5 Festival dan Tradisi Perang Makanan Seru dari Berbagai Negara

10 Agustus 2019 7:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Peserta saling serang di acara tahunan Battaglia delle Arance atau pertempuran jeruk di Ivrea, Italia. Foto: REUTERS/Massimo Pinca
zoom-in-whitePerbesar
Peserta saling serang di acara tahunan Battaglia delle Arance atau pertempuran jeruk di Ivrea, Italia. Foto: REUTERS/Massimo Pinca
ADVERTISEMENT
Apa yang kamu pikirkan pertama kali ketika mendengar kata perang? Ledakan granat, tembakan pistol tanpa henti, rumah-rumah yang terbakar, atau anak-anak yang menangis ketakutan?
ADVERTISEMENT
Jauh dari definisi perang yang biasa kamu saksikan di televisi atau film-film Hollywood, perang yang akan kumparan bahas kali ini adalah tradisi dan festival perang makanan di berbagai negara. Meski terlihat boros dan tak sopan di beberapa budaya, tapi tradisi yang melekat dalam tradisi perang makanan ini justru punya kelebihan dan makna tersendiri.
Penasaran? Yuk, simak ulasan lengkapnya!
1. Perang Tipat di Bali
Masyarakat Desa Adat Kapal di Bali mengenal sebuah tradisi turun-temurun seru bernama Perang Tipat yang kabarnya sudah ada sejak 1970-an. Tradisi ini dikenal sebagai Siat Tipat atau Tabuh Rah Pengangon. Sesuai dengan namanya, 'perang' akan dilakukan menggunakan tipat atau ketupat sebagai senjatanya.
Sebelum memulai tradisi perang tipat, setiap keluarga akan membuat enam tipat dan enam lepet (ketupat dari beras ketan). Lepet dianggap sebagai simbol laki-laki dan tipat sebagai simbol perempuan, ketika bersatu dengan alam, mereka akan menghasilkan kehidupan. Kemudian mereka akan bersembahyang bersama dengan pemuka agama sebelum acara 'perang' dimulai.
ADVERTISEMENT
Selama kurang lebih 30 menit, penduduk setempat akan mengekspresikan rasa syukur mereka pada Tuhan dengan cara melempari satu sama lain menggunakan tipat. Mereka percaya bahwa dengan melakukan perang tipat, kesejahteraan akan hadir menyertai mereka dan keluarga.
2. Battaglia delle Arance di Italia
Anggota kerajaan yang terkena lemparan jeruk di acara tahunan Battaglia delle Arance atau pertempuran jeruk di Ivrea, Italia. Foto: REUTERS/Massimo Pinca
Battaglia delle Arance atau pertempuran jeruk adalah salah satu festival yang menjadi sebuah tradisi. Diselenggarakan selama tiga hari berturut-turut, diperkirakan ada lebih dari satu juta jeruk dari Italia Selatan dan Sisilia didatangkan untuk festival ini.
Suasana di acara tahunan Battaglia delle Arance atau pertempuran jeruk di Ivrea, Italia. Foto: REUTERS/Massimo Pinca
Tak diketahui kapan festival perang jeruk ini dimulai dan siapa penggagasnya, meski begitu setiap tahunnya kamu akan menemukan ratusan orang datang ke Ivrea untuk saling melempar jeruk dan meramaikan festival ini. Kabarnya, Battaglia delle Arance adalah tradisi yang menunjukkan cara rakyat Italia memberontak pada kerajaan.
ADVERTISEMENT
Pelempar jeruk berperan sebagai masyarakat yang memberontak akan mengenakan pakaian tradisional yang berwarna-warni dan menghias wajah mereka. Sementara peserta yang memerankan tokoh kerajaan akan menaiki kereta kuda sambil berkeliling kota membawa jeruk. Seru sekali, kan?
3. Festival Setsubun di Jepang
Masyarakat Jepang berdoa bersama dalam Festival Setsubun Foto: Flickr/Chris Gladis
Dikenal pula sebagai Festival Melempar Kacang, Festival Setsubun merupakan cara penduduk Jepang merayakan berakhirnya musim dingin dan datangnya musim semi. Festival Setsubun biasanya dilakukan setiap tanggal 3 Februari dengan cara melempar kacang kedelai yang sudah dipanggang pada orang-orang yang mengenakan kostum seram.
Mame Maki atau ritual melemparkan kacang kedelai saat Setsubun dilakukan Foto: Flickr/Hetarllen Mumriken
Ritual pelemparan kacang kedelai disebut sebagai Mame Maki. Sambil melempar kacang, penduduk Jepang akan berteriak, "Oni wa soto! Fuku wa uchi!" atau yang berarti, "Pergilah kau setan! Datanglah kebahagiaan!".
ADVERTISEMENT
Nantinya, kacang yang sudah dilempar akan dimakan kembali sesuai dengan jumlah usia sang pemakan.
4. La Tomatina di Spanyol
Kemeriahan Festival Tomatina di Spanyol (29/08/2018). Foto: REUTERS/Heino Kalis
Setiap hari Rabu, minggu terakhir bulan Agustus, penduduk Spanyol khususnya yang berlokasi di Kota Bunol akan memadati Plaza del Pueblo. Di kota yang berjarak sekitar 38 km dari barat Valencia itu, penduduk dan turis akan bersama-sama saling melempar tomat satu sama lain, tanpa rasa kesal di antara mereka selama tiga hari berturut-turut.
Ratusan ton tomat yang terlalu matang datang ke Bunol, Spanyol, untuk memuaskan hasrat penduduk dan turis yang ingin berperang dan menciptakan kolam tomat berwarna merah di sekitar venue. Tak heran jika festival ini menjadi salah satu festival terpopuler yang wajib didatangi saat berada di Spanyol.
ADVERTISEMENT
Lalu, dari mana asalnya festival ini?
Menurut situs resmi Festival La Tomatina, perang tomat ini diawali ketidaksengajaan. Berawal dari rasa kesal seorang pemuda yang jatuh saat berparade dengan rombongan musisi, karena terlalu bersemangat mengikuti rangkaian acara parade.
Pemuda yang kesal itu mengamuk dan melempari sekitarnya dengan tomat dari kios sayur yang berada di dekatnya. Amukan itu kemudian menjadi semacam ritual tahunan yang tidak boleh ditinggalkan.
Meski sempat dilarang pada tahun 1950-an, nyatanya pada 2002 silam Festival La Tomatina masuk ke dalam Festivity of International Tourist Interest oleh Jenderal Sekretariat Pariwisata setempat.
5. Els Enfarinats di Spanyol
Els Enfarinats di Spanyol Foto: Wikimedia Commons
Rasanya memang perang makanan lebih sering terjadi di kawasan Spanyol. Setelah La Tomatina, kini ada pula Els Enfarinats yang dilakukan di Kota Valencia. Els Enfarinats diadakan setiap tanggal 28 Desember dan sudah berlangsung sejak lebih dari 200 tahun lalu.
ADVERTISEMENT
Jika sebelum-sebelumnya tradisi dan festival perang makanan dilakukan dengan menggunakan buah-buahan, biji-bijian, dan beras, Els Enfarinats diadakan menggunakan telur dan tepung sebagai senjata utamanya. Dilansir dari berbagai sumber, Festival Els Enfarinats dikenal pula sebagai New Justice atau keadilan yang baru.
Untuk merayakannya, para pria yang menamai diri mereka sebagai Enmantats akan mengenakan selimut sambil berparade dan menjaga malam. Sementara itu, esok paginya, akan datang para pria dengan pakaian militer buatan untuk melakukan kudeta, mereka dikenal sebagai Enfarinats.
Selanjutnya, warga dan Enfarinats akan berperang sengit, saling melemparkan telur dan tepung dalam berbagai bentuk, seperti alat pemadam kebakaran atau petasan. Nantinya, yang kalah akan membayar denda berupa uang, dan uangnya akan disumbangkan ke badan yang membutuhkan.
ADVERTISEMENT
Seru sekali, ya. Ada festival atau tradisi 'perang' makanan seru seperti inikah di daerahmu?