Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Setop Budaya Menyalahkan Korban Pelecehan Seksual
19 Juli 2018 11:34 WIB
Diperbarui 21 Januari 2021 11:24 WIB
ADVERTISEMENT
Masih ingat pada kasus Yuyun? Ya, gadis malang ini menjadi korban dan harus meregang nyawa setelah diperkosa oleh 14 pemuda di tengah perjalanannya pulang ke rumah sepulang sekolah. Mirisnya, beberapa di antara pelaku masih tergolong anak di bawah umur.
ADVERTISEMENT
Tak ayal, setelah kejadian nahas ini, semua perhatian dan duka cita teralih untuk Yuyun dan keluarganya.
Namun sedihnya, di antara riuh rendah semangat dan dukungan yang mengalir, masih saja ada segelintir orang yang melontarkan beberapa kalimat bernada ‘menyalahkan’ seperti ‘mengapa harus pulang sendiri? Itu kan daerah rawan’, ‘kenapa tidak ditemani atau dijemput?’.
Sebagian netizen geram. Kemudian, muncul dukungan berupa tagar #NyalaUntukYuyun dan petisi untuk mendesak pemerintah agar segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Tujuan dari RUU ini adalah perlindungan bagi seluruh masyarakat dari kekerasan seksual dan mewujudkan lingkungan bebas kekerasan seksual, serta perlindungan terhadap korban yang menjadi salah satu fokusnya.
Masih lekatnya kebiasaan buruk ‘victim blaming’ atau menyalahkan korban sialnya juga harus dirasakan oleh Ayu (18), --bukan nama sebenarnya.
ADVERTISEMENT
Bukannya mendapat dukungan dan perlindungan, Ayu yang foto bugilnya tersebar tanpa persetujuan dari dirinya itu mengaku ada beberapa orang yang justru menyalahkan hingga menjauhinya. Bahkan yang terparah, mendapat ancaman dari beberapa teman laki-lakinya.
“’Kalau fotonya enggak mau kesebar (lagi), ayo ketemu sama aku,’ dan mereka juga ngajakin ke hal-hal yang berbau seksual,” tutur Ayu mengimitasi ujaran ancaman dari temannya.
Beruntung, Ayu adalah sosok perempuan yang tangguh dan berani. Dia tak gentar menghadapi ancaman tersebut. Dia tak segan untuk mengancam balik dan melaporkan temannya tersebut atas perilaku sexual harassment yang diterimanya.
Komnas Perempuan Buka Suara
Sebagai lembaga negara yang punya concern terhadap hak-hak perempuan, Komnas Perempuan juga sering menerima laporan dan membantu menangani persoalan kekerasan terhadap perempuan.
ADVERTISEMENT
Ditemui kumparan, Komnas Perempuan mengedukasi dan mengajak masyarakat bahwa kekerasan terhadap perempuan, termasuk kebiasaan menyalahkan korban tidak perlu lagi terjadi termasuk pada persoalan penyebaran foto bugil.
“Ini kan bentuk kekerasan terhadap perempuan, apalagi ini sudah masuk ke kekerasan seksual, kemudian tereksploitasi juga karena ini tersebar tanpa persetujuan korban. Ini sudah membunuh dalam arti merendahkan harkat martabat si korban itu sendiri secara sosial,” papar Budi Wahyuni, Wakil Ketua Komnas Perempuan.
Sebagai rujukan, Komnas Perempuan memantau, setidaknya ada 15 bentuk kekerasan seksual terhadap perempuan yang terjadi dalam kurun waktu 15 tahun (1998-2013).
Bentuk kekerasan ini memang bukanlah bentuk final, karena ada kemungkinan sejumlah bentuk kekerasan seksual yang belum kita kenali akibat keterbatasan informasi.
ADVERTISEMENT
Budi Wahyuni juga mengatakan, konstruksi gender yang timpang akan melahirkan banyak hal, satu di antaranya adalah kekerasan terhadap perempuan.
“Ini (menyebarkan foto) adalah salah satu kekerasan terhadap perempuan dengan cara mengancam (intimidasi) dengan sesuatu yang sebenarnya sangat tidak bisa dia tolak dan itu akan menjadi ruang untuk melakukan kekerasan terus menerus,” tambahnya.
Menurut Budi Wahyuni lagi, yang terpenting untuk korban adalah mendapatkan perlindungan dan tahu ke mana dia harus mengadu. Komnas Perempuan bekerjasama dengan organisasi perempuan lainnya, dalam hal ini bisa melakukan pendampingan termasuk pemulihan jika korban mengalami trauma atau depresi.
Simak ulasan Foto Bugil Pelajar melalui tautan di bawah ini.
ADVERTISEMENT