Xabi Alonso: Aku Melatih maka Aku Ada

16 Juli 2019 14:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Xabi Alonso di sebuah sesi latihan Bayern Muenchen. Foto: AFP/Christof Stache
zoom-in-whitePerbesar
Xabi Alonso di sebuah sesi latihan Bayern Muenchen. Foto: AFP/Christof Stache
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
"Aku tahu umurnya sudah 32 tahun, tetapi itu bukan masalah di posisi ini, di mana kamu butuh pemain-pemain cerdas," kata Pep Guardiola ketika ditanya soal alasan mendatangkan Xabi Alonso ke Bayern Muenchen dulu. Bagi Alonso sendiri, kecerdasan memang sudah menjadi predikat yang melekat sejak lama.
ADVERTISEMENT
Alonso bukan pemain tercepat, bukan pula yang terkuat, bahkan bukan yang teknik olah bolanya paling hebat. Secara kasatmata, kelebihan terbesar Alonso adalah akurasi umpan-umpannya. Namun, di balik itu semua terdapat penjelasan tersendiri.
Bagaimana Alonso bisa menyampaikan bola kepada rekannya di saat yang tepat dan di tempat yang benar adalah wujud dari kecerdasan tadi. Dia membaca, memprediksi, dan mengeksekusi permainan dengan level presisi jauh di atas rata-rata.
Lewat kecerdasannya itulah Alonso berhasil membangun karier yang begitu gemilang sebagai metronom permainan. Kini, setelah itu semua berakhir, Alonso tengah berupaya membangun karier baru sebagai pelatih.
Setelah pensiun pada 2017 Alonso sempat menghilang dari peredaran. Akan tetapi, di situ dia bukannya tidak melakukan apa-apa. Bersama kawan-kawannya di Timnas Spanyol dulu, mulai dari Xavi Hernandez, Raul Gonzalez, sampai Joan Capdevila, Alonso mengambil kursus kepelatihan.
ADVERTISEMENT
Xabi Alonso (kiri) dan Xavi Hernandez berebut bola di El Clasico. Foto: AFP/Quique Garcia
Ilmu itu lantas dipraktikkan mulai musim 2018/19 manakala dia bergabung ke La Fabrica, akademi milik Real Madrid. Di sana Alonso melatih tim Infantil A yang berisikan anak-anak usia 12 sampai 13 tahun. Selama satu musim kompetisi, Infantil A Real Madrid mampu memenangi 22 dari 23 pertandingan. Satu laga lainnya berakhir dengan hasil imbang.
Meski sukses besar, Alonso kemudian memilih untuk angkat kaki dari La Fabrica. Pada musim panas 2019 ini dia menerima tawaran dari klub masa kecilnya, Real Sociedad, untuk menangani Tim B yang berlaga di Segunda Division B alias divisi tiga. Inilah debut Alonso sebagai pelatih yang sesungguhnya, di kompetisi yang sebenarnya.
***
Bagi sosok seperti Alonso, melanjutkan kiprah di sepak bola sebagai pelatih memang sebuah langkah logis yang sama sekali tidak mengherankan. Luis Garcia, mantan rekan setimnya di Liverpool dulu, adalah salah satu dari mereka yang tidak terkejut akan keputusan Alonso terjun ke dunia kepelatihan.
ADVERTISEMENT
"Kami semua yakin bahwa Xabi akan menjadi pelatih hebat karena dia sudah melatih sejak masih aktif bermain. Dia duduk di tengah lapangan dan mengarahkan pemain-pemain lainnya. Dia bahkan memberi tahu siapa harus berlari ke mana dan apa yang harus mereka lakukan," kata Garcia dalam sebuah wawancara bersama La Liga.
"Aku tidak heran kalau dia langsung melanjutkan karier sebagai pelatih. Aku tidak pernah meragukannya sedikit pun. Dia sudah melatih tim U-13 dan U-14 Real Madrid dan berhasil memenangi beberapa kejuaraan. Sekarang, sudah waktunya dia beralih ke tahap berikutnya. Dia sudah punya sertifikat UEFA Pro dan sudah siap menimba pengalaman di tingkat yang lebih tinggi."
Xabi Alonso, Luis Garcia, dan John Arne Riise merayakan gol untuk Liverpool. Foto: AFP/Paul Barker
"Tidak ada pilihan lebih baik baginya selain kembali ke Real Sociedad untuk mengisi tempat yang sudah disiapkan. Dia sudah akrab dengan kota maupun klubnya. Menurutku ini langkah tepat karena terkadang pelatih muda terburu-buru mendapatkan pekerjaan di divisi atas. Padahal, mereka seharusnya masih butuh pengalaman."
ADVERTISEMENT
"Semoga dia mendapat hasil yang baik di sana dan kita dapat segera melihatnya di kompetisi yang lebih besar," tambah Garcia.
Ya, pengalaman memang menjadi kata kunci di sini. Segunda Division B jelas tidak bisa disamakan dengan La Liga atau bahkan La Liga 1|2|3. Namun, biar bagaimana juga, Segunda Division B adalah kompetisi sungguhan dengan target sungguhan dan dari sana ada kesempatan untuk berlaga di Copa del Rey menghadapi tim-tim yang lebih mapan.
Soal kecerdasan, Alonso memang tak perlu diragukan, tetapi pengalaman adalah sesuatu yang tidak hadir begitu saja. Alonso perlu menjalani kompetisi untuk mendapatkan pengalaman tersebut dan di tempat yang ramah kepada dirinya seperti Real Sociedad perkembangan Alonso sebagai pelatih bakal lebih lancar.
ADVERTISEMENT
***
Sejak sebelum pensiun dulu, kelebihan Alonso dalam membaca, menentukan, dan mempraktikkan taktik di lapangan sudah membuatnya diprediksi bakal jadi pelatih hebat. CEO Bayern, Karl-Heinz Rummenigge, adalah salah satu dari mereka yang memprediksi demikian. Dari sana, boleh ditarik hipotesis bahwa Bayern bakal menginginkan jasa Alonso satu hari nanti.
Namun, sepertinya bagi Alonso takdirnya bukanlah Bayern Muenchen, melainkan Real Madrid. Itulah mengapa dia kemudian masuk ke La Fabrica setelah selesai mengambil kursus kepelatihan; karena dia ingin masuk ke dalam sistem yang membuatnya punya kemungkinan lebih besar untuk ditunjuk menangani tim utama.
Pep Guardiola (kanan) memberi arahan pada Xabi Alonso. Foto: AFP/Christof Stache
Di saat Barcelona terus-menerus mengkhianati filosofi permainan yang dibangun lewat La Masia, Real Madrid justru melakukan hal sebaliknya. Mereka, setidaknya sejak Zinedine Zidane ditunjuk untuk kali pertama dulu, lebih suka memilih pelatih dari lingkungan mereka sendiri. Itulah mengapa Santiago Solari akhirnya ditunjuk ketika eksperimen mereka dengan Julen Lopetegui gagal.
ADVERTISEMENT
Solari sendiri ditunjuk karena saat itu dia adalah pelatih Real Madrid Castilla, tim yang hierarkinya setara dengan Real Sociedad B. Dengan kata lain, sebenarnya ada jenjang karier yang jelas ketika seseorang bermimpi untuk menjadi pelatih tim utama Los Blancos.
Namun, di sisi lain, penunjukan Solari itu juga mengindikasikan satu hal. Yakni, senioritas masih punya peran penting di sana. Buktinya, Guti Hernandez yang disebut-sebut punya kecerdasan taktikal lebih baik ketimbang Solari akhirnya tidak ditunjuk ketika Lopetegui dipecat. Guti pun akhirnya menyingkir ke Besiktas untuk menjadi asisten pelatih Abdullah Avci.
Alonso menghadapi situasi yang sama dan dia pun kemudian mengambil jalan pintas dengan cara hengkang ke klub lain. Kebetulan, klub lain ini adalah klub yang dia kenal dengan baik karena di sanalah Alonso memulai kariernya. Secara logis, melatih Real Sociedad B akan membuka jalan baginya untuk melatih tim utama Real Sociedad dan dari sana kansnya masuk ke tim utama Real Madrid, atau Bayern Muenchen, bakal lebih besar.
ADVERTISEMENT
***
Sebagai seorang pemain, Alonso mendapat privilese dengan terus-menerus bermain di bawah asuhan pelatih papan atas. Dari Rafa Benitez sampai Jose Mourinho, dari Carlo Ancelotti sampai Pep Guardiola, dari Luis Aragones sampai Vicente del Bosque. Semua pelatih itu punya metode masing-masing dan semua metode itu terbukti berhasil lewat berbagai gelar juara yang diraih.
Artinya, sebagai pemain pun Alonso sudah menyerap banyak ilmu sepak bola dari para pelatihnya. Ilmu-ilmu itu, dipadukan dengan kecerdasannya yang sudah dibawa sejak lahir, membuat arsenal Alonso semakin kaya. Namun, pada dasarnya Alonso memiliki cara bermain favorit yang selama ini sudah dia terapkan di Infantil A.
Saat bermain, Alonso lebih sering berperan sebagai satu dari dua poros ganda dalam formasi 4-2-3-1. Baru di Bayern, ketika dilatih Guardiola, dia bermain sebagai poros tunggal dalam balutan pakem 4-3-3. Alonso sendiri mengakui bahwa masa-masanya di Bayern adalah masa belajar paling efektif.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, pakem 4-3-3 itulah yang jadi andalan utama Alonso. Lewat video rilisan The Coaches' Voices, Alonso menjelaskan bahwa dia ingin timnya menyerang, punya inisiatif, selalu menginginkan bola, dan mampu menjaga jarak dengan baik. Sepintas, ini mirip dengan cara bermain tim Guardiola dan itu tidak mengherankan karena dari dirinyalah Alonso mengaku banyak belajar.
Meski demikian, Alonso sendiri bukan sosok yang saklek. Di beberapa kesempatan dia meminta anak-anak asuhnya memainkan sepak bola yang sama sekali berbeda, misalnya dengan mengubah formasi menjadi 3-2-2-3. Menurut Alonso, ini dia lakukan agar para pemainnya jadi sosok yang adaptif.
Dengan kata lain, Alonso memang punya andalan tetapi dia tidak akan lupa dengan Rencana B-nya. Dia proaktif tetapi juga reaktif. Alonso menolak untuk menjadi naif meskipun punya filosofi yang dia junjung tinggi. Kemauan untuk mengorbankan 'harga diri' inilah yang bakal sangat membantunya di kemudian hari.
ADVERTISEMENT
***
Pada akhirnya, cuma waktu yang akan bisa menjawab. Tanda-tanda itu semua sudah ada di sana dan yang menyebut Alonso bakal jadi pelatih hebat bukanlah sosok-sosok sembarangan. Nyatanya, pria 37 tahun tersebut memang punya modal yang cukup untuk sukses sebagai pelatih. Bahkan, boleh dibilang melatih adalah wujud eksistensi Alonso sebagai manusia.
Namun, seperti yang dikatakan Garcia tadi, menjadi pelatih memang bukan cuma soal mampu atau tidak. Dengan menjadi pelatih, Alonso akan berhadapan dengan hal-hal yang tidak melulu soal teknis. Di sinilah pengalaman diperlukan dan untuk saat ini biarlah dia menimba itu sebanyak-banyaknya.