Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
“Saya ini kan pertama kali diajak sama Pak Jokowi jadi calon wakil presiden, apakah saya mesti ganti celana.”
ADVERTISEMENT
Seloroh Ma’ruf Amin itu memecah tawa kerumunan yang merubung dia dan Joko Widodo. Mereka tak menyangka Ma’ruf, yang sepanjang hidupnya lebih sering memakai sarung daripada celana panjang, bakal rela menanggalkan busana bawahan khas santrinya.
Irfan Wahid masih ingat derai tawa rekan-rekannya di Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf Amin. Kala itu belum lama Jokowi meminang Ma’ruf sebagai cawapres, sekitar Agustus 2018. Mendengar kelakar Ma’ruf, Jokowi pun menimpali, sang kiai harus tetap pakai sarung.
“Orang kan tahunya Bapak pakai sarung, kenapa mesti pakai celana,” ucap Jokowi seperti ditirukan Irfan ketika berbincang dengan kumparan, Senin (18/2).
Ipang, nama sapaan Irfan Wahid, bersyukur mendapati candaan ini, sebab paling tidak tugasnya memoles cawapres pasangan Jokowi itu tak sesulit yang ia bayangkan. Irfan duduk sebagai Wakil Direktur Komunikasi Politik TKN dengan tugas mendampingi Ma’ruf dalam persiapan debat Pilpres 2019.
Ipang sudah mengenal Má’ruf secara pribadi, tetapi soal berhadapan dengan publik ia kurang tahu. Semula Ipang menduga Ma’ruf adalah kiai tua, kelahiran 11 Maret 1943, yang bakal susah berbicara di depan khalayak. Namun seloroh itu justru menunjukkan sebaliknya, bahwa Ma’ruf adalah kiai jenaka.
ADVERTISEMENT
Bekal ini lantas dipakai oleh Ipang untuk memoles Ma’ruf. Segenap latihan lantas dilahap Ma’ruf, mulai pendalaman materi bersama tim konten dan ahli di TKN, hingga latihan public speaking. Ma’ruf pun cepat beradaptasi.
“Memang harus ada beberapa adjustment (penyesuaian). Kalau masalah substansi kita enggak terlalu khawatir karena Kiai Ma’ruf itu fast learner,” kata Ipang.
Ma’ruf sendiri punya keunggulan lain seperti penguasaan ekonomi syariah . Ia cepat mengembangkan isu karena biasa membaca buku.
Salah satu titik lemah Ma’ruf, kata Ipang, hanya kebiasaannya berkhotbah. Soalnya, bicara monolog di depan jamaah biasanya tak terlalu pusing dengan durasi waktu. Ma’ruf sanggup berbicara macam ini selama berjam-jam.
Padahal debat capres dan cawapres dibatasi tenggat waktu. Kebiasaan berkhotbah tentunya jauh berbeda dengan arena debat. Seseorang diwajibkan bicara fakta, data, dan argumentasi dalam waktu singkat, dan ditonton satu Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Secara wawasan oke. Nah, apa yang menjadi tantangan? Kalau mau dibahas tantangannya satu, kalau di debat ini yaitu waktu, durasi waktu yang terbatas,” ujar Ipang.
Alhasil, stopwatch selalu di genggaman saat Ma’ruf berhadapan dengan Rizal Mustari, Riza Primadi, dan mantan presenter Tina Talisa. Mereka menjadi mentor Ma’ruf soal public speaking.
“‘Oke Pak Kiai, kelebihan dikit. Ayo diulangi lagi.’ Itu untuk membiasakan (beliau) berbicara dengan substansi penuh, dengan waktu yang singkat,” tutur Ipang.
Ma’ruf yang ikut menyaksikan debat kedua Jokowi dan Prabowo di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2), mengaku kagum dengan gaya Jokowi yang ofensif.
Ipang pun kembali didapuk melatih Ma'ruf lebih keras menghadapi debat cawapres 17 Maret 2019 mendatang.
ADVERTISEMENT
“Seru ya bisa begini (debatnya),” ucap Ipang menirukan ucapan Ma’ruf saat menonton Jokowi.
Tugas Ipang belum selesai, dan mungkin tak mudah. Sebab pada debat capres-cawapres pertama, Ma’ruf masih irit bicara. Ia hanya bicara tak lebih dari lima menit.
Sementara di kubu seberang, cawapres Sandiaga Uno bukan lawan sembarangan. Sandi adalah pengusaha muda energik kelahiran 28 Juni 1969. Ia berkali-kali menggelar temu pendukung sambil terus melakoni hobinya berlari.
Soal debat, Sandi pun tak perlu diragukan. Sebagai pengusaha, ia terbiasa bicara dengan wirausaha muda.
Lebih-lebih, Sandi tak kalah serius soal debat. Menjelang debat pertama misal, Sandi menyempatkan latihan public speaking, lengkap dengan stopwatch. Ia berlatih bicara sambil berdiri di depan laptop yang sekaligus berfungsi sebagai stopwatch untuk mengukur durasinya bicara.
ADVERTISEMENT
Latihan sendiri di rumah ini dilakukan Sandi sebelum bertolak ke kediaman Prabowo untuk berlatih berdua dengan sang capres.
Menjelang debat cawapres, Sandi punya persiapan tambahan, yakni bertandang ke lokasi yang terkait dengan isu yang akan dibahas, yakni pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, sosial, dan budaya. Misalnya, baru-baru ini Sandi bertemu dan mendengarkan curhat seribu dokter. Ia juga menyerap aspirasi soal pendidikan dari ibu-ibu Majelis Taklim.
“Dia itu mulai datang, dalam tiap kegiatan itu selalu mengaitkan dengan tema-tema debat yang akan dilakukan,” ujar anggota Direktorat Komunikasi dan Media Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi, Yuga Aden, Rabu (20/2).
Asupan materi pun tak pernah absen dari Sandi. Direktur Materi dan Debat BPN, Sudirman Said, mengerahkan anggota tim pemenangan untuk membantu persiapan debat. Mereka antara lain ekonom dan politikus PAN Drajad Wibowo, mantan Gubernur BI dan politikus Gerindra Burhanuddin Abdullah, hingga politikus Fadli Zon.
ADVERTISEMENT
Ada pula sejumlah tokoh nonpartai yang ikut memberi masukan bagi Sandi dan Prabowo. Misalnya, Menko Ekuin era Megawati Soekarnoputri, Kwik Kian Gie; dan mantan staf khusus Menteri ESDM, Said Didu.
Pertemuan antara Ma’ruf dan Sandi di panggung debat diprediksi bakal menarik. Pengamat politik Saiful Mujani Research & Consulting, Sirojudin Abbas, memperkirakan Sandi memiliki banyak keunggulan dibandingkan Ma’ruf Amin.
“Sandi punya keunggulan sedikit dalam hal penguasaan materi di luar agama—soal ekonomi, pengemasan, dia punya competitive advantage. Tapi Ma’ruf Amin punya keunggulan untuk masalah agama, ekonomi syariah, dan kerakyatan,” ujarnya.
Keunggulan Sandi bisa berbalik jadi bumerang jika ia salah taktik. Misalnya, menurut Abbas, bila Sandi menerapkan strategi over-offensive alias terlalu menyerang. Sebab, Sandi malah akan terkesan tak sopan kepada Ma’ruf yang notabene seorang kiai, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, dan Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
ADVERTISEMENT
“Jadi jangan terlalu terkesan ofensif, jangan ada persepsi tidak sopan dengan ulama, dengan orang tua. Karena publik bisa jadi tidak simpati dengan Sandi. Sandi harus banyak menahan diri,” ujar Abbas.
Apa pun persiapan dan prediksi yang berpusar, debat Ma'ruf dan Sandi pasti dinanti. Maka, apakah sarung Kiai Ma’ruf akan tetap digdaya menghadapi Sandi?