Konten dari Pengguna

Novel Ziarah: Kisah Kesetiaan dan Pencarian Makna Hidup

Zahra Maulida
Mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
30 Oktober 2024 17:42 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zahra Maulida tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Dokumen Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Dokumen Pribadi
ADVERTISEMENT
Iwan Martua Lokot Dongan Simatupang atau kerap dikenal sebagai Iwan Simatupang, ia dilahirkan di Sibolga, 18 Januari 1928 dan meninggal pada 4 Agustus 1970 di Jakarta. Ia merupakan wartawan juga sastrawan, ia menjadi penulis dimulai sejak 1952 di Majalah Siasat dan Mimbar Indonesia. Dua novelnya yang terkenal yaitu Merahnya Merah (1968) dan Ziarah (1970).
ADVERTISEMENT
Salah satu novel karyanya tersebut, yakni Ziarah (1970)Iwan Simatupang yang menggabungkan unsur absurdisme dengan perenungan filosofis, merupakan novel yang mengisahkan perjalanan batin seorang manusia dalam menghadapi kehilangan dan mencari makna hidupnya. Tokoh utamanya yaitu si Pelukis, ia merupakan seorang pria yang ditinggal oleh istrinya. Setelah mengalami hal itu ia menjadi seorang yang meninggalkan kegiatan-kegiatan positif dan menjadi pecandu arak.
Setiap harinya ia lewati dengan melakukan hal-hal yang jauh dari kata positif, ia juga kerap menangis menyebut nama Tuhan dan istrinya sambil meminum arak. Warga sekitar pun sudah tidak merasa aneh karena itu merupakan kebiasaan yang sering ia lakukan. Ia selalu merenungkan nasib dan hidupnya setelah kematian istrinya, ia merasa depresi. Sampai ia tak mau menginjakkan kakinya untuk memasuki area pemakaman saking traumanya. Namun, setelah lama ia merasakan hal itu, pada akhirnya memilih meninggalkan profesinya. Ia kemudian menjadi penjaga makam di pemakaman tempat istrinya dimakamkan. Keputusan ini ia ambil sebagai bentuk kesetiaan dan cintanya yang mendalam.
ADVERTISEMENT
Tokoh lain yang muncul adalah Walikota yang juga telah kehilangan istrinya. Walikota ini sangat tersentuh dengan kisah kesetiaan sang pelukis. Ia kemudian meminta agar ketika meninggal nanti, ia dimakamkan di samping makam istri sang pelukis. Permintaan ini menimbulkan konflik karena bertentangan dengan peraturan pemakaman yang ada.
Ketika Walikota akhirnya meninggal, permintaannya untuk dimakamkan di samping makam istri pelukis menjadi sumber perdebatan. Situasi ini menciptakan dilema bagi sang pelukis sebagai penjaga makam, yang harus menghadapi pertentangan antara menghormati keinginan terakhir Walikota dan mematuhi peraturan yang berlaku.
Pada akhirnya, kisah ini memberitahukan mengenai kehidupan dan menunjukkan bahwa tidak ada yang abadi, bahkan kesetiaan dan cinta yang begitu dalam pun pada akhirnya harus berhadapan dengan perubahan yang tak terelakkan.
ADVERTISEMENT
Nilai-nilai yang dapat diambil dari novel ini yaitu mengenai makna kehidupan dan kematian, hubungan antara manusia dengan Tuhan, pencarian jati diri, kesetiaan dan pengorbanan, dan juga relativitas kebenaran.