Kemiskinan Ekstrem Nol Persen Tahun 2024, Mungkinkah?

Yanu Endar Prasetyo
Peneliti. Pusat Riset Kependudukan BRIN
Konten dari Pengguna
24 Februari 2024 18:40 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yanu Endar Prasetyo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber gambar: TNP2K (2022)
zoom-in-whitePerbesar
Sumber gambar: TNP2K (2022)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kemiskinan Ekstrem adalah kondisi ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar, yaitu makanan, air bersih, sanitasi layak, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan dan akses informasi terhadap pendapatan dan layanan sosial. Seseorang dikategorikan miskin ekstrem jika pengeluarannya berada dibawah garis kemiskinan ekstrem (US$ 1.9 Purchasing Power Parity).
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2023, tingkat kemiskinan ekstrem di Indonesia sudah tinggal 1,12%, atau turun sekitar 0,90% dibanding tahun 2022. Presiden Joko Widodo pun menargetkan pengurangan kemiskinan ekstrem bisa mencapai 0% - 1% di tahun 2024 melalui Instruksi Presiden No.4 tahun 2022 Tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem.
Akan tetapi, Menko PMK menganggap bahwa untuk mencapai target 0% itu cukup sulit. Hal senada juga disampaikan oleh Wapres RI, bahwa target kemiskinan ekstrem nol persen pada tahun 2024 dipastikan tak bisa terpenuhi seperti yang diharapkan. Kemenko PMK pun memprediksi tingkat kemiskinan ekstrem turun menjadi 0,5% di tahun 2024.
Kemiskinan nol persen nampaknya hanya akan menjadi jargon politik semata. Apalagi jika mengikuti dinamika perubahan garis kemiskinan atau biaya kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat yang ditetapkan oleh Bank Dunia.
ADVERTISEMENT
Bank Dunia sendiri telah merevisi garis kemiskinan ekstrem dari US$ 1,90 menjadi US$ 2,15 per kapita per hari. Dengan menggunakan angka US$ 2,15 maka pemerintah kemungkinan hanya dapat menurunkan angka kemiskinan ekstrem di level 2,5%. Artinya, semakin jauh dari target nol persen di tahun 2024.

Bansos Sudah Efektif?

Selain kemiskinan ekstrem, penanggulangan kemiskinan secara umum juga belum bisa memenuhi target 7,5 persen pada 2024. Berdasarkan penghitungan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2023, angka kemiskinan nasional masih mencapai 9,36 persen, sementara target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 adalah sebesar 6,5-7,5 persen. Artinya, masih kurang 2 persen lebih untuk mencapai target yang ditetapkan.
Sejauh ini, strategi percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem yang ditempuh Pemerintah adalah melalui pengurangan beban pengeluaran masyarakat (bantuan sosial, jaminan sosial dan subsidi), peningkatan pendapatan masyarakat (pemberdayaan masyarakat), dan penurunan jumlah kantong-kantong kemiskinan (pembangunan infrastruktur pelayanan dasar).
ADVERTISEMENT
Kebijakan yang paling banyak disorot belakangan tentu adalah penyaluran Bansos. Politisasi bansos dan penyaluran yang tidak tepat sasaran, tentu menjadi masalah serius bagi penurunan kemiskinan ekstrem. Efektivitas Bansos menjadi dipertaruhkan manakala pengelolaan dan penyalurannya tidak dilakukan secara seksama dan hati-hati.
Ditambah, tantangan perubahan iklim, El nino, gagal panen, inflasi, krisis pangan global dan krisis geopolitik lainnya yang belum usai, menjadi ancaman instabilitas yang bisa berpengaruh pada resesi hingga krisis ekonomi. Sejak Presiden Jokowi berkuasa tahun 2014 sampai dengan tahun ini, kemiskinan hanya turun sekitar 1,4 persen saja, berbeda jauh ketika SBY berkuasa (2004-2014) yang berhasil menurunkan kemiskinan hingga 5,7 persen.
Alih-alih menargetkan nol persen kemiskinan ekstrem, sebaiknya Pemerintahan yang tersisa tujuh bulan ini fokus pada upaya menjaga akuntabilitas, transparansi dan efektivitas berbagai bantuan sosial yang menjadi harapan terakhir bagi warga yang benar-benar membutuhkan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, skema Bansos ini - jika mengikuti standar garis kemiskinan baru Bank Dunia - memang harus mulai diperluas kepada mereka yang rentan, tidak hanya yang miskin saja.