Mendaki Gunung Ijen Demi Bertemu Si Api Biru

24 Oktober 2018 8:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sunrise di Gunung Ijen, Jawa Timur (Foto: Flickr / manuel secher)
zoom-in-whitePerbesar
Sunrise di Gunung Ijen, Jawa Timur (Foto: Flickr / manuel secher)
ADVERTISEMENT
Masih tersimpan dengan baik dimemori mana kala kumparanTRAVEL tiba di pos pertama untuk memulai pendakian ke Gunung Ijen. Saat itu gelap masih merata dan jam menunjukkan tepat pukul 01.00 WIB.
ADVERTISEMENT
Setelah tiket tanda masuk sudah ditangan, baru lah kami melangkah perlahan menyusuri jalanan yang gelap. Walau kami termasuk kedalam 'rombongan awal', rupanya sudah banyak turis yang lebih dulu mendaki menuju sumber nyala si api biru (blue fire).
Maklum saja, blue fire yang terbilang fenomena alam ini hanya ada dua di dunia yaitu di Islandia dan di Gunung Ijen, Banyuwangi, Jawa Timur. Maka tak heran jika blue fire di Gunung Ijen menjadi magnet bagi wisatawan di seluruh dunia.
Mendaki Puncak Kawah Ijen (Foto: Antara/M Agung Rajasa)
zoom-in-whitePerbesar
Mendaki Puncak Kawah Ijen (Foto: Antara/M Agung Rajasa)
Hal ini dapat dibuktikan, terhitung mereka yang datang mendaki tidak hanya dari dalam negeri saja, terlihat pula banyak wisatawan luar negeri yang juga turut mendaki ke Gunung Ijen. Misalnya wisatawan dari Thailand, China, Prancis dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Mendaki gunung yang berada di ketinggian 2.443 mdpl itu biasanya membutuhkan waktu 2-3 jam, tergantung kecepatan. Sementara medannya sebagian besar berpasir dan berkerikil.
Belum ada 500 m kami berjalan, kami dapat dengan mudah memandang barisan pria paruh baya yang menawarkan taksi gerobaknya. Ya, taksi gerobak ini menjadi sebuah 'angkutan' di Gunung Ijen yang hanya bisa ditumpangi seorang saja.
Mendaki Puncak Kawah Ijen (Foto: Antara/M Agung Rajasa)
zoom-in-whitePerbesar
Mendaki Puncak Kawah Ijen (Foto: Antara/M Agung Rajasa)
Untuk naik ke atas menggunakan gerobak, penumpang harus membayar sekitar Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu. Sementara bila turun dari Gunung Ijen ke bawah cukup mengeluarkan Rp 50 ribu sampai Rp 100 ribu.
Sepanjang perjalanan pun tidak berjalan mulus, kerap kali kami harus berisitrahat karena kelelahan. Tak jarang pula, kami harus saling berpegangan tangan karena jalanan penuh dengan pasir.
Potret Penambang Belerang di Gunung Ijen (Foto: Flickr / Martijn Hermans)
zoom-in-whitePerbesar
Potret Penambang Belerang di Gunung Ijen (Foto: Flickr / Martijn Hermans)
Mendaki Gunung Ijen saat itu bukan lah menjadi perkara yang mudah. Rute pendakian yang panjang, peluh sudah menetes membasahi kulit, dan lelah datang mendera secara bersamaan.
ADVERTISEMENT
Meski lelah, pegal mendera, hal tersebut tak menyurutkan langkah kami. Dan akhirnya kami pun sampai di puncak. Tidak hanya selesai sampai sini, pasalnya kami dihadapkan pada pilihan yang sulit yaitu harus memilih untuk bertemu dengan blue fire atau menikmati surya yang baru terbit.
Kami pun akhirnya menjatuhkan pilihan untuk melihat blue fire. Sebab, pikir kami jika melihat sunrise bisa dimana saja.
Mendaki Puncak Kawah Ijen (Foto: Antara/M Agung Rajasa)
zoom-in-whitePerbesar
Mendaki Puncak Kawah Ijen (Foto: Antara/M Agung Rajasa)
Rupanya perjalanan untuk melihat ikon Ijen ini ini cukup menantang. Tak semudah yang kami pikirkan sebelumnya, sebab kami harus melewati jalan yang seluruhnya bebatuan ditambah bau dari belerang yang menyengat.
Benar saja, tangan kami harus 'akrab' dengan bebatuan, tak jarang celana pun ikut kotor. Tapi bagaimana pun kami tak peduli, namanya juga ingin melihat 'permata' pasti membutuhkan pengorbanan.
ADVERTISEMENT
Selama perjalanan, kami tidak hanya membagi jalan dengan wisatawan yang sudah selesai melihat blue fire, namun harus berbagi jalan juga dengan para penambang belerang yang memikul belerang di pundaknya dengan beban kira-kira 85 kg.
Penambang Belerang di Gunung Ijen (Foto: Flickr / puuuuuuuuce)
zoom-in-whitePerbesar
Penambang Belerang di Gunung Ijen (Foto: Flickr / puuuuuuuuce)
Kurang lebih selama 45 menit perjalanan, kami pun akhirnya sampai. Tapi kami tidak terlalu mendekati blue fire atau pusat belerang lantaran baunya sangat menyengat ditambah angin sedang bertiup kencang sehingga membuat asap belerang semakin berhembus mendekati kami.
Walau blue fire yang kami lihat termasuk berukuran kecil, namun segala kelelahan hari itu sangat terbayar dengan perjuangan yang kami lalui. Ditambah, kami mendengar ada wisatawan luar negeri yang mengatakan pemandangan ini sangat cantik dan indah.
Blue Fire Kawah Ijen (Foto: Flickr/Fakhri Anindita)
zoom-in-whitePerbesar
Blue Fire Kawah Ijen (Foto: Flickr/Fakhri Anindita)
Jam sudah menunjukkan pukul 05.00 WIB, langit sudah cerah sementara blue fire terlihat semakin redup. Akhirnya, kami pun memutuskan untuk kembali ke jalur awal pendakian.
ADVERTISEMENT
Lagi, perjalanan yang kami lewati sama seperti saat kami datang. Namun yang membedakan adalah kini kami dapat melihat sepenuhnya kecantikan Gunung Ijen lengkap dengan semburat lembut matahari pagi.