Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.8
Konten dari Pengguna
Peran Sastra di Timur Tengah: Gerakan Perlawanan Mahmoud Darwish
29 Maret 2025 11:35 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Cahaya Mulyani Sakti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sastra dalam Sejarah Peradaban Timur Tengah dan Islam
Dalam perjalanan sejarah peradaban Timur Tengah dan Islam, sastra memiliki peran penting, tak hanya menjadi sarana ekspresi seni, tetapi juga alat politik, sosial, dan keagamaan yang membentuk identitas dan dinamika masyarakat di kawasan. Salah satu peran krusial sastra adalah sebagai penjaga sejarah dan identitas budaya. Dalam berbagai karya, sastrawan telah merekam nilai-nilai budaya dan diteruskan dengan tradisi lisan.
ADVERTISEMENT
Salah satu bukti peran sastra dalam sejarah pada pra-Islam atau jahiliyyah adalah Mu’allaqāt, yang menggambarkan nilai-nilai kehormatan, keberanian, dan kehidupan suku Arab. Mu‘allaqāt (المعلقات) merupakan kumpulan puisi klasik Arab masa jahiliyyah yang dinilai sebagai karya sastra tertinggi dalam tradisi puisi Arab. Kata Mu‘allaqāt itu sendiri memiliki arti 'digantung' atau 'yang terpajang', sebab menurut sejarahnya, puisi-puisi ini ditulis dengan tinta emas dan digantung di Ka’bah sebagai simbol keunggulan sastra Arab.
Dari zaman Rasulullah, beberapa penyair dikenal dalam dakwah unik mereka melalui puisi, seperti Hasan bin Tsabit. Hasan dikenal sebagai 'Penyair Rasulullah', karena puisinya digunakan untuk membela Islam dan melawan propaganda kaum Quraisy. Hasan merupakan penyair Islam pertama yang menggunakan sastra sebagai alat perjuangan. Puisinya menjadi bukti bahwa sastra sebagai produk budaya dapat menjadi media dakwah, perlawanan, dan pembelaan terhadap kebenaran.
ADVERTISEMENT
Sastra di Timur Tengah dan sejarah perkembangan Islam tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai instrumen yang membentuk identitas, mempertahankan sejarah, dan memperjuangkan perubahan sosial. Dari sejarah Hasan sang penyair Rasulullah, sastra dapat digunakan sebagai alat perlawanan, sekaligus mengkritik ketidakadilan sosial, yang pada perkembangannya dapat digunakan untuk menentang kolonialisme, dan represi politik.
Sastra Perlawanan Mahmoud Darwish
Mahmoud Darwish, seorang penyair, penulis, dan intelektual Palestina yang dikenal sebagai salah satu Penyair Perlawanan, sekaligus ikon utama dalam gerakan sastra perlawanan atau adab al-muqawamah Palestina. Karya-karyanya tak hanya menumpahkan estetika, tetapi juga menjadi sarana perjuangan politik dan simbol identitas nasional Palestina yang diduduki.
Darwish merupakan sastrawan Timur Tengah yang kerap melakukan kritik terhadap penjarahan sebagian wilayah Palestina melalui karya sastranya. Sastrawan bernama lengkap Mahmoud Salem Darwish ini lahir pada tahun 1942 dalam sebuah keluarga yang tinggal Birwah, Akka, Galilea, di bagian utara wilayah Palestina yang kini diduduki Zionis Israel. Pada tahun 1948, seluruh keluarganya menjadi bagian dari eksodus pengungsi Palestina yang terpaksa menghabiskan satu tahun di sebuah kamp pengungsi yang dikelola oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Lebanon.
ADVERTISEMENT
Darwish mulai menulis puisi saat masih bersekolah. Kumpulan puisinya yang pertama terbit pada tahun 1960, saat berusia 19 tahun. Dengan kumpulan puisi keduanya yang berjudul Olive Leaves atau Awraq al-Zaytun pada tahun 1964, Darwish mendapatkan reputasi sebagai salah satu penyair perlawanan terkemuka di Palestina. Alim dalam Hamzah & Barunnawa (2021) menyatakan bahwa Darwish telah menerima beberapa penghargaan internasional di antaranya Lotus Prize (1969) dari Persatuan Penulis Afro-Afrika, Ibn Sina Prize (1982), Lenin Peace Prize (1983), Bintang kehormatan France’s Knight of and Belles Lettres (1960), dan lain sebagainya.
Puisinya yang berjudul Identity Card atau Bitaqat Hawiyyah menjadi seruan perlawanan di hadapan para penjajah yang telah berusaha mengabaikan keberadaan Arab-Palestina di tanah air mereka. Darwish menyadari puisi dapat menjadi ancaman karena betapa kuatnya pengaruh sebuah kata, hal ini disebabkan bahwa otoritas militer Israel sering mengintimidasinya karena menulis dan membacakan puisi yang mengekspresikan rasa identitas Arab dan Palestina yang kuat, menunjukkan rasa nasionalisme rakyat Palestina, yang dilatar belakangi oleh hari-hari yang dialaminya dalam jeruji besi dan tahanan rumah.
Bergabung bersama Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Darwish dikenal sebagai penulis pidato Yasser Arafat di Majelis Umum PBB pada tahun 1974. Pada tahun 1988, Darwish terpilih menjadi anggota Komite Eksekutif PLO, tetapi di tahun1993, Darwish mengundurkan diri dari komite ini sebagai protes terhadap Perjanjian Oslo yang ditandatangani antara Gerakan Nasional Palestina, PLO, dan Israel yang diharapkan menciptakan negara Palestina yang berkelanjutan atau perdamaian yang abadi, tetapi justru membuka jalan bagi eskalasi konflik.
ADVERTISEMENT
Sejarah mencatat bahwa gerakan sastra perlawanan lahir sebagai respons terhadap penjajahan, penindasan, dan perampasan hak-hak rakyat Palestina. Sastra digunakan dalam rangka menguatkan identitas nasional di tengah upaya penghapusan budaya Palestina. Adanya karya sastra membantu membangkitkan kesadaran politik melalui simbolisme dan metafora. Dalam berbagai karyanya, Darwish telah mengabadikan sejarah Palestina yang sering dihapus atau diklaim oleh pihak Zionis yang tidak bertanggung jawab.
Puisi-puisi Darwish erat kaitannya dengan tema kehilangan tanah air dan nostalgia seperti yang telah tertulis dalam puisi fenomenalnya, Identity Card (1964) yang menumpahkan perasaannya terhadap bagaimana identitas Palestina (Arab) yang terancam oleh kebijakan Zionis. Berbagai simbolisme perlawanan dituliskan Darwish dalam bentuk anggunnya metafora, seperti penggunaan kata tanah, laut, angin, rumah, jeruk, kopi, roti, dan pohon zaitun sebagai representasi Palestina.
ADVERTISEMENT
Karya Darwish juga dikenal dengan karakteristik yang kuat, yaitu bahasa yang puitis dan metaforis, menggabungkan unsur budaya, sejarah, mitologi, dan realitas politik. Darwish dikenal oleh para penggemarnya melalui gaya ekspresif yang penuh emosi, mencerminkan perasaan kehilangan, kerinduan, dan harapan terhadap tanah air.
Kritik Darwish dalam Karyanya
Puisi Bitaqat Hawiyyah atau Kartu Identitas karya Darwish tak hanya memberikan makna penguatan identitas, tetapi juga kritik penolakan terhadap pengasingan. Dalam puisi tersebut terdapat penggalan:
Negaraku bukanlah sebuah koper,
dan aku bukanlah seorang pelancong
ADVERTISEMENT
Darwish menjelaskan bahwa pernyataan ini mencerminkan penolakan terhadap konsep pengusiran dan diaspora yang dialami oleh rakyat Palestina. Dalam banyak kasus, rakyat Palestina terpaksa meninggalkan rumah mereka dan hidup di pengasingan. Dengan mengatakan ‘I’m not a traveler,’ Darwish menegaskan bahwa ia tidak ingin menjadi orang yang terpaksa berpindah tempat, melainkan ingin menjadi bagian dari tanah airnya. Hal ini mengungkapkan rasa kehilangan yang mendalam dan kerinduan untuk kembali ke rumah.
Dengan menegaskan bahwa ‘saya bukan seorang pelancong,’ Darwish menanggapi ideologi dominan yang membingkai rakyat Palestina sebagai orang-orang yang tidak memiliki tanah air tetap, yang terusir dan hidup dalam pengasingan. Darwish mengajak pembaca untuk melihat bahwa penolakan terhadap pengusiran bukan sekadar keinginan pribadi, tetapi juga pernyataan politik yang menuntut pengakuan atas eksistensi dan hak-hak kedaulatan Palestina. Puisi Darwish tidak hanya berbicara tentang kerinduan pribadi terhadap rumah yang hilang, tetapi juga mengungkapkan resistansi terhadap ideologi yang menormalisasi pengusiran dan pengasingan rakyat Palestina. Hal ini memperkuat pesan bahwa identitas dan tanah air Palestina adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan, dan rakyat Palestina berhak untuk kembali ke rumah mereka, baik secara fisik maupun simbolik.
ADVERTISEMENT
Darwish secara eksplisit mengaitkan identitas nasional Palestina dengan tanah airnya dalam metafora ‘Palestina bukan koper’ yang menegaskan bahwa tanah air bukanlah sesuatu yang bisa dipindahkan atau disingkirkan begitu saja. Tanah air Palestina bukan sekadar tempat tinggal fisik, melainkan ruang simbolik yang terhubung dengan perlawanan terhadap penjajahan dan penindasan.
Dengan demikian, puisi ini bukan hanya sebuah ekspresi pribadi Darwish, tetapi juga menjadi alat wacana yang kuat untuk membentuk dan menyuarakan identitas Palestina sebagai entitas yang tidak bisa dipisahkan dari perjuangan melawan kolonialisme dan untuk menegaskan kembali keberadaan rakyat Palestina di tengah-tengah proses dehumanisasi yang terjadi.
ADVERTISEMENT
Setelah mengalami beberapa operasi dan kesehatannya terus menurun, Mahmoud Darwish akhirnya wafat pada 9 Agustus 2008 di Houston, Texas, Amerika Serikat, setelah gagalnya operasi jantung yang dilakukan. Jenazahnya diterbangkan ke Palestina dan dimakamkan dengan upacara kenegaraan di Ramallah, Tepi Barat, pada 13 Agustus 2008. Sebagai salah satu penyair terbesar dunia Arab, Darwish meninggalkan warisan sastra yang menjadi bagian dari narasi nasional dalam perjuangan kemerdekaan Palestina. Karya-karyanya telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 20 bahasa dan menjadi inspirasi bagi berbagai bentuk seni, termasuk lagu, teater, dan film dokumenter.
Di dunia Arab dan internasional, Mahmoud Darwish dianggap sebagai ikon sastra dan perlawanan, menggabungkan estetika tinggi dengan tema politik, eksil, dan identitas. Pengaruhnya meluas tidak hanya dalam lingkup sastra Arab, tetapi juga dalam diskursus global mengenai hak asasi manusia dan kolonialisme. Untuk menghormati jasanya, pemerintah Palestina membangun Museum Mahmoud Darwish di Ramallah, yang menyimpan arsip karya, manuskrip, dan barang-barang pribadinya.
ADVERTISEMENT
Hingga kini, puisi-puisinya tetap hidup sebagai suara perlawanan, harapan, dan identitas Palestina, menjadikannya figur yang abadi dalam sejarah sastra dan perjuangan politik. Mahmoud Darwish membuktikan bahwa sastra bukan hanya tentang keindahan kata-kata, tetapi juga bisa menjadi alat perjuangan dan perlawanan yang kuat.