Akibat Perubahan Iklim, 200 Rusa Kutub Mati Kelaparan di Norwegia

1 Agustus 2019 12:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rusa mati kelaparan di Norwegia. Foto: Norwegian Polar Institute via Facebook.
zoom-in-whitePerbesar
Rusa mati kelaparan di Norwegia. Foto: Norwegian Polar Institute via Facebook.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ada lebih dari 200 rusa kutub dilaporkan mati di Svalbard, Norwegia. Angka ini tercatat menjadi jumlah kematian rusa kutub tertinggi yang pernah terekam sejak hitungan populasinya dimulai pada 1978.
ADVERTISEMENT
Tim ilmuwan di Norwegian Polar Institute punya hipotesis soal penyebab kematian para hewan mamalia tersebut: perubahan iklim.
Menurut laporannya di website lembaganya, rusa kutub dengan nama ilmiah Rangifer tarandus platyrhynchus itu diduga mati kelaparan akibat kekurangan makanan selama musim dingin berlangsung. Sementara mereka yang masih hidup ditemukan dengan kondisi tubuh kurus kekurangan berat badan.
Rusa kutub merupakan hewan endemik di Kepulauan Svalbard dan dianggap sebagai spesies kunci yang sangat penting bagi ekosistem tundra. Meskipun predator terhadap mereka terbilang sedikit, bangkai binatang ini tergolong vital sebagai makanan untuk rubah arktik (Vulpes lagopus).
Selain itu, rusa kutub juga bersaing mencari makanan dengan sejumlah spesies burung di wilayah ini. Atas dasar kondisi-kondisi tersebut, setiap perubahan dalam jumlah rusa kutub bakal cenderung berdampak pada populasi hewan lain juga, serta pertumbuhan vegetasi.
ADVERTISEMENT
"Sangat menakutkan untuk menemukan begitu banyak hewan yang mati. Ini adalah contoh yang mengerikan tentang bagaimana perubahan iklim (dapat) mempengaruhi alam. Ini menyedihkan" ungkap Ashild Onvik Pedersen, ahli ekologi dari Norwegian Polar Institute.
Menurut para ahli ekologi dan tim ilmuwan Norwegia yang memiliki tanggung jawab khusus atas populasi rusa kutub, kondisi kekurangan makanan tersebut dipengaruhi oleh suhu ekstrem di Kutub Utara, yang menyebabkan curah hujan lebih tinggi selama musim dingin. Alhasil, genangan air yang membeku di tanah menciptakan lapisan es yang keras dan tebal sehingga menutupi tumbuhan yang biasa dimakan oleh rusa kutub.
Semestinya rusa kutub dapat menggali salju cukup mudah untuk mencapai vegetasi, tetapi lapisan es yang tidak bisa ditembus memaksa mereka hidup dalam kelaparan.
ADVERTISEMENT
Musim dingin juga menuntut persaingan lebih keras dan membuat rusa kutub mesti mengambil risiko lebih besar dalam berburu makanan. Hewan ini harus mendaki sisi gunung terjal untuk mencapai area vegetasi lebih tinggi, yang tak mampu dilakukan oleh golongan terlemah. Maka, rusa kutub yang lebih tua pun mati lebih dulu, begitu juga yang masih sangat muda.
"Sekarang Svalbard mengalami perubahan terbesar dan tercepat dalam soal suhu udara di daratan. Konsekuensinya untuk keadaan ekosistem pada saat ini masih tidak jelas, tetapi berpotensi sangat dramatis sehingga pemantauan harus disiapkan oleh para ilmuwan agar rusa kutub dapat beradaptasi dengan cepat terhadap kondisi baru," saran Pedersen.
Selain itu, musim kawin lebih lama lazimnya berlangsung ketika cuaca lebih hangat di Svalbard. Sayang, kondisi saat ini malah berbanding terbalik, musim dingin yang ekstrem dan turut matinya rusa-rusa kutub yang masih sangat muda akan memberikan efek jangka panjang terhadap penurunan jumlah populasi.
ADVERTISEMENT