Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Rapat Majelis Wali Amanat Universitas Padjadjaran yang digelar di Gedung Rektorat Unpad , Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, berjalan alot. Ainun Na’im, Sekretaris Jenderal Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, menyampaikan instruksi menterinya, Mohamad Nasir, untuk mengulang pemilihan Rektor Unpad.
Perdebatan pun pecah. Rapat yang digelar Sabtu (13/4) sejak pukul 13.00 itu baru berakhir menjelang magrib. Padahal seharusnya, rapat tinggal memilih satu dari tiga calon rektor—Aldrin Herwany, Atip Latipulhayat, dan Obsatar Sinaga. Ketiganya meraih suara terbanyak dari delapan kandidat yang ada, menyalip rektor petahana Tri Hanggono Achmad.
Sebagai Sekjen Kemenristekdikti, Ainun Na’im mewakili lembaganya di rapat MWA Unpad. Berdasarkan Peraturan Menristekdikti Nomor 19 Tahun 2017 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Pemimpin Perguruan Tinggi Negeri, Kemenristekdikti memiliki 35 persen suara dari seluruh suara MWA dalam pemilihan rektor perguruan tinggi negeri.
Ainun tak datang dengan tangan kosong, melainkan berbekal surat Menristekdikti No. R/196/M/KP.03.02/2019 yang memaparkan pelanggaran administratif salah satu calon rektor—Obsatar Sinaga alias Obi.
Obi disebut melanggar disiplin pegawai negeri sipil atas rangkap jabatannya selaku calon rektor dengan komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Pusat. Perkara dugaan kekerasan dalam rumah tangga yang pernah menimpanya pun dibuka kembali.
Menteri Nasir memberikan instruksi final: mendiskualifikasi Obi dari pemilihan rektor Unpad, dan mengulang Pilrek Unpad dari awal.
Keputusan Menristekdikti untuk mengulang proses pilrek turut memperpanjang polemik pemilihan rektor Unpad . Sejak 11 Oktober 2018, Menteri Nasir meminta agar pemilihan rektor Unpad dievaluasi.
Sejumlah pihak di internal Unpad sebelumnya mencurigai ada skenario melimpahkan kuasa rektor pada pelaksana tugas. Mereka menduga, pemilihan rektor sengaja diulur hingga masa jabatan Rektor Unpad 2014-2019 habis pada Sabtu (13/4). Dengan demikian, rektor petahana yang tidak masuk tiga besar kandidat dapat ditunjuk menjadi pelaksana tugas, dan tiga kandidat dengan suara terbanyak akan terjegal.
“Ada yang berspekulasi, ‘Wah, ini buying time. Kalau tidak ada rektor yang terpilih, nanti ada Plt. Rektor,’” ujar Sekretaris MWA Unpad, Erri Noviar Megantara, kepada kumparan di Unpad, Selasa (26/3).
Secara terpisah, salah satu calon rektor, Atip, menyitir pandangan Bagir Manan, Guru Besar Hukum Tata Negara Unpad yang diundang MWA untuk memberi pendapat hukum soal Pilrek Unpad yang berlarut-larut, Senin (7/1).
“Ada kepentingan-kepentingan beyond the rules, politis. Politik itu kan the art on how to make things possible with something impossible. Ini sesuatu yang tidak patut."
Jalan Terjal Calon Rektor
Salah satu dari tiga besar calon rektor Unpad ialah Obsatar Sinaga alias Obi. Dia mendapat suara paling banyak pada tahap penjaringan, yakni 13 suara. Sementara dua calon lain, Aldrin Hermani dan Atip Latipulhayat, masing-masing mengantongi 7 suara dan 6 suara.
Meski kuat di dukungan suara, perjalanan Obi berat. Ia berulang kali menghadapi laporan pelanggaran administrasi selaku PNS. Laporan pertama datang dari mantan istrinya, Ernawati, dan dilayangkan kepada Ombudsman pada Oktober 2018. Kasusnya tak main-main: dugaan kekerasan dalam rumah tangga.
Namun, menurut Tenaga Ahli Komisioner Ombudsman, Ahmad Sobirin, kasus tersebut terjadi pada 1995 dan telah diselesaikan di kepolisian. “Saat itu laporannya di Polda Jawa Barat. Kasusnya dihentikan karena terjadi perdamaian antara Obsatar dengan Ernawati,” kata dia kepada kumparan, Jumat (4/1).
Menurut Rektor Unpad Tri Hanggono, dialah yang mengusulkan pemberhentian Obsatar alias Obi. “Yang bersangkutan saat itu tercatat sebagai Komisioner KPI. Kami mengusulkan (pemberhentian), sebab tidak boleh seseorang menerima status ganda dalam kepegawaian.”
Namun, Prijana dari Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad, merasa keputusan itu janggal. Ia berpendapat, pemberhentian sementara Obi terlambat, sebab Obi diangkat menjadi Komisioner KPI sejak April 2016, dan hal itu tak disoal kampus saat ia masuk tiga besar calon rektor pada September 2018.
Oktober 2018, sebulan setelah ia jadi tiga besar kandidat rektor Unpad, Obi mengundurkan diri dari KPI. Tetapi pengunduran diri ini disebut Kemenristekdikti dan Tri Hanggono belum berlaku karena belum terbit Keputusan Presiden-nya.
Perkara Obi membuat Prijana melayangkan surat ke Komisi Aparatur Sipil Negara. Selanjutnya pada 30 Januari 2019, KASN mengeluarkan surat rekomendasi yang berisi permintaan agar Kemenristekdikti meninjau ulang keputusan pemberhentian Obi.
Asisten Komisioner KASN, Sumardi, menyebut keputusan pemberhentian sementara Obi tak tepat, sebab Obi sudah mengajukan surat pengunduran diri sebagai Komisioner KPI kepada Presiden Jokowi per 29 Oktober 2018.
“Ketika dia diangkat jadi Komisioner KPI April 2016, kenapa tidak segera diberhentikan sehingga memiliki kejelasan. Saat sudah masuk tiga besar pilrek, masa jabatannya sebagai anggota KPI sudah mau berakhir, bahkan sudah mengundurkan diri, kenapa baru jadi persoalan?” ujar Sumardi, Jumat (21/3).
Surat-menyurat antara KASN dengan Kemenristekdikti soal Obi terus berkelindan di tengah proses pemilihan Rektor Unpad. Sebelumnya, rapat pleno MWA pada 7 Januari 2019 memutuskan pemilihan rektor akan tetap berlangsung meski satu calon tengah dipermasalahkan, sebab masih ada dua calon lainnya.
Kemenristekdikti akhirnya tetap memberhentikan Obi. Sementara dalam surat tanggapan terbarunya pada 20 Maret, KASN menganggap Obi tetap sah mengundurkan diri, tanpa perlu menunggu Keppres. KASN mendasarkan argumennya pada ketentuan UU Penyiaran yang berbunyi, anggota KPI dinyatakan berhenti salah satunya karena mengundurkan diri.
Pertentangan antara KASN dan Kemenristekdikti terkait pemberhentian Obi membuat MWA Unpad kembali menggelar rapat pleno pada 15 Maret.
Meski tak dihadiri Ketua MWA Rudiantara dan perwakilan Kemenristekdikti, rapat itu kuorum karena diikuti 13 anggota MWA. Rapat memutuskan pelaksanaan pemilihan rektor Unpad dilakukan pada 29 Maret 2019.
Masalah belum usai. Seminggu sesudahnya, Rudiantara menggelar rapat pleno lain untuk membahas surat tanggapan Kemenristekdikti kepada KASN. Rapat MWA yang ini, meski tak kuorum, memutuskan untuk menyerahkan proses pemilihan rektor kepada Kemenristekdikti.
Berikutnya, pemilihan rektor Unpad yang dijadwalkan berlangsung 29 Maret sesuai rapat MWA pertama, batal digelar. Saat itu masa jabatan Tri Hanggono sebagai rektor tinggal menghitung hari.
Di tengah kebuntuan, pada 8 April 2019, KASN, Kemenristekdikti, dan Badan Kepegawaian Negara bertemu untuk membahas sengkarut pemberhentian Obsatar sebagai ASN. Hasil pertemuan memutuskan untuk menyerahkan proses pemilihan rektor kepada MWA Unpad.
Sekjen Kemenristekdikti Ainun Na’im menyatakan, KASN kini sudah bersedia menerima keputusan kementerian terkait pemberhentian sementara Obi sebagai ASN.
“Kami sudah jelaskan kepada KASN, akhirnya KASN bisa memahami. Posisi kementerian itu sudah betul,” ujar Na’im.
Tetapi lagi-lagi KASN membantah pernyataan tersebut. Sumardi menyebut, hasil pertemuan tak serta-merta menggugurkan rekomendasi KASN.
“Rekomendasi tidak berarti dibatalkan. Kami menyerahkan nasib Pak Obsatar (sebagai calon rektor) kepada MWA Unpad,” kata dia.
Obi sendiri tak mau pusing dengan apa pun keputusan MWA. Ia mengaku merelakan proses yang membawanya ke tiga besar calon rektor menguap. “Saya ikhlas,” ujarnya.
Terlepas dari perkara Obi, dua kandidat kuat rektor Unpad lain, Atip dan Aldrin, ikut kena getah keputusan Kemenristekdikti. Mereka ikut tersingkir dari pemilihan rektor dan harus mengikuti ulang pemilihan dari awal jika masih ingin mencalonkan diri.
Januari 2019, Bagir Manan, sesepuh Unpad yang juga mantan ketua Mahkamah Agung, sempat memberi masukan.
“Ada keinginan untuk mengubah peraturan, membuat prosedur baru pemilihan, itu boleh saja. Tapi ada prinsip: aturan baru tak berlaku surut. Tidak boleh meniadakan keputusan yang sudah diambil secara sah sebelumnya,” kata dia.
Pemilihan rektor ternyata bisa sedemikian peliknya.