Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Farhat Abbas memang beda. Baru saja jadi juru bicara Jokowi , ia sudah tancap gas. Betul-betul tak ada kalem-kalemnya. Tiga hari berturut-turut dia mengeluarkan pernyataan yang bikin merah kuping kubu Prabowo-Sandi, bahkan bikin gerah koalisinya sendiri.
ADVERTISEMENT
“Kalau (di kubu lawan) ada yang rada gila, kita cari orang yang bisa mengobati orang gila. Saya disiapkan untuk melawan Fadli Zon dan lain-lain. Yang (berawalan dengan) huruf F. Farhat lawan F,” kata Farhat di sela pelatihan juru bicara Tim Jokowi di Hotel Oria, Menteng, Jakarta Pusat (13/8).
Tiga hari kemudian, Kamis (16/8), Farhat kembali berkoar. Ia mengumumkan pada netizen: akun Twitter-nya diblokir oleh Fadli Zon. Tak lupa, Farhat mengunggah screenshot pemblokiran akunnya sebagai bukti, disertai tulisan “salah satu bentuk ketakutan”. Tentu saja maksud dia: Fadli Zon penakut.
Itu belum termasuk raungan Farhat yang berbunyi, “Lu salah ngomong sama gue, gue proses dan gue perkarain,” atau “Apa sih prestasi Sandiaga sampai saat ini? Kan belum ada,” atau bahkan komentarnya soal kesaksian Mahfud MD yang batal jadi cawapres: “Saya anggap Pak Mahfud membelokkan cerita agar NU dan PKB tidak solid.”
ADVERTISEMENT
Olalaa… panas betul jadinya suasana. Tak heran kemudian, menurut sumber di koalisi Jokowi, PKB--partai tempat Farhat bernaung--memberi instruksi ringkas kepada pengacara kesohor itu: jangan dulu banyak bicara.
Itu baru satu--Farhat Abbas. Belum yang lain. Padahal, Jokowi punya 100 lebih juru bicara . Termasuk di antaranya rekan seprofesi Farhat: Razman Arif Nasution dan Sunan Kalijaga. Keduanya, seperti Farhat, terbilang kondang.
Juru bicara dengan jumlah membeludak tak pelak mengundang mulut-mulut jahil dari kubu lawan. “Jubir 100 lebih… Bayangkan kalau ngomong semua apa enggak… anu… yang satu dangdut, satu pop, satu keroncong. Kan ramai sekali itu,” kata Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan terheran-heran.
Omong-omong, Zulkifli Hasan sendiri bukannya tak bikin ribut. Raut wajahnya memang rileks saja. Tapi di tengah acara kenegaraan--gelaran Sidang Tahunan MPR, Kamis pekan lalu, Ketua MPR yang berada di koalisi Prabowo itu menabuh genderang perang tepat di depan Jokowi.
ADVERTISEMENT
Zulkifli dalam pidatonya menegaskan: tak ada kemerdekaan dalam kemiskinan, dan tak ada kemerdekaan tanpa keadilan sosial.
Padahal kemiskinan dan keadilan sosial, menurut Zul secara tersirat, merupakan problem bangsa ini. Ia berpendapat, terdapat tiga persoalan ekonomi yang mengadang Indonesia kini: kesenjangan, penurunan pendapatan, dan ketidakstabilan harga.
“Bapak Presiden, ini ada titipan emak-emak, titipan rakyat Indonesia, agar harga-harga terjangkau, agar kebutuhan sehari-hari (terpenuhi),” ucap Zulkifli.
Kental muatan politis. Begitulah kata mitra koalisi Jokowi soal pidato Zulkifli. Mereka ramai-ramai melontarkan kekesalan pada sang Ketua MPR setelah sidang selesai.
“Dia Ketua MPR bercita rasa oposan ,” ucap Ketua Umum PPP Romahurmuziy. Sementara politikus Golkar Misbakhun mengatakan aksi Zulkifli tak etis karena “memanfaatkan lembaga negara dan acara kenegaraan untuk memasukkan materi kampanye.”
ADVERTISEMENT
Apa pun, pidato Zulkifli pada Sidang Tahunan MPR soal “titipan emak-emak agar harga-harga terjangkau” mengisyaratkan tantangan terselubung terkait “emak-emak”.
Habiburokhman, Ketua DPP Partai Gerindra, menjelaskan dengan lebih gamblang. Menurutnya, “Juru bicara Jokowi gemuk, tapi secara substansi kami jauh lebih gemuk. Jubir kami jutaan orang. Mereka emak-emak di seluruh Indonesia di tingkat grassroot.”
Konkretnya, kubu Prabowo-Sandi menyodorkan pasukan emak-emak sebagai tandingan bagi 100-an jubir Jokowi. Mereka membombardir jagat maya dengan ragam meme kreatif tentang kekuatan emak-emak.
Emak-emak bersatu tak bisa dikalahkan!
Eits, jangan kira Prabowo-Sandi bercanda soal emak-emak ini. Mereka betul-betul serius. Bahkan kelompok emak-emak yang tergabung dalam Ustazah Peduli Negeri (ya betul, yang pernah mendengar ceramah Amien Rais di Balai Kota DKI Jakarta soal “pengajian disisipi politik”) telah menggelar deklarasi dukungan untuk Prabowo-Sandi.
ADVERTISEMENT
“Kami sosialisasi di pengajian, diskusi, seminar. Emak-emak kan yang merasakan pahitnya tatkala sembako itu naik, karena kami yang berbelanja setiap hari,” kata Ketua Ustazah Peduli Negeri Nurdiati Akma kepada kumparan di Kuningan, Jakarta Selatan, pada malam di hari ia memimpin deklarasi untuk Prabowo-Sandi, Selasa (14/8).
“Emak-emak enggak bisa dihalangi,” tegas politikus Partai Amanat Nasional dan Ketua Wilayah Aisyiyah Jakarta itu. Aisyiyah sendiri ialah badan otonom perempuan Muhammadiyah (semacam Muslimat Nahdlatul Ulama).
Ucapan Nurdiati jangan anggap sekadar gertak sambal. Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya, menyatakan kampanye ‘Emak-emak Prabowo-Sandi’ tak bisa disepelekan. Terlebih bila digandengkan dengan gerakan #2019GantiPresiden yang telah lebih dulu digaungkan.
Dan memang, menurut Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera, ‘Gerakan Emak-emak Prabowo-Sandi’ dan #2019GantiPresiden saling tertaut. Gagasan menggaet dukungan emak-emak muncul bersamaan dengan bergulirnya tagar ganti presiden.
Kenapa harus emak-emak? Mardani menjawab, “(Di Pilkada DKI Jakarta) kemarin, setiap TPS kan punya 10 relawan penggerak. Nah, 8 dari 10 itu emak-emak.”
ADVERTISEMENT
Singkat kata, barisan emak-emak dalam koalisi PKS-Gerindra terbukti berkontribusi memenangkan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno pada Pilkada DKI Jakarta 2017.
Tambah lagi, potensi suara perempuan mencapai separuh dari total pemilih pada Pemilu 2019. Berdasarkan data KPU, pemilih perempuan di dalam negeri mencapai 93 juta orang, sedangkan pemilih laki-laki sekitar 92 juta orang.
Keberadaan emak-emak dalam armada tempur koalisi Prabowo bukan berarti menghilangkan juru bicara sungguhan. Prabowo-Sandi juga menyiapkan jubir resmi dengan jumlah berkebalikan dari Jokowi.
Jika Jokowi punya tim gemuk sebanyak 100 orang lebih, Prabowo membentuk tim kecil saja berisi 10 orang jubir. Empat dari 10 jubir Prabowo-Sandi itu ialah mantan Menteri ESDM Sudirman Said, mantan Menteri Agraria Ferry Mursyidan Baldan, mantan Menko Maritim Rizal Ramli, dan Kwik Kian Gie yang mantan Menko Ekonomi era Megawati.
ADVERTISEMENT
Jumlah 100 orang lebih dalam laskar jubir Jokowi bahkan belum semua. Angka total nanti direncanakan minimal 225 orang, dari tingkat pusat sampai daerah. Untuk saat ini, para juru bicara berasal dari partai koalisi (satu partai menugaskan 10 jubir).
Jubir sebanyak itu dirasa diperlukan Tim Jokowi karena Pemilu Presiden 2019 untuk kali pertama akan digelar berbarengan dengan Pemilu Legislatif.
“Ada beberapa jubir ‘premium’ yang menjadi speaker di media mainstream dan media online. Yang sekarang sudah direkrut baru tahap pertama,” kata Ario Bimo, Direktur Perencanaan Tim Pemenangan Jokowi-Ma’ruf kepada kumparan di Rumah Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (15/8).
ADVERTISEMENT
Setelah pelatihan jubir gelombang pertama untuk tingkat nasional terhitung matang, lanjut Ario, maka Tim Pemenangan Jokowi akan membuat jubir tingkat daerah.
Gaduh telah ditabuh. Bayangkan 200-an jubir Tim Jokowi berbicara bersamaan dengan ratusan jurkam emak-emak andalan Prabowo. Situasi sudah pasti sungguh riuh.
Padahal, keriuhan itu belum tentu berdampak langsung pada rakyat, terutama kelompok yang selama ini terpinggirkan.
Baik petahana maupun oposisi, kata Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur, lebih peduli politik ketimbang rakyat kecil.
Petahana, misalnya, disebut ingkar janji soal penegakan hak asasi manusia yang masuk materi kampanye mereka pada Pemilu 2014.
“Mereka nggak mau peduli. Lebih urus politik elektoral,” ujarnya.
Tapi, kubu oposisi tak otomatis lebih baik. Menurut aktivis HAM Haris Azhar, oposisi di Indonesia bisa disebut “oposisi gadungan,” dengan posisi “bukan oposisi versus penguasa, tapi oposisi yang jadi bagian dari penguasa versus masyarakat.”
ADVERTISEMENT
Baginya, bising soal Pilpres tak berarti apa pun. Pengabaian kaum elite terhadap masyarakat tertindas dan marginal terus berlangsung, karena hujan kritik dilempar sebatas demi kepentingan politik.
------------------------
Simak selengkapnya Liputan Khusus kumparan: Perang Jubir Jokowi vs Prabowo .