Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Perjalanan Andi Narogong Menggarap Proyek e-KTP
29 Mei 2017 12:44 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
ADVERTISEMENT
Andi Agustinus alias Andi Narogong bersaksi di persidangan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (29/5). Andi, yang kini berstatus tersangka kasus e-KTP, membeberkan perjalanan proyek e-KTP.
ADVERTISEMENT
"Sebelumnya, saya tercatat sebagai direktur di sejumlah perusahaan yang semuanya beralamat di Jalan Raya Narogong (Bekasi)," kata Andi saat bersaksi, Senin (29/5). Nama-nama perusahaan itu adalah PT Cahaya Wijaya Kusuma, PT Lautan Makmur Perkasa, dan PT Armor Mobilindo.
Nah, PT Cahaya Wijaya Kusuma itulah, yang menurut Andi akan diikutsertakan menjadi anggota Konsorsium Percetakan Negara RI. Tapi keinginan Andi kandas karena kendala administrasi. Sebab perusahaan perlu memiliki izin dari Badan Intelijen Negara untuk security printing.
Andi tahu proyek e-KTP pada 2010. Ketika itu, menurutnya, pemerintah mengumumkan akan ada proyek e-KTP secara nasional. "Saya kemudian cari informasi ke Bu Diah Anggraeni (Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri) karena saya kenal beliau, dan beliau membenarkan," kata Andi.
ADVERTISEMENT
Menurut Andi, Diah mengatakan proyek e-KTP berada di bawah urusan Direktorat Administrasi Kependudukan, yang dipimpin Irman. Irman kini menjadi terdakwa kasus e-KTP lantaran sebagai Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, ia diduga korupsi.
"Awalnya Pak Irman bilang silakan ikut lelang sesuai prosedur, kemudian setelah beberapa kali bertemu, beliau mulai mencair," kata Andi.
Andi menuturkan, Irman ketika itu menyarankan Andi untuk ikut Konsorsium Galatama, yang disebut-sebut akan memenangi tender proyek e-KTP karena pada 2009 memenangkan uji petik proyek e-KTP.
"Saya juga dikenalkan ke Pak Winata Cahyadi, Pak Isnu, dan pada Maret 2010 di Hotel Hilton saya dikenalkan kepada Pak Johaes Tan, semua yang mau ikut proyek harus dibukakan kunci SIAK-nya oleh Pak Johanes Tan," kata Andi merujuk Sistem Informasi Administrasi Kependudukan.
ADVERTISEMENT
Seluruh nama yang disebut Andi sudah bersaksi di sidang kasus e-KTP. Winata menjabat Direktur Utama PT Karya Wira Utama, Isnu merupakan Direktur Utama PNRI, dan Johanes Tan Direktur PT Java Trade Utama.
Masih di tahun 2010, Andi dipanggil Irman untuk menemui Paulus Tannos, bos PT Sandipala Arthaputra. "Kata Irman, dia (Paulus) orangnya Pak Gamawan," ujar Andi merujuk bekas Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi. "Katanya Pak Paulus punya modal Rp 1 triliun."
Orang-orang yang disebut Andi itu sering bertemu di mal Pasific Place Jakarta. Namun sebagai orang baru, Andi mempersilakan kantornya digunakan sebagai tempat pertemuan. Lokasi ruko itu: Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan.
ADVERTISEMENT
"Di sana (ruko Fatmawati), saya dikenalkan dengan Pak Azmin Aulia adik Pak Gamawan, pada tahun yang sama juga pernah bertemu Pak Paulus, Pak Azmin, Pak Irman, dan Pak Sugiharto," kata Andi. Sugiharto merupakan bawahan Irman di Kemendagri. Dia kini berstatus terdakwa.
Pada 2011, Konsorsium PNRI terbentuk, setelah beberapa kali rapat dengan perusahaan yang belakangan bergabung ke konsorsium, di antaranya PT LEN dan Sucofindo.
"Saat pengumuman lelang PT, saya tidak dapat ikut karena tidak memiliki pengalaman dalam percetakan. Tapi saya tetap kekeh mau subcon di konsorsium PNRI," kata Andi.
Agar keinginan Andi tetap dapat direalisasikan, Andi selalu selalu membantu Irman, termasuk ketika Irman meminjam uang. Pada 2011, beberapa kali Andi meminjamkan uang ke Irman.
ADVERTISEMENT
Misalnya USD 500 ribu yang diberikan di Cibubur Junction, USD 400 ribu di Holland Bakery Kampung Melayu, USD 400 ribu di SPBU Kemang, USD 200 ribu di pom bensin AURI.
"Maksud saya memberikan uang tersebut, siapapun pemenangnya, agar saya dapat pekerjaan sub dari setiap sub di konsorsium," kata Andi.
Komisi Pemberantasan Korupsi menduga Andi berhasil mendapatkan uang dari proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun itu. "Dari nilai proyek Rp 5,9 triliun, Setya dan Andi Narogong diduga mendapatkan Rp 574 miliar," kata sumber kumparan (kumparan.com) yang mengutip berkas pengadilan, Rabu (8/3).