Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Jersey "Balap" di Sepak Bola? Mengapa Tidak?
23 Agustus 2017 13:06 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
ADVERTISEMENT
"Jersey balap". Orang-orang Indonesia memang kreatif, apalagi ketika mereka (baca: kita) sedang mengata-ngatai orang lain dan istilah ini adalah salah satu hinaan favorit dalam jagat persepakbolaan kita.
ADVERTISEMENT
Semua ini berawal ketika jersey Persib Bandung musim 2011 lalu dirilis. Wakil Direktur PT Persib Bandung Bermartabat kala itu, Muhammad Farhan, mengatakan bahwa pada musim tersebut, jersey bola akan diubah jadi jersey balap.
Tentunya jersey balap di sini bukan jersey balap seperti yang dikenakan Valentino Rossi atau Sir Chris Hoy, tetapi jersey sepak bola yang menyerupai jersey balap lantaran banyaknya sponsor yang menempel padanya. Meski langkah Persib itu merupakan bukti kebolehan mereka dalam menggaet sponsor secara mandiri, hal itu kemudian menjadi olok-olok di kalangan suporter Tanah Air.
Pada akhirnya, Persib memang menjadi pelopor. Pasalnya, tak sedikit yang kemudian mengekor.
Arema yang notabene merupakan rival berat Persib, misalnya, juga tak luput dari transformasi ini. Pada jersey mereka saat ini terdapat empat sponsor berbeda, yakni Tora Bika Duo, Corsa, Go-Jek selaku sponsor kompetisi Liga 1, dan PT Graha Bangun Perkasa. Ditambah patch aplikasi Arema Access yang juga menempel, maka ada lima produk/perusahaan yang dipajang di jersey Arema saat ini. Dan benar. Jersey Arema pun saat ini menyerupai jersey balap.
ADVERTISEMENT
Namun, apakah transformasi jersey balap ini adalah sebuah dosa? Apakah ini berarti Arema atau Persib sudah mengkhianati sepak bola?
Tentu tidak. Masalahnya, ini adalah sepak bola profesional dan di olahraga profesional, segalanya butuh uang. Di sini, semua sudah jadi mata pencaharian entah itu pemain, pelatih, sampai tukang bersih-bersih. Semua mencari uang dan semua harus digaji.
Sialnya, di Indonesia industri sepak bola belum berjalan seperti yang diinginkan. Artinya, duit yang didapat dari hak siar, dari hadiah, dari tiket masuk stadion, dan dari sponsor belum seberapa. Padahal, penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sudah tak lagi diperkenankan. Maka dari itu, mencari sponsor sebanyak-banyaknya adalah jalan satu-satunya.
Di Indonesia sendiri, semakin banyak sponsor yang menempel di jersey justru berarti positif. Dengan begitu, justru terlihat bahwa sebuah klub punya nilai jual lebih. Perkara estetika itu nomor dua karena yang terpenting di sini adalah bertahan hidup terlebih dahulu.
ADVERTISEMENT
Nah, olok-olok soal jersey balap di Indonesia ini sendiri seringkali didasarkan pada anggapan umum bahwa klub-klub luar negeri (baca: klub-klub Eropa) tidak melakukan hal ini. Dengan kata lain, kalau tidak seperti apa yang dilakukan klub-klub itu, ya, tidak keren.
Ini, para pembaca yang budiman, adalah salah yang kaprah. Pasalnya, jersey klub-klub Eropa pun perlahan sudah mulai menjadi jersey balap.
Ambil contoh Premier League yang glamor dan populer itu. Musim ini, di jersey klub-klub Premier League sudah ada sponsor lengan. Padahal, uang yang mereka dapat dari hak siar dan segala macamnya sudah sangat besar. Bahkan, rata-rata pendapatan mereka dari sponsor dada pun sudah jadi yang terbesar di antara liga-liga top Eropa.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, sepak bola semakin hari memang semakin besar tuntutan finansialnya dan maka dari itu, mencari sponsor lengan pun kemudian menjadi solusi. Musim ini, ada sepuluh klub--Chelsea, Crystal Palace, Huddersfield Town, Leicester City, Liverpool, Manchester City, Southampton, Stoke City, Swansea City, dan Watford--yang sudah memasang sponsor di lengan jersey mereka.
Selain sponsor lengan ini, klub-klub Inggris juga sebelumnya sudah menjual jersey latihan mereka kepada sponsor. Jersey latihan Manchester United pernah jadi etalase untuk DHL, sementara jersey latihan Liverpool kini disponsori Garuda Indonesia.
Dari Premier League, kita beranjak ke Italia. Juventus yang notabene merupakan klub dengan kekuatan finansial paling mapan di Serie A saat ini pun memasang dua sponsor di jersey mereka, yakni Jeep dan Cygames. Jeep dipasang sebagai sponsor dada, Cygames diletakkan di bawah nomor punggung. Jika Juventus saja melakukan ini, tak mengherankan jika klub seperti Cagliari pun melakukan hal serupa, bukan?
ADVERTISEMENT
Di Italia, seperti halnya di Indonesia, mendapat sponsor sebanyak-banyaknya juga merupakan sebuah pertanda bagus. Masalahnya, ada klub-klub besar seperti Roma dan Lazio yang justru tidak mampu menarik sponsor. Padahal, menurut catatan Totalsportek, rata-rata pendapatan dari sponsor dada di klub-klub Serie A hanya 3 juta euro per tim per tahun. Bandingkan dengan Premier League yang bisa mendapat hingga 11 juta euro per tim per tahun.
Selain di Italia, pemasangan lebih dari satu sponsor di jersey ini juga marak terjadi di Prancis. Caen, Dijon, En Avant de Guingamp, Montpellier, Strasbourg, dan Toulouse juga menggunakan jersey balap untuk musim 2017/18 ini. Bahkan, Paris Saint-Germain sekalipun, selain memajang Fly Emirates sebagai sponsor dada juga memasang Qatar National Bank (QNB) sebagai sponsor di lengan.
ADVERTISEMENT
Dari sini, terlihat bahwa transformasi jersey sepak bola menjadi jersey balap ini adalah sesuatu yang wajar dan sesuai dengan tuntutan zaman. Namun, apakah nantinya semua klub bakal melakukannya, itu yang masih harus dilihat lagi. Masalahnya, kondisi keuangan satu klub dengan lainnya jelas tidak sama dan kebutuhan mereka pun tentunya berbeda.