Nasib Jenazah Para Bomber yang Ditolak Pemakamannya oleh Warga

19 Mei 2018 8:35 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kabid Humas Polda Jatim Kombes Frans Barung. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kabid Humas Polda Jatim Kombes Frans Barung. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Tiga jenazah yang ditemukan saat bom meledak di Rusunawa Wonocolo, Sidoarjo, Jawa Timur, berhasil diidentifikasi oleh tim DVI Polda Jawa Timur. Diketahui ketiga jenazah itu merupakan satu keluarga yaitu Anton Ferdiantono, Sari Puspitarini, dan Hilya Aulia Rahman yang menghuni Rusun Wonocolo Blok B nomor kamar 2.
ADVERTISEMENT
"Hari ini baru tiga. Rekan-rekan tentunya sudah mengerti karena situasional yang ada," kata Kabid Humas Polda Jawa Timur Kombes Pol Frans Barung di RS Bhayangkara Surabaya, Jumat (18/5).
Data hasil identifikasi itu akan langsung diserahkan kepada pihak keluarga yang bersangkutan. Sehingga keluarga bisa langsung menjemput ketiga jenazah untuk segera dimakamkan.
Selain itu Frans mengatakan, proses penyerahan jenazah akan diambil-alih oleh Polres Sidoarjo. Ketiga jenazah rencananya akan langsung dimakamkan di TPU Magersari, Sidoarjo.
Jenazah teroris bom Rusunawa Sidoarjo dimakamkan (Foto: Ferio Pristiawan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Jenazah teroris bom Rusunawa Sidoarjo dimakamkan (Foto: Ferio Pristiawan/kumparan)
Akhirnya pada sore hari sekitar pukul 15.00 WIB tiga jenazah terduga teroris itu akan dimakamkan di lahan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo. Lahan seluas 70x15 meter itu memang dipergunakan untuk mengubur jenazah dengan identitas yang tidak diketahui atau lebih dikenal sebagai pemakaman Mr.X.
ADVERTISEMENT
Kepala Bidang (Kabid) Rehabilitasi dan Pelayanan Sosial Dinsos Sidoarjo, Wiyono, memaparkan, tiga jenazah itu pemakamannya berlangsung di lahan milik pemerintah setelah tidak ada keluarga yang mengambil. Selain itu, sempat ada penolakan dari warga saat hendak dimakamkan di tempat pemakaman umum.
"Alasannya dimakamkan di sini karena ditolak sama warga jenazahnya, keluarga juga enggak mengakui, ya akhirnya kita kubur di sini," kata Wiyono di lokasi pemakaman.
Wiyono mengatakan, untuk menguburkan tiga terduga teroris itu, pihaknya harus memindahkan satu mayat yang dikuburkan di lahan milik pemkab tersebut. "Setelah dapat perintah untuk dikuburkan di sini, ya kita pindahkan 1 mayat Mr X, tapi kondisinya sudah tinggal tulang dan hanya kafan saja, sudah kita pindahkan," katanya.
Jenazah teroris bom Rusunawa Sidoarjo dimakamkan (Foto: Ferio Pristiawan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Jenazah teroris bom Rusunawa Sidoarjo dimakamkan (Foto: Ferio Pristiawan/kumparan)
Sementara petugas pemakaman bernama Haryono (57), menyebutkan saat proses pemakaman, ada pihak keluarga yang datang untuk melihat. Namun, ia hanya diam di mobil ambulans dan tidak turun ke area pemakaman.
ADVERTISEMENT
"Tadi ada kok datang, tapi diajak turun enggak mau diem di dalam mobil. Katanya banyak wartawan, gitu. Orangnya agak sepuh, mungkin neneknya," ujar Haryono di lokasi pemakaman Mr. X, Pucang, Sidoarjo.
Haryono mengaku ada perasaan hampa saat mengumandangkan azan bagi ketiga jenazah itu.
"Tadi waktu saya azan kayak hampa enggak ada kesan-kesan yang mendalam. Saya juga enggak ngerti kenapa kok gitu," pungkasnya.
Di lokasi pemakaman, sejumlah warga yang datang juga tidak terlihat ikut mendoakan ketiga jenazah tersebut. Mereka hanya datang untuk melihat-lihat prosesi pemakaman saja. Pantauan kumparan di lokasi, ibu Anton tidak terlihat turun ke area pemakaman anaknya yang meninggal akibat bom yang dirakitnya sendiri.
Sama halnya seperti keluarga Anton, enam jenazah bomber tiga gereja di Surabaya yakni keluarga Dita Oepriarto (46), istrinya Puji Kuswati (42), dan empat orang anaknya, mendapat penolakan dari warga saat prosesi pemakaman. Bahkan sampai sekarang, keluarga Dita masih belum dimakamkan.
ADVERTISEMENT
Penolakan itu berawal dan warga Kecamatan Sawahan yang berbondong-bondong menolak keluarg Dita dimakamkan di Taman Pemakaman Umum (TPU) Putat Gede. Menurut Camat Sawahan, Yunus, alasan warganya menolak enam jenazah tersebut karena salah satu korban ledakan bom gereja di Surabaya merupakan warga Kecamatan Sawahan.
"Warga menolak, karena kondisi psikologis mereka memang begitu. Mereka menolak. Warga saya, (yang jadi korban) Daniel, alamat di Dukuh Kupang Utara Gang Langgar ditabrak kemudian diseret baru meledak," kata Yunus saat dihubungi kumparan.
Warga menutup liang kubur yang sudah digali. (Foto: Phaksy Sukowati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Warga menutup liang kubur yang sudah digali. (Foto: Phaksy Sukowati/kumparan)
Yunus mengungkapkan, warganya tidak tahu bahwa pihak kepolisian sudah membuat lubang. Namun ketika warga mengetahui lubang kuburan tersebut untuk keenam jenazah bomber tiga gereja di Surabaya, warga langsung menutupnya kembali.
"Kemarin warga ada info, Kapolsek menyampaikan mau dimakamkan ke sana. Ada diskusi kemudian warga menolak. Kita tidak tahu kalau sudah ada lubang. Warga datang kemudian menutup tujuh lubang," ujar Yunus.
ADVERTISEMENT
Yunus menjelaskan, bahwa keenam jenazah bomber yang ditolak dikebumikan tersebut juga ditolak keluarganya. Bahkan tidak satu pun keluarganya mengambil keenam jenazah bomber gereja itu.
"Kenapa enggak di daerah asalnya ? Di Tembok dan Rungkut ? Keluarga mereka saja menolak, apalagi warga kami yang jelas berada dalam psikologis," jelasnya.
Risma buka layanan anak berkebutuhan khusus. (Foto: Phaksy Sukowati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Risma buka layanan anak berkebutuhan khusus. (Foto: Phaksy Sukowati/kumparan)
Sementara Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, dalam mengatasi polemik penolakan pemakaman keluarga Dita, berusaha mencoba untuk mengambil langkah konkret. Ia terus berkoordinasi dengan MUI dan mengaku telah mengirim surat agar diberikan solusi atau fatwa terkait penolakan tersebut.
"Saya sudah berkirim surat kepada MUI. Kita tunggu hasil fatwa MUI seperti apa, sehingga nantinya mudah untuk menjelaskan kepada warga,” kata Risma di Gedung Convention Hall Arief Rahman Hakim, Surabaya.
ADVERTISEMENT
Menurut Risma, pengiriman surat dilakukan sebagai satu-satunya alternatif untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi di tengah masyarakat. Pasalnya, ia tidak berani mengambil keputusan saat memperoleh informasi penolakan itu.
“Saya tidak berani mengambil keputusan karena takut menimbulkan gesekan yang semakin besar dengan masyarakat. Masalah satu belum selesai, terus ada gesekan dengan warga. Jangan sampai itu terjadi dan itu berat bagi saya,” ungkap Risma.
Wali kota terbaik di dunia ini lebih memilih untuk menunggu hasil fatwa MUI yang akan dikeluarkan. “Ya kita menunggu fatwanya seperti apa, karena ada beberapa warga yang menolak aksi bom bunuh diri ini,” ucap Risma.
Sekretaris MUI Jatim Muhammad Yunus (Foto: Phaksy Sukowati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sekretaris MUI Jatim Muhammad Yunus (Foto: Phaksy Sukowati/kumparan)
Menanggapi penolakan pemakaman keluarga Dita oleh pihak warga dan keluarga, sekretaris MUI Jawa Timur Muhamad Yunus mengaku pemakaman tersebut harus segera dilakukan tanpa perlu menunggu adanya fatwa terlebih dahulu.
ADVERTISEMENT
"Ya, fatwa itu enggak bisa langsung instan, fatwa itu butuh pembahasan paling tidak 2-3 bulan. Masa 2-3 bulan enggak dimakamkan. Itu enggak bener, itu stigmanisasi berlebihan. Orang yang sudah meninggal kok masih ditolak itu gimana," ucap Yunus kepada kumparan.
Ia juga menduga, penolakan tersebut terjadi karena adanya provokasi di lingkungan warga setempat. Untuk itu, ia mengimbau para warga untuk tetap menguburkan jenazah teroris (atau terduga teroris) sebagaimana yang diwajibkan dalam agama.
"Saya imbau ke warga, orang meninggal itu ya secepatnya dimakamkan agar segera bertemu dengan Tuhan-nya. Tidak ada hak manusia untuk menghalang-halangi memakamkan," tegasnya.
Selain itu, ia juga meminta kepada pemerintah dan pihak kepolisian agar segera mencarikan alternatif lokasi pemakaman jika memang terjadi penolakan dari warga. Ia juga meminta masyarakat menghapus stigma-stigma yang ada dan tetap menerima pemakaman tersebut.
ADVERTISEMENT
"Kan terkait masalah-masalah itu, kan harus dibuktikan dulu apakah dia itu terlibat, apa dia pelaku, atau justru dia itu korban. Korban yang dijadikan seolah-olah pelaku, gitu kan. Apa yang ditakutkan, kan sudah meninggal juga," pungkasnya.