LIPSUS, Aroma Suap Rektor Unpad

Erri Megantara: Majelis Wali Amanat Unpad Terbelah

15 April 2019 15:36 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Lipsus kumparan: Aroma Suap Rektor Unpad. Foto: Herun Ricky /kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Lipsus kumparan: Aroma Suap Rektor Unpad. Foto: Herun Ricky /kumparan
Surat Pak Menteri datang dua kali.
Surat pertama datang pada Januari 2019. Profesor Erri Noviar Megantara, Sekretaris Eksekutif Majelis Wali Amanat Universitas Padjadjaran, menolak isinya terang-terang. Baginya, apa yang dikatakan Profesor Bagir Manan, Guru Besar Hukum Tata Negara Unpad, telah lebih dari cukup untuk mendudukkan gareuwah ini.
“Kalau saya sih (setuju) apa yang dulu disampaikan oleh Prof Bagir Manan, bahwa kalau ada tiga calon, kemudian suatu saat diketahui calon itu bermasalah, kan masih ada dua calon lain,” kata Erri.
Yang Erri bicarakan adalah permintaan Menristekdikti untuk mengulang pemilihan rektor Unpad dari awal. Perkaranya berpangkal ketika Obsatar Sinaga, salah satu dari tiga besar calon rektor Unpad, diberhentikan sementara sebagai PNS oleh Kemenristekdikti pada akhir November 2018. Alasannya, Obsatar merangkap jabatan sebagai komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Lengkap laporan soal lini masa dan karut-marut pilrek Unpad dapat Anda baca di sini.
“Pak Bagir Manan itu kan ketua MA dua periode. Senior, pasti bijak. Dia tidak punya kepentingan di Unpad, saya lihat begitu. Jadi, kalau saya pribadi, apa yang disampaikan Prof. Bagir Manan, itulah yang menjadi keyakinan saya,” sambung Erri.
Surat Evaluasi Pemilihan Rektor Unpad Foto: Dok. Istimewa
Surat kedua datang tiga bulan setelah yang pertama. Tepatnya Sabtu (13/4), saat MWA Unpad yang diketuai Menkominfo Rudiantara menggelar rapat pleno tertutup. Pada rapat ini, Menristekdikti Mohamad Nasir tak hadir. Ia diwakili Sekjen Menristekdikti Ainun Na’im. Ainun membawa surat berisi permintaan serupa dari Nasir, agar pemilihan rektor Unpad diulang dan Obsatar dihapus dari daftar calon rektor.
Rapat MWA Unpad Sabtu lalu pun memutuskan beberapa hal: 1) Pemberhentian sementara Obsatar sebagai PNS; 2) Pencoretan Obsatar sebagai calon rektor Unpad; 3) Pengulangan proses pemilihan rektor Unpad dari nol; dan 4) Penunjukkan Pelaksana Tugas Rektor Unpad yang baru di hari Senin (15/4).
Empat putusan itu sesuai permintaan Menristekdikti, meski berlawanan dengan pendapat Bagir Manan dan yang dimaui Erri Megantara. Sebagai sesepuh Unpad, Bagir diundang MWA pada 7 Januari 2019 untuk memberi pendapat hukum soal Pilrek Unpad.
Kali ini, Erri sudah tak mau lagi memberi komentar. Perkembangan ribut-ribut pemilihan rektor Unpad ini, selain sensitif, juga membuatnya capek.
Meski begitu, kumparan telah sempat berbincang dengan Prof. Erri pada Selasa (26/3) di Fakultas MIPA, Unpad, dalam kapasitasnya sebagai Sekretaris Eksekutif MWA Unpad. Sepanjang 45 menit obrolan, ia memaparkan pendapatnya soal apakah Pilrek Unpad sebaiknya diulang atau tidak, menjelaskan soal surat Menristekdikti Mohamad Nasir, dan tentu terkait isu suap dalam pilrek.
Berikut petikan wawancara dengan Erri Noviar Megantara:
Sekretaris Eksekutif MWA Unpad, Erri Megantara. Foto: Prima Gerhard/kumparan
Pemilihan Rektor Unpad sudah setengah tahun tak selesai-selesai, dari Oktober 2018. MWA mengambil langkah apa untuk ikut menyelesaikan kisruh ini?
Sebelumnya, (anggota) MWA ini ada di dua sisi. Sebagian ada yang sudah teguh memegang keputusan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) yang dianggap final, tapi sebagian menganggap surat dari Kemenristekdikti juga harus diperhatikan.
Keputusan KASN yang dimaksud adalah surat rekomendasi KASN yang menyebut pemberhentian sementara salah satu kandidat rektor, Obsatar Sinaga, tidak sah. Sementara Kemenristekdikti melalui tanggapannya terhadap rekomendasi KASN pada Sabtu, 13 April 2019, menyatakan bahwa pemberhentian Obsatar sebagai pegawai negeri sipil tetap berlaku.
Sederhananya, karut-marut pilrek Unpad ini berpusing pada Obsatar. Rangkap jabatan di Komisi Penyiaran Indonesia membuat Obsatar diberhentikan dari PNS. Dan akibat pemberhentian itu, menurut Kemenristekdikti, Obsatar juga harus dicoret dari daftar calon rektor. Dari situ, Kemenristekdikti meminta agar pemilihan rektor Unpad diulang.
Kalau saya sih (setuju) yang dulu disampaikan oleh Prof. Bagir Manan, bahwa kalau memang ada tiga calon, kemudian diketahui ada calon bermasalah, kan masih ada dua calon lain. Tapi saya tidak tahu pandangan teman-teman yang lain.
Hanya, kalau saya tidak percaya ke Prof. Bagir Manan, terus saya harus percaya ke siapa lagi? Pak Bagir Manan itu kan mantan ketua Mahkamah Agung dua periode, senior, pasti bijak. Dia tidak punya kepentingan di Unpad, saya lihat begitu.
Jadi kalau saya pribadi, apa yang disampaikan Prof. Bagir Manan, itulah yang menjadi keyakinan saya.
Pemilihan Rektor Unpad Tersandera Foto: Basith Subastian/kumparan
Solusinya menurut Anda seperti apa?
Harapan saya, apa yang diputuskan pada rapat pleno MWA tanggal 15 Maret—karena itulah pijakan kita—di mana diagendakan pemilihan rektor tanggal 29 Maret itu bisa terlaksana.
MWA Unpad menggelar rapat pleno pada 15 Maret 2019. Pada rapat ini, Ketua MWA Rudiantara tak datang. Begitu pula dengan Menristekdikti M. Nasir. Meski begitu rapat mencapai kuorum dan menghasilkan keputusan untuk menggelar pemilihan rektor pada 29 Maret 2019.
Namun pertemuan untuk melangsungkan pemilihan rektor batal dilakukan karena surat undangan yang harus bertanda tangan Ketua MWA tidak ditandatangani oleh Rudiantara sampai tanggal 28 Maret. Hingga pada rapat MWA terakhir pada 13 April, Kemenristekdikti yang hadir meminta agar pemilihan rektor Unpad diulang.
Sebelumnya, pada 11 Oktober 2018, usai tiga besar calon terpilih—Obsatar, Aldrin Herwany, dan Atip Latipulhayat, Menristek M. Nasir mendorong agar penyaringan tiga nama kandidat rektor Unpad tersebut dievaluasi, apakah sudah melalui proses yang benar.
Setelahnya, Obsatar—kandidat dengan suara dukungan terbanyak—tersandung ragam kasus, mulai perkara rangkap jabatannya di KPI sampai laporan atas kekerasan dalam rumah tangga belasan tahun lalu. Atas alasan yang pertama, Menristekdikti memberhentikan Obsatar sementara dari posisinya sebagai PNS.
Orang yang melaporkan soal rangkap jabatan Obsatar adalah Tri Hanggono, rektor petahana. Ia juga kandidat rektor, namun tak lolos tiga besar.
Berikutnya, menurut Erri, Menristekdikti mendorong agar posisi calon rektor yang kemungkinan bakal ditinggalkan Obsatar, diisi oleh calon lain.
Mahasiswa Unpad memprotes pemilihan rektor yang berlarut-larut. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
Seperti apa persisnya masukan Profesor Bagir Manan saat dimintai pendapat oleh MWA Unpad?
Waktu itu saya tanya ke Prof. Bagir Manan karena sejak awal sudah ada yang menggulirkan bahwa salah satu calon itu tidak sah. Jadi Menteri (Nasir) waktu itu menyurati bahwa pilrek harus diulang.
“Bagaimana kalau setelah kita memutuskan tiga calon, kemudian baru diketahui—karena ketidaktahuan kita, juga tidak ada informasi—ternyata ada masalah pada salah satu calon?”Nah, saya tanya begitu.
Pak Bagir Manan menyatakan, "Surat dari Kemenristekdikti untuk meminta (pemilihan rektor) diulang itu tidak punya aspek legal kekuatan hukum.”
Jadi istilahnya, kalau (surat itu) mau ditanggapi juga, itu hanya berkaitan dengan persoalan etika. Mau dijawab boleh, tidak dijawab boleh, tapi bukan harus diikuti. Nah, jadi dia mempertanyakan “Loh, kan sudah punya Peraturan Pemerintah, kok tiba-tiba memerintah?”
Kan nggak bisa memerintah, kecuali kalau menteri membuat surat keputusan. Tapi kalau surat keputusan itu intervensi namanya.
Tapi intinya, Pak Bagir bilang, dilanjutkan saja (pilrek). Kan sudah keputusan tertinggi. MWA tuh ada PP-nya, MWA itu tinggi. Sudah memutuskan, nggak bisa dicabut. Kalau begitu nanti bolak-balik. Putuskan lalu cabut.
Spanduk bergambar para calon rektor Universitas Padjadjaran. Foto: Prima Gerhard/kumparan
Karena kan calon rektor itu tiga. Jadi kalau ada satu yang bermasalah atau bagaimana, ya sudah jangan dipilih, kan masih ada dua calon. Lanjutkan saja dengan tiga calon, tapi yang satu nggak usah dipilih.
Itu tapi kalau yakin (satu calon bermasalah). Apalagi kebenarannya tuh belum diuji. Tapi kalau punya potensi seperti itu ya, Anda kan tinggal memilih. Jadi tidak perlu diprotes untuk diganti.
Memangnya harus tiga calon rektor, tidak boleh kurang?
Nggak juga. Yang jelas tuh menetapkan tiga calon, kemudian pemilihan. Jadi, tidak dipilih dari tiga calon. Itu jadi multitafsir juga.
Saya kan tanya ke Pak Bagir Manan, bagaimana kalau satu calon diketahui bermasalah? (Jawabanya), ya samalah seperti bupati dan segala macam misal ternyata korupsi. Mereka kan dilantik dulu, setelah dilantik ya diciduk. Nah, jadi kalau Anda yakin begitu, ya jangan dipilih saja. Jadi tidak ada istilahnya didiskualifikasi.
Jadi saya nanya apakah MWA harus mendiskualifikasi, dia bilang nggak bisa.
Ketua Majelis Wali Amanat Unpad, Rudiantara. Foto: ANTARA/Wahyu Putro
Pemilihan Rektor Unpad sekarang ramai, ya.
Beda dengan dulu. Kalau dulu kan dipilih oleh senat, tidak ada yang lain. Tidak ada masyarakat yang masuk di situ. Jadi semua tuh dari dalam. Aturan ada.
Ini jadi persoalan kan karena MWA baru. Di situ ada banyak pihak. Ada wakil teknik, wakil alumni, mahasiswa, menteri. Kalau dulu kan kami menetapkan siapa pemenangnya, dikirim ke Jakarta. Bahkan sekarang PTN kan ada tiga (calon), tidak pakai ranking, nanti yang menetapkan menteri.
Sekarang kan pemilihannya mutlak ada di MWA. Tapi ternyata di MWA (Unpad) juga ada dua pandangan. Jadi terbelah, tidak kompak. Kalau di beberapa tempat, MWA-nya satu pandangan. Nah, kalau di kami ada dua pandangan sehingga muncul spekulasi-spekulasi.
“Siapa yang selalu beroposisi? Siapa yang berbeda pandangan?” Ya kan orang sudah bisa membaca. Selalu begini, begini. Tidak selesai-selesai.
Menurut Anda, apa yang bermasalah dari pemilihan rektor Unpad kali ini?
Menurut saya begini, MWA dalam rapat pleno kadang-kadang tidak komitmen terhadap kesepakatan. Misalkan dulu tanggal 22 Oktober 2018 kalau tidak salah, waktu itu kan muncul kabar bahwa salah satu calon rektor dianggap tidak sah. Itu sejak Oktober.
Nah kami kan kaget. Makanya waktu itu kami undur (rapat) dua minggu supaya klir. Nunggu dua minggu, tapi tidak diumumkan juga. Padahal janjinya waktu itu MWA akan mengumumkan dalam waktu dua minggu. Tapi tidak dibahas-bahas. Baru rapat lagi Januari. Itu juga setelah ribut.
Aroma Suap Pemilu Rektor. Infografik: Basith Subastian/kumparan
Apakah MWA mencium indikasi upaya suap dalam pemilihan rektor ini?
Saya nggak punya fakta, jadi nggak bisa (omong indikasi). Kalo masing-masing anggota yang suka ngobrol apakah ini seperti ini seperti itu, saya bilang, “Hati-hatilah kita ngobrol, nanti dianggap mencemarkan nama baik. Anda dari mana datanya?”
Istilahnya, kami sekarang tidak mau asal komen.
Kabarnya ada calon rektor Unpad dimintai uang?
Katanya ada, tapi saya kan nggak berani bilang. Nanti dikira menyebarkan hoaks.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten