Murah Hati Jokowi untuk Nahdlatul Ulama

13 Agustus 2018 15:29 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
Konten Eksklusif: Duel Kedua Jokowi Prabowo. Foto: Basith Subastian/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Konten Eksklusif: Duel Kedua Jokowi Prabowo. Foto: Basith Subastian/kumparan
ADVERTISEMENT
Nahdlatul Ulama adalah prioritas. Demi mengamankan suara Islam Nusantara, Jokowi akan berbuat segalanya. Termasuk menggandeng pemimpin tertinggi Nahdlatul Ulama, Rais Aam PBNU yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia, Ma’ruf Amin.
ADVERTISEMENT
“Kami ini saling melengkapi, nasionalis-religius,” kata Jokowi singkat ketika ditanya soal alasan memilih Kiai Haji Ma’ruf Amin sebagai calon wakil presiden.
Pilihan Jokowi itu mengejutkan, lantaran beberapa jam sebelum pengumuman capres-cawapres, nama Mahfud justru menguat. Sore itu, Kamis (9/12), Mahfud bersama para koleganya bahkan telah duduk di Restoran Tesate yang berada di seberang lokasi berkumpulnya koalisi Jokowidi Restoran Plataran Menteng.
Mantan Ketua MK itu telah mengenakan kemeja putih yang seirama dengan pakaian Jokowi. Ia siap dipanggil menyeberang ke Plataran. Semua urusan administrasi untuk mendaftar cawapres sudah beres diurus, misalnya saja surat keterangan tidak pernah dipidana dan surat keterangan tidak pailit.
Tapi siapa sangka, di ujung pertemuan Plataran, nama Mahfud berganti Ma’ruf. Menurut sumber di internal koalisi, Jokowi menyodorkan nama Mahfud, dan tak dinyana PKB, Golkar, dan PDIP memberi komentar negatif.
ADVERTISEMENT
PKB disebut menjadi motor penolakan terhadap Mahfud. Namun partai itu membantah. Wasekjen PKB Jazilul Fawaid yang ikut menemani ketua umumnya, Muhaimin Iskandar, pada pertemuan itu, mengatakan nama Mahfud belum pernah dibicarakan langsung oleh partai-partai koalisi dan baru digodok di menit-menit akhir.
Maka alih-alih dipanggil, Mahfud malah diminta pulang. “Saya tak kecewa. Kaget saja karena sudah diminta mempersiapkan diri,” ucapnya.
Konferensi pers KH Ma'ruf Amin usai ditunjuk sebagai cawapres mendampingin Jokowi, Kamis (9/8/2018). (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Nama Ma’ruf tak baru dalam radar cawapres. Sentimen agama dan politik identitas jadi faktor munculnya nama itu. Semua keunggulan Jokowi--elektabilitas tinggi, dukungan koalisi gemuk, dan status petahana--bisa terjungkir begitu saja bila isu soal agama menerpa.
Kasus dugaan penistaan agama oleh sahabatnya, mantan gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, ikut membayangi.
ADVERTISEMENT
“Bahwa masalah paling pokok kita itu, sejak pengalaman dengan Pemilihan Gubernur DKI, adalah benturan umat beragama,” ujar Luhut Binsar Panjaitan, Menko Maritim yang juga orang dekat Jokowi, Minggu (12/8).
Sentimen keagamaan itu jelas menyisakan rasa trauma. Sehingga, menurut Ketua Umum PPP Romahurmuziy, Jokowi sejak lama ingin bersanding dengan sosok yang dekat dengan kelompok Islam.
“Sejak Desember 2017 itu beliau sudah sepakat, wakil harus santri. Malah beliau yang menambahkan (indikator) selain santri, yaitu intelek dan NU,” ujar Romy saat berbincang dengan kumparan di kediamannya, Kramat Jati, Jakarta Timur, Rabu (8/8).
Dari standar itulah tim independen bentukan mantan Seskab Andi Widjajanto, Luhut, dan Mensesneg Pratikno, bergerak mencari calon-calon potensial.
Saking inginnya meredam politik identias, muncul usul untuk menduetkan Jokowi dan Prabowo sekalian. Itu sebabnya Jokowi mengirim Luhut bertemu Prabowo pada bulan April.
ADVERTISEMENT
“Pak Jokowi menilai ujaran kebencian sudah tidak bisa lagi dihindari, kecuali mereka (Jokowi dan Prabowo) bersatu,” kata Romy.
Namun tentu saja gagasan itu ditolak. Partai-partai koalisi Jokowi cemas Prabowo akan membawa masalah, bahkan bisa jadi malah mendominasi jalannya pemerintahan periode kedua. “Jokowi bertanya kepada ketua umum, semua menolak,” ujar Romy.
Dalam proses pencarian itu pulalah, nama Jusuf Kalla mengemuka. Ia ekonom handal sekaligus Ketua Dewan Masjid Indonesia dan Mustasyar PBNU. JK jelas mewakili kelompok Islam. Masalah (besar)nya, ia sudah menjabat wakil presiden selama dua periode.
Masuk pula dalam bursa nama Chairul Tanjung. Ia disebut berada di tempat ketiga teratas setelah JK dan Mahfud. Selama ini, CT dikenal dekat dengan kelompok Islam. Maka, isu logistik dan sentimen agama diharapkan selesai jika Jokowi berpasangan dengan CT.
ADVERTISEMENT
Nama CT sempat menguat beberapa hari sebelum pengumuman capres-cawapres. Selasa malam (7/8), ia sempat diundang ke Istana, dan terpantau dua kali bolak-balik ke Istana pada malam yang sama--pukul 21.00 dan pukul 24.00 WIB.
Sejumlah orang dekat CT pun dikabarkan telah bersiap-siap apabila CT benar-benar diminta menjadi cawapres. Namun kedekatan sang taipan dengan SBY justru jadi batu sandungan.
“Kalau CT masuk ke Jokowi tanpa didukung Demokrat, itu nggak mungkin,” ujar sumber kumparan di internal koalisi.
Orasi Kebangsaan Mahfud MD, Selasa (31/7). (Foto: Antara Foto/Rivan Awal Lingga)
Gagalnya sejumlah nama sebagai cawapres membuat Mahfud makin diperhitungkan. Ia tokoh non-parpol sehingga dianggap netral, dan Ketua Presidium Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) serta Ketua Dewan Kehormatan Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) sehingga cukup dekat dengan sejumlah kalangan Islam.
ADVERTISEMENT
Namun, Mahfud ditolak kuat oleh Cak Imin. Tiga sumber kumparan di lingkaran NU menyebutkan, Muhaimin khawatir Mahfud bakal mengganjal masa depannya di PKB. Sebab, siapa bisa menggaransi PKB tak akan diambil alih oleh Mahfud?
Sehari sebelum pengumuman cawapres Jokowi, Cak Imin beserta Ma’ruf Amin dan Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj diundang ke Istana. Mereka bertemu secara terpisah dengan Jokowi. Tapi Jokowi tak bilang siapa yang dia pilih sebagai cawapres.
Usai pertemuan dengan Jokowi, Muhaimin, Ma’ruf Amin, dan Said Aqil berkumpul di kantor PBNU. Ketiganya merasa Jokowi tak memberi titik terang soal kursi cawapres. PBNU kemudian menggertak, dan secara gamblang menyebut Mahfud bukan bagian dari NU.
Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj dan Rais Aam PBNU Ma'ruf Amin, Kamis (9/8). (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Pada pertemuan antara Cak Imin dan para kiai di kantor PBNU, Rabu malam, Said Aqil menyebut ada empat nama tokoh NU yang bisa diambil Jokowi menjadi cawapres, yakni Ma’ruf Amin, Said Aqil sendiri, Muhaimin Iskandar, dan Ketua Umum PPP Romahurmuziy.
ADVERTISEMENT
“Yang satu lagi (Mahfud), itu bukan NU,” ujar sumber kumparan di PBNU.
Meski nama Mahfud tetap di atas sebagai kandidat cawapres, pada akhirnya ia tergeser oleh Ma’ruf Amin yang lebih banyak mendapat dukungan partai koalisi.
Cawapres Jokowi di Menit Akhir (Foto: Basith Subastian/kumparan)
“Itu artinya Pak Jokowi menghargai ulama, menghargai NU. Ini luar biasa. Ini memang harus dibalas oleh para ulama, oleh NU, dengan mendukung beliau,” ucap Ma’ruf Amin di kantor PBNU, malam setelah namanya diumumkan Jokowi sebagai cawapres.
Unsur NU, seperti juga elemen MUI, akan dilibatkan ke dalam Tim Pemenangan Jokowi-Ma’ruf Amin.
Almarhum Ketua Umum PBNU Kiai Hasyim Muzadi pernah menyatakan jumlah warga NU sekitar 60 juta. Sebuah survei bahkan menyebutkan, 75 persen rakyat Indonesia mengaku Nahdliyin. Artinya, lebih dari 140 juta. Sementara survei lain menunjukkan, 50,3 persen muslim Indonesia merasa berafiliasi dengan NU.
ADVERTISEMENT
Sampai saat ini, Nahdlatul Ulama tetap ormas Islam terbesar di Indonesia. Itu saja sudah menjawab kenapa dukungan Nahdliyin amat penting bagi Jokowi.
Terlebih, bila ditambah fakta bahwa Nahdliyin amat kuat di Jawa, terutama Jawa Timur. Menurut CEO Alvara Research Center Hasanuddin Ali, penguasaan atas Jawa adalah salah satu kunci penting untuk memenangi Pilpres. Sebab pemilih di Pulau Jawa saja berjumlah 60 persen dari total pemilih nasional.
Seperti kata sumber di lingkup Istana, kemunculan Ma’ruf Amin tak lepas dari kalkulasi politik koalisi Jokowi.
There ain’t no such thing as free lunch.
ADVERTISEMENT
Simak selengkapnya dalam tautan di bawah ini: