Memahami RUU Pesantren yang Ditolak Muhammadiyah

19 September 2019 18:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang santri sepuh membaca kitab fiqih di Masjid Agung Payaman, Komplek Pondok Pesantren Sepuh, Payaman, Magelang, Jateng. Foto: ANTARA FOTO/Anis Efizudin
zoom-in-whitePerbesar
Seorang santri sepuh membaca kitab fiqih di Masjid Agung Payaman, Komplek Pondok Pesantren Sepuh, Payaman, Magelang, Jateng. Foto: ANTARA FOTO/Anis Efizudin
ADVERTISEMENT
DPR segera mengesahkan Rancangan UU (RUU) tentang Pesantren menjadi UU dalam waktu dekat. Namun, RUU yang digagas PKB tersebut ditolak ormas Islam seperti Muhammadiyah, Persis, Aisyiyah, Al-Wasliyah, disahkan periode ini.
ADVERTISEMENT
RUU ini sudah mulai dibahas sejak Oktober 2018. Nama awalnya RUU tentang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan yang di dalamnya juga mengatur pendidikan nonformal agama lain. Namun, 'Pendidikan Keagamaan' dihapus karena memicu polemik.
Salah satunya dari Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) yang memprotes ketentuan soal Sekolah Minggu dan Katekisasi dalam RUU tersebut. Akhirnya setelah dibahas lama, RUU ini disepakati semua fraksi di tingkat Panja siang tadi.
RUU ini kini sedang dibahas di tingkat Komisi VIII bersama Menteri Agama Lukman Hakim, sebelum disahkan di rapat paripurna. Lalu, apa isi RUU itu?
Pesantren dalam RUU ini didefinisikan sebagai berikut:
Pondok Pesantren, Dayah, Surau, Meunasah, atau sebutan lain, yang selanjutnya disebut Pesantren adalah lembaga yang berbasis masyarakat dan didirikan oleh perseorangan, yayasan, organisasi masyarakat Islam dan/atau masyarakat yang menanamkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, menyemaikan akhlak mulia serta memegang teguh ajaran Islam rahmatanlilalamin yang tercermin dari sikap rendah hati, toleran, keseimbangan, moderat, dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia lainnya melalui pendidikan, dakwah Islam, keteladanan, dan pemberdayaan masyarakat dalam kerangka NKRI.
ADVERTISEMENT
Anggota Panja RUU Pesantren, Tb Ace Hasan Syadzily, merinci poin-poin penting dalam RUU Pesantren.
Pertama, keberadaan RUU Pesantren merupakan pengakuan negara terhadap lembaga Pesantren yang merupakan lembaga pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat yang memiliki nilai historis yang berbasis masyarakat.
Pasal 4
Pesantren menyelenggarakan pendidikan fungsi: a. pendidikan, b. dakwah, c. pemberdayaan masyarakat.
Kedua, RUU Pesantren ini menegaskan tentang keberadaan pesantren sebagai lembaga yang mandiri dan memiliki ciri khas tersendiri sebagai institusi yang menanamkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, menyemaikan akhlak mulia serta memegang teguh ajaran Islam rahmatanlilalamin yang tercermin dari sikap rendah hati, toleran, moderat, dan nilai-nilai luhur bangsa lainnya dalam kerangka NKRI.
Pasal 6
(1) Pesantren didirikan oleh perseorangan, yayasan, organisasi masyarakat Islam dan/atau masyarakat.
ADVERTISEMENT
(2) Pendirian Pesantren wajib:
a. berkomitmen mengamalkan nilai Islam rahmatan lilalamin, dan berlandaskan Pancasila, UUD RI Tahun 1945, NKRI, serta Bhinneka Tunggal Ika
Ketiga, proses pembelajaran pesantren yang memiliki ciri pembelajaran yang khas, ijazah kelulusannya memiliki kesetaraan dengan lembaga formal lainnya dengan tetap memenuhi jaminan mutu pendidikan.
Pasal 26
(1) Untuk menjamin mutu pendidikan Pesantren disusun sistem penjaminan mutu.
(2) Sistem penjaminan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi:
a. melindungi kemandirian dan kekhasan pendidikan Pesantren;
b. mewujudkan pendidikan yang bermutu; dan
c. memajukan penyelenggaraan pendidikan Pesantren.
Kelima, untuk memenuhi kualitas pendidikan di Pesantren harus memiliki institusi yang dinamakan Dewan Masyayikh yang terdiri atas para Kyai & Ustadz atau sebutan lainnya.
ADVERTISEMENT
Pasal 27
(1) Dalam rangka penjaminan mutu internal, Pesantren membentuk Dewan Masyayikh.
(2) Dewan Masyayikh dipimpin oleh seorang Kiai.
(3) Dewan Masyayikh memiliki tugas paling sedikit:
a. menyusun kurikulum pesantren;
b. melaksanakan kegiatan pembelajaran;
c. meningkatkan kompetensi dan profesionalitas pendidik dan tenaga kependidikan;
d. melaksanakan ujian untuk menentukan kelulusan Santri berdasarkan kriteria mutu yang telah ditetapkan; dan
e. menyampaikan data santri yang lulus kepada Majelis Masyayikh.
Keenam, sumber pendanaan pesantren yang selama ini bersumber dari masyarakat, dalam RUU ini ditegaskan dapat berasal dari APBN dan APBD sesuai dengan kemampuan keuangan negara.
Pasal 48
(1) Sumber pendanaan penyelenggaraan pesantren berasal dari masyarakat.
(2) Pemerintah pusat membantu pendanaan penyelengaraan Pesantren melalui anggaran pendapatan dan belanja negara sesuai kemampuan keuangan negara dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
ADVERTISEMENT
(3) Pemerintah daerah membantu pendanaan penyelenggaraan pesantren melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah sesuai kewenangannya dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Sumber pendanaan penyelenggaraan pesantren dapat berasal dari sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Sumber pendanaan pesantren yang berasal dari hibah luar negeri diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.
Ditolak Muhammadiyah
Muhammadiyah bersama beberapa ormas Islam lain seperti Mathlaul Anwar, Persatuan Tarbiyah Islamiyah, Al-Wasliyah, hingga Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia, menolak RUU itu disahkan periode ini, alias meminta RUU itu ditunda.
Berikut beberapa poin penolakannya:
1. UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah mengatur komprehensif pendidikan termasuk pengembangan pesantren.
2. Nomenklatur dan substansi dalam RUU Pesantren tidak mencerminkan dinamika pertumbuhan dan perkembangan pesantren saat ini sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
ADVERTISEMENT
3. RUU Pesantren ini apabila disahkan menjadi UU, berpotensi memunculkan tuntutan peraturan perundang-undangan yang sejenis dari pemeluk agama selain Islam, dan apabila tidak dipenuhi dapat menimbulkan pertentangan dan perpecahan dalam kehidupan bermasyarakat, yang dapat berujung pada terjadi disintegrasi bangsa.
4. Ketentuan yang diatur dalam RUU Pesantren hanya mengakomodir dan mengatur pesantren berbasis kitab kuning atau dirasah islamiyah dengan pola pendidikan muallimin, dan belum mengakomodir keberagaman pesantren sesuai dengan tuntutan pertumbuhan dan perkembangan pesantren.
Berikut isi RUU Pesantren secara lengkap: