Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten Media Partner
Kurangi Ketergantungan Impor Nilam, Menristek Resmikan Mesin Fraksinasi di Aceh
29 Februari 2020 17:22 WIB
ADVERTISEMENT
Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) sekaligus Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, Bambang Brodjonegoro, meresmikan mesin distilasi molekuler (MD) dan fraksinasi nilam skala industri di Atsiri Research Center (ARC) - Pusat Unggulan Iptek (PUI) Nilam Aceh di Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh , pada Jumat (28/2).
ADVERTISEMENT
Menurut Bambang, mesin tersebut nantinya dapat menyuling minyak nilam , sehingga hasilnya dapat digunakan pelaku industri kosmetik dan parfum dunia.
"Langkah ini memenuhi tujuan dari riset dikti, yaitu menghadirkan inovasi tepat guna bagi masyarakat dan menumbuhkan nilai tambah hilirisasi serta peningkatan ekspor,” kata Bambang, Jumat (28/2).
Bambang menjelaskan, dulu minyak nilam Indonesia diekspor secara mentah ke luar negeri. Hasil olahan di sana kemudian diimpor kembali oleh industri yang membutuhkan nilam di Indonesia.
Dengan adanya mesin fraksinasi, sebut dia, ini bakal mengurangi ketergantungan impor, serta nilam bisa langsung dijual ke pemakai akhir.
Menurut Bambang, kehadiran mesin olahan nilam itu memberikan manfaat besar bagi petani nilam di Aceh dan memperkuat posisi Aceh menjadi kawasan industri baru.
ADVERTISEMENT
Selain meresmikan mesin, Bambang Brodronegoro yang didampingi Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT ), Hammam Riza, turut mengunjungi Nino Park Unsyiah, sebuah kawasan pembibitan tanaman nilam yang berada di kawasan Sektor Timur, Darussalam.
Sementara itu, Kepala ARC Unsyiah, Syaifullah Muhammad, menuturkan mesin fraksinasi nilam itu mampu berproduksi 24 ton per tahun. Cara kerja mesin itu, kata dia, dengan menghilangkan sedikit air akan menghasilkan dua bagian yaitu fraksi ringan dan fraksi berat.
Menurutnya fraksi berat memiliki kadar 60 persen patchouli yang dapat diubah menjadi 12 juta botol parfum . Sedangkan fraksi ringan memiliki kadar 1-2 persen patchouli yang kaya zat aktif yang kerap digunakan untuk obat-obatan, aroma terapi, hingga kosmetik.
“Andai setiap botol parfum dijual Rp150 ribu, maka akan menghasilkan Rp1,8 triliun. Ini masih harga di dalam negeri. Jika di pasarkan ke luar negeri, tentu nilainya akan jauh bertambah," ujar dia.
ADVERTISEMENT
Syaifullah menambahkan, saat ini 90 persen permintaan nilam dunia dipasok dari Indonesia. Setiap tahun, Indonesia mengekspor nilam sekitar 1.500 ton ke berbagai negara dunia, seperti Amerika, Eropa, Singapura, hingga ke Timur Tengah.
Dulu, imuh dia, nilam Aceh mampu menyumbang kebutuhan nasional sebanyak 70 persen. Namun karena konflik berkepanjangan dan fluktuatifnya harga membuat produksi nilam Aceh menurun. Saat ini, Aceh hanya mampu menyumbang 20 persen dari total kebutuhan nasional.
Saifullah menyebut, saat ini Unsyiah telah bekerja sama dengan beberapa eksportir dan pelaku industri parfum dari berbagai negara, termasuk Perancis. Beberapa produk dari nilam juga telah dipasarkan seperti parfum, body lotion, hingga medicated oil.
“Dengan meningkatnya kebutuhan nilam, para petani memiliki ekosistem baru untuk menjual dan harganya menjadi lebih baik sehingga berdampak bagi peningkatan ekonomi mereka,” sebut dia.
ADVERTISEMENT