Fenomena Lumba-lumba Sirkus 'Bunuh Diri' karena Stres

1 November 2018 10:41 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konten Eksklusif: Sirkus Lumba-Lumba. Foto: Basith Subastian/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Konten Eksklusif: Sirkus Lumba-Lumba. Foto: Basith Subastian/kumparan
ADVERTISEMENT
Cerita tentang seekor lumba-lumba di Amerika Serikat bernama Peter yang hidup pada dekade 60-an cukup dikenal oleh komunitas pecinta lumba-lumba. Peter disebut bunuh diri dengan enggan bernapas selepas dipisahkan dengan lumba-lumba betina yang dicintainya.
ADVERTISEMENT
Dilansir Huffington Post pada Juni 2014, Peter diadopsi oleh seorang peneliti binatang bernama Margaret Howe Lovatt. Oleh Lovatt, Peter ditempatkan dalam sebuah kolam khusus di Pulau Virginia selama beberapa bulan. Di sana, Peter juga diajari Bahasa Inggris oleh Lovatt. Namun karena stres akhirnya Peter dikabarkan bunuh diri dengan menahan napas sambil menenggelamkan tubuhnya dalam waktu lama di dalam kolam.
Lantas, benarkah lumba-lumba seperti halnya Peter bisa bunuh diri karena stres?
Tentu, dalam menjawab pertanyaan itu tidak bisa dengan asumsi belaka. Perlu ada pengetahuan tentang karakteristik lumba-lumba.
Sirkus lumba-lumba keliling. (Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan)
Untuk menjelaskan hal ini, kumparan meminta bantuan seorang peneliti LIPI yang fokus pada bidang oseanografi, Sekar Mira, untuk mengurai karakteristik lumba-lumba.
Menurut Mira, lumba-lumba adalah binatang dengan kecerdasan tinggi yang memiliki kelompok sosial.
ADVERTISEMENT
“Kelompok sosialnya ini juga berbeda-beda, bisa berdasarkan jenis, ada yang berkelompok ibu dan anak, lalu jantannya itu sendiri, tapi ada juga yang bercampur dalam satu kelompok itu ada pejantan,” terang Mira kepada kumparan, Selasa (23/10).
Sekar Mira LIPI (Foto: Lolita/kumparan)
Ketika lumba-lumba berpisah dengan kelompok sosialnya maka akan berdampak besar bagi kelangsungan hidupnya. Dalam bahasan ini bisa diambil contoh lumba-lumba yang terpisah dari kelompoknya akibat ditarik untuk pertunjukan sirkus.
Saat berpisah, lumba-lumba perlahan akan kehilangan kemampuan komunikasinya. Sejatinya, lumba-lumba berkomunikasi menggunakan sonar dengan kelompoknya untuk beberapa hal. Semisal untuk menjaga diri dari predator serta berburu mangsa.
Tentang berburu mangsa, lumba-lumba adalah hewan yang terbiasa mencari makanan. Mereka tak biasa diberi makan seperti yang terlihat di tempat sirkus.
Ilustrasi lumba-lumba (Foto: Pixabay)
Dengan kebiasaan-kebiasaan yang berubah, bila menyebabkan lumba-lumba mengalami depresi atau stres. Lalu, apakah ketika stres lumba-lumba dalam sirkus akan bunuh diri?
ADVERTISEMENT
Jawabannya belum tentu. Menurut Mira, asumsi di atas belum dapat dibuktikan secara ilmiah. Sifatnya masih berupa dugaan-dugaan dari beberapa ahli.
“Memang ada fenomena di mana depresi yang mereka alami itu diekspresikan dalam gerakan seperti menahan napas yang lama di bawah air. Ada juga beberapa individu yang menabrak-nabrakkan diri mereka ke dinding kolam,” ungkap Mira.
Di sisi lain, menurut pendapat ahli di Marine Mamals, Amerika Serikat, untuk melakukan bunuh diri dibutuhkan kesadaran yang sangat tinggi oleh lumba-lumba untuk bisa sampai pada pemikiran menyerah akan kerasnya hidup. Kesadaran tinggi itu diibaratkan seperti halnya yang dimiliki manusia.
Namun hingga saat ini, hewan hanya memiliki naluri untuk bertahan hidup.
“Makanya kalau memang tidak bisa dibuktikan secara nyata tapi paling tidak kita bisa melihat bahwa ada tekanan yang cukup besar untuk individu-individu dalam penangkaran sehingga mereka bisa memperlihatkan behaviour seperti ini,” imbuh Mira.
Sirkus lumba-lumba keliling. (Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan)
Pendapat di atas senada dengan Brian Palmer yang pernah menuliskan fenomena itu dalam majalah Slate. Dalam tulisan itu Palmer menelusuri sejarah panjang tentang penjelasan hewan bunuh diri.
ADVERTISEMENT
Palmer menyimpulkan, tidak mungkin hewan semisal lumba-lumba bunuh diri layaknya manusia. Palmer menyebut bunuh diri melibatkan seperangkat kemampuan kognitif yang tinggi.
“Ini membutuhkan sebuah kesadaran dari sebuah individu. Pun sebuah kemampuan berspekulasi tentang masa depan dan pengetahuan bahwa apa yang mereka lakukan bisa berujung kematian. Dan kita sama-sama tidak tahu apakah hewan bisa melakukan semua itu,” urai Palmer dalam tulisannya.
Sirkus lumba-lumba keliling. (Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan)
Bertolak belakang dengan Palmer, ahli mamalia bernama Marino mengungkap hal berbeda. Lumba-lumba menurutnya memiliki kemampuan fisik untuk bunuh diri dengan menahan napas hingga mati. Lumba-lumba dianugerahi otak yang kompleks.
Akan tetapi, Marino menyatakan jika teori itu benar, bukan berarti lumba-lumba bunuh diri benar terjadi. Jika dilihat dari kasus lumba-lumba Peter, keadaanlah yang secara jelas membuat mereka menderita. Tentang mati dengan bunuh diri itu masih belum dapat dipastikan.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari perbedaan pendapat yang ada, yang pasti membuat lumba-lumba berada pada kondisi yang menderita tentu bukanlah hal yang etis.
-------------------------------------------------
Bagaimana kisah sirkus lumba-lumba keliling saat ini? Simak ulasan lengkapnya dalam story-story berikut.