Mereka yang Kecewa Ba’asyir Batal Pulang

28 Januari 2019 12:16 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tenda di Ponpes Al Mukmin, Ngruki, untuk menyambut kepulangan Abu Bakar Ba'asyir. (Foto: kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tenda di Ponpes Al Mukmin, Ngruki, untuk menyambut kepulangan Abu Bakar Ba'asyir. (Foto: kumparan)
ADVERTISEMENT
Tenda tamu di depan Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah itu akhirnya dibongkar, Rabu (23/1). Sudah dua hari sejak tenda itu berdiri, tak satu pun tamu yang digadang datang, singgah berteduh. Acara penyambutan kepulangan Abu Bakar Ba’asyir urung digelar.
ADVERTISEMENT
Abdul Rochim tengah mengecap kekecewaan ketika menerima kabar pembatalan pembebasan Ba’asyir sang ayah. Pesta penyambutan dengan hidangan 1.600 nasi kebuli menguap begitu saja.
Padahal, Rochim kadung mempercayai kabar gembira Penasihat Hukum Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra. Sabtu (12/1), Yusril menjanjikan upaya pembebasan Ba’asyir dengan restu Presiden. Pembebasan itu tanpa syarat dan berdasarkan kemanusiaan.
“Sampai saya menangis ketika mendengar berita itu di depan pejabat itu. Betapa kagetnya saya dengar berita itu kan—Ustaz Abu Bakar Baasyir mau dibebaskan begitu saja,” ucap Rochim dalam perbincangan dengan kumparan, Kamis (24/1).
Yusril Ihza Mahendra (kanan) mengunjungi Abu Bakar Ba'asyir di Lapas Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. (Foto: ANTARA/Yulius Satria Wijaya)
zoom-in-whitePerbesar
Yusril Ihza Mahendra (kanan) mengunjungi Abu Bakar Ba'asyir di Lapas Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. (Foto: ANTARA/Yulius Satria Wijaya)
Rochim, putra ketiga Ba’asyir itu, pantas mempercayai Yusril. Sebab sudah beberapa kali kabar pembebasan bergulir, tapi baru kali ini begitu terasa serius. Kasak-kusuk pembebasan Ba’asyir pernah berembus pada 2018.
ADVERTISEMENT
Sekitar Maret 2018, wacana pemberian grasi pernah ditolak oleh keluarga Ba’asyir karena mensyaratkan pengakuan bersalah. Rochim pun mengaku pernah didatangi oleh Menteri Pertahanan pada tahun yang sama untuk membicarakan rencana penempatan Ba’asyir sebagai tahanan rumah. Tapi semua pembicaraan itu berakhir tanpa upaya administratif apa pun.
“Intinya Menhan menyampaikan Presiden ingin mengambil kebijakan kepada Abu Bakar Ba’asyir, mengupayakan kalau bisa ia di rumah. Memang saat itu enggak bilang (Ba’asyir) mau bebas,” ujar Rochim.
Rochim pun tahu, keteguhan bapaknya justru mempersulit upaya pembebasan atau peringanan hukuman apa pun. Ba’asyir tak mau meneken janji setia pada Pancasila. Oleh sebab itu saat mendengar pembebasan tanpa syarat yang diembuskan Yusril, Rochim benar-benar berharap.
Ia lalu berangkat ke Lapas Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tempat Ba’asyir mendekam. Kala itu, baju Ba’asyir sudah dalam koper dan buku sudah dikemas. Tapi jalan pulang malah ditutup pemerintah pada hari yang dinantikan, Rabu (23/1).
Ilustrasi Lipsus kumparan: Siapa Mau Bebaskan Ba’asyir
 (Foto: Herun Ricky/kumparan, AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Lipsus kumparan: Siapa Mau Bebaskan Ba’asyir (Foto: Herun Ricky/kumparan, AFP)
Tak hanya Rochim yang menanti bebasnya Ba’asyir. Pesan berantai dan percakapan di media sosial juga beredar antarkelompok jihadis dan mantan kombatan. Mantan narapidana kasus Bom Bali 1 hingga kombatan konflik sektarian Ambon dan Poso awal dekade 2000-an, misalnya, berencana akan datang menyambut Ba’asyir ke Ngruki dan mengisi tenda tamu Pondok Pesantren Al-Mukmin.
ADVERTISEMENT
“Walaupun jauh dengan Ustaz Abu, tapi kami tergerak. Mobilisasinya bukan karena aku anak buah Abu Bakar Ba'asyir, tapi sama-sama termotivasi ajaran jihad beliau,” kata Adi Rima, mantan narapidana kasus terorisme Bom Semarang tahun 2003 saat berbincang dengan kumparan.
Kabar pembatalan pembebasan Ba’asyir pun membuat mereka sama kecewanya dengan Rochim. Adi menganggap pemerintah seharusnya mewaspadai jaringan yang masih hidup saat ini, alih-alih takut kepada sosok Ba’asyir.
Adi dan kawan-kawannya bersinggungan dengan Ba’asyir melalui organisasi lawas Jemaah Islamiyah. Ia telah melalui hukuman 6 tahun penjara dan menutup masa lalu sebagai pelaku teror. Kini ia menjadi sopir dan membuka restoran sembari mengikuti program deradikalisasi.
Meski begitu, hubungannya dengan Ba’asyir tetap terjalin. Adi sempat tiga kali mengunjungi Ba’asyir ketika ditahan di Lapas Nusakambangan. Ba’asyir adalah guru spiritualnya.
ADVERTISEMENT
Alumni kamp akademi militer Afghanistan, Farihin bin Ahmad, menilai kekhawatiran pemerintah terhadap Ba’asyir berlebihan. Menurutnya, usia Ba’asyir sudah renta, 81 tahun, sehingga ia seharusnya layak menghirup udara bebas. Apalagi Ba’asyir bukan orang yang mengumbar teror.
Farihin tak menampik jika Ba'asyir adalah pelopor ideologi jihad di Indonesia. Ba’asyir sudah berkecimpung sejak era Orde Baru lewat Darul Islam. Organisasi ini dekat dengan jihadis Afghanistan, dan mengomando alumni-alumni Afghanistan dari 1985 sampai 1992. Selanjutnya, Ba'asyir bersama Abdullah Sungkar mengorganisasi para jihadis dengan mendirikan Jemaah Islamiyah pada 1993, memisahkan diri dari Darul Islam.
Ba’asyir berperan sebagai perantara bagi kader muda Negara Islam Indonesia yang ingin berlatih di akademi militer di Afghanistan. Orang-orang Indonesia ini bergabung dengan kelompok mujahidin Afghanistan bernama Al-Ittihad Al-Islami pimpinan Abdul Rasul Sayyaf yang melawan faksi politik bentukan Uni Soviet.
ADVERTISEMENT
Jemaah Islamiyah disebut bertanggung jawab atas serangkaian bom mematikan pada awal 2000-an, mulai dari bom gereja pada tahun 2000, Bom Bali 1 dan 2, Bom Marriott, hingga Bom Kedubes Australia.
Deretan kasus bom berskala besar ikut menyeret nama Ba’asyir. Pada Oktober 2002, Ba’asyir ditetapkan sebagai tersangka karena diduga terlibat dalam Bom Bali dan berbagai teror gereja. Ba’asyir diganjar vonis 4 tahun penjara dalam kasus Bom Natal 2000, meski kemudian masa tahanannya dipotong 1 tahun 6 bulan.
Setiap kejadian serangan teror seolah selalu dituduhkan kepada Ba’asyir. Pada serangan Bom Bali dan Bom JW Marriott, Ba’asyir kembali disebut terlibat. Ia divonis 2 tahun 6 bulan penjara karena permufakatan jahat dalam kasus Bom Bali 2002 dan rangkaian aksi bom tahun 2003.
ADVERTISEMENT
Ba’asyir sendiri menampik terlibat aksi teror. “Yang ditakuti dari saya itu apa? Wong saya tidak pernah bunuh orang. Jotos saja nggak pernah, apalagi ngebom,” kata Ba’asyir dalam salah satu ceramahnya.
Abu Bakar Ba'asyir dan Teror (Foto: Basith Subastian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Abu Bakar Ba'asyir dan Teror (Foto: Basith Subastian/kumparan)
Ba’asyir punya catatan interaksi dengan beberapa gembong teror seperti Hambali, Imam Samudera, dan Dulmatin. Tapi pengadilan tidak pernah membuktikan keterlibatan langsung Ba’asyir dalam terorisme. Ia tidak terbukti “memberikan perintah” dalam aksi teror.
Catatan itu membuat kharisma Ba’asyir sangat kuat di kelompok jihad mana pun. Pembatalan pembebasan Ba’asyir, menurut Farihin, bakal menuai kekecewaan besar.
“Sampai sekarang pun yang namanya demokrasi ya batil menurut beliau. Nah itulah yang membuat kharismanya akhirnya timbul, sehingga menjadi panutan bagi kami semua. Beliau konsisten,” tegas Farihin.
ADVERTISEMENT
Ba’asyir menjadi legenda hidup bagi kalangan jihadis, tak hanya buat mereka yang pernah terlibat dalam jaringan JI. Sebut saja Arifin, terdakwa kasus Bom Cirebon 2011. Arifin mengenal Ba’asyir pada 1999 sesaat setelah kepulangannya dari Malaysia.
Mengenal Ba’asyir cukup lama, Arifin mengatakan Baasyir tidak pernah secara khusus memintanya melakukan teror. “Menafsiri suatu ilmu itu tiap orang berbeda,” kata Arifin kepada kumparan, Minggu (27/1).
Abu Bakar Ba'asyir ketika menjalani persidangan, 16 Juni 2011. (Foto: AFP/Romeo Gacad)
zoom-in-whitePerbesar
Abu Bakar Ba'asyir ketika menjalani persidangan, 16 Juni 2011. (Foto: AFP/Romeo Gacad)
Kelompok jihadis merasa dipermainkan dengan maju-mundur kabar pembebasan Ba’asyir. Seorang mantan narapidana teroris yang enggan disebut namanya menuturkan, sikap pemerintah yang plinplan itu membuat kondisi rawan.
“Ketegangan baru muncul ketika dipermainkan seperti ini,” kata dia saat berbincang dengan kumparan.
Pengamat terorisme Noor Huda Ismail menganggap bergulirnya kabar pembebasan Ba’asyir jadi amat liar. Ia mengatakan, pemerintah atau kelompok politik harusnya jaga mulut sebelum menebar kabar. Perkara terorisme dan tokoh-tokohnya harus jadi pertimbangan penting.
ADVERTISEMENT
Apalagi, menurut Noor Huda, pesona Ba’asyir tak luntur meski ada tokoh baru muncul seperti Aman Abdurrahman yang mengomando panji ISIS-nya. Ba’asyir, kata dia, mampu menginspirasi kekerasan hanya lewat citra dalam sejarah aksi teror di Indonesia. Sementara aksi yang dimotori kelompok ISIS dan Aman Abdurrahman bergerak berdasarkan fatwa dan imbauan amaliah organisasi.
Ia mencontohkan kasus penembakan dua anggota kepolisian oleh empat orang di depan BCA Palu, Sulawesi Tengah, dan Cirebon pada medio 2011. H, salah satu pelaku penembakan di Palu, mengatakan penembakan dilakukan sebagai aksi balas dendam terhadap penangkapan Ba’asyir.
Kharisma Ba’asyir tak lekang waktu. “Saya belum melihat ada tokoh yang secara individu bisa menginspirasi orang, bahkan untuk melakukan aksi kekerasan, selain Abu Bakar Ba’asyir,” ucap Noor Huda.
ADVERTISEMENT
Pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian itu mengakui ada berbagai kelompok jihad yang berbeda pandangan. Namun, sosok Ba’asyir tetap dihormati di semua kalangan jihadis.
Senada, peneliti Institute for Policy Analyses of Conflict Sidney Jones menyebutkan dalam tulisannya di laman Lowy Institute berjudul Indonesia: Releasing Abu Bakar Ba’asyir Wrong in All Counts, Ba’asyir masih bisa menjadi ancaman karena citranya.
“Meski hanya diam di rumah, Ba'asyir akan memiliki banyak pendukung hingga tiga generasi kaum ekstremis, dan ini akan memberi Ba'asyir kesempatan untuk merangsang militansi mereka,” tulis Jones.
Abu Bakar Ba'asyir Batal Bebas (Foto: Basith Subastian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Abu Bakar Ba'asyir Batal Bebas (Foto: Basith Subastian/kumparan)
Ba’asyir mungkin bukan orang biasa. Maka apa pun opsi yang diambil terkait dirinya akan selalu punya konsekuensi dan risiko.