattrick di laga sore ini.
Mereka juga berniat untuk mengheningkan cipta terlebih dahulu untuk mengenang kematian Haringga Sirla.
Haringga Sirla.
Yang mengejutkan, ada salah satu dari celetukan Jakmania yang menginginkan Bobotoh tetap diberi slot bangku di GBK.
"Sebenarnya ya enggak masalah juga mereka (Bobotoh) ke sini. Kami meyakini kami bisa damai. Asal mereka juga tidak aneh-aneh. Kalau ada yang sok-sokan pengin ribut itu pasti bukan Jakmania," seru Jakmania itu.
Omongan Jakmania itu mendapat respons positif dari member grup. Ada sekitar 1.200 likes dan ratusan komentar positif di sana.
ADVERTISEMENT
Namun, impian Jakmania dan Bobotoh untuk satu tribune hari ini belum bisa terwujud. Sebab, polisi sudah mengeluarkan langkah antisipatif dengan melarang Bobotoh ke Jakarta.
Ya, menurutku, impian itu bukan mustahil. Bisa terjadi kapan saja.
Pada akhirnya, saya merasa, rivalitas Jakmania dan Bobotoh ibarat oksigen dalam darah. Tidak bisa dihapus.
Namun, soal fanatisme buta yang berujung kekerasan, sepertinya kita pencinta sepak bola Indonesia boleh menaruh harap bisa habis masa berlakunya.
Toh, Jakmania dan Botoboh lebih mencintai tim kesayangannya dibanding sensasi. Dibanding harus (lagi-lagi) mengorbankan nyawa.