Subulussalam Darurat Kekerasan Terhadap Anak: Ayah Memerkosa hingga Ibu Membunuh

Konten Media Partner
3 Desember 2021 18:17 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kekerasan terhadap anak. Foto: thinkstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kekerasan terhadap anak. Foto: thinkstock
ADVERTISEMENT
Kota Subulussalam, Aceh dinilai telah masuk dalam kondisi darurat kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak. Hal ini bertolak belakang dengan keinginan wilayah tersebut yang ingin menjadi Kota Layak Anak (KLA).
ADVERTISEMENT
Direktur Lembaga Advokasi Perempuan dan Anak (LAMPUAN), Nobuala Halawa, menuturkan kejadian tindak pidana kekerasan, pemerkosaan, dan lainnya yang berkaitan dengan anak di Subulussalam pada tahun ini terus melonjak, upaya penegakan hukum yang selama ini diterapkan belum mampu membendung kekerasan terhadap anak.
“Sanksi berat harus diberikan kepada pelaku selain Undang-Undang Perlindungan Anak, karena pelaku tinggal di Aceh, maka pelaku juga bisa dikenakan aturan khusus berupa qanun. Menyangkut motif, kita minta aparat penegak hukum dalam hal penyelidikan dan penyidikan harus lebih objektif dan profesional,” jelasnya, Jumat (3/12/2021).
Menurutnya, kasus kekerasan seksual yang melibatkan anak ini juga sangat berdampak buruk terhadap kehidupan mereka. Kekhawatiran terhadap tumbuh kembang anak, kesehatan, masa depan dan psikologis anak. Pemulihan trauma paska-kejadian sangatlah penting. Pendampingan psikolog hingga penyediaan fasilitas pendampingan sangat dibutuhkan bagi anak.
ADVERTISEMENT
“Kejadian (kekerasan dan pelecehan seksual) ini sudah terjadi kesekian kalinya, harus ada upaya dan langkah pencegahan bersama agar tidak terulang kembali. Peranan semua pihak baik orang tua, masyarakat serta stakeholder sebagai pemangku kebijakan. Hingga saat ini subulussalam belum memiliki psikiater (anak) untuk mendampingi korban. Harus melangkah bersama untuk mencegah tindak pidana ini,” tegasnya.
Dalam catatan acehkini, terdapat sejumlah kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak yang menggemparkan Subulussalam dan Aceh umumnya. Di antaranya kasus yang melibatkan pria berinisial SN (36 tahun) yang tega memperkosa anak kandungnya sendiri selama 2 tahun. Kasus terbongkar pada September lalu.
Kasus lainnya terjadi pada Juli 2021 lalu, seorang ibu tega membunuh bayinya yang berusia 5 bulan dengan cara digorok memakai pisau cutter. Alasannya karena merasa kurang perhatian dari suaminya.
Ibu pembunuh bayi di Subulussalam ditangkap polisi. Foto: Yudiansyah/acehkini
ADVERTISEMENT
Pada November 2021, peristiwa kekerasan dan pelecehan seksual juga menimpa seorang anak yang berusia 5 tahun. Dia dilecehkan oleh teman ayahnya di belakang rumah, saat sedang bermain.
Mahkamah Syar'iyah Kota Subulussalam mencatat perkara asusila terhadap anak yang telah dan sedang ditangani tahun ini sebanyak 7 kasus. Salah satunya menimpa seorang penyandang disabilitas.
“Tahun ini, perkara yang telah masuk ke Mahkamah Syar'iyah ada tujuh kasus. Empat kasus telah putus, tiga lainnya masih dalam status persidangan dan banding,” terang Ahmad Fauzi, Humas Mahkamah Syar'iyah Kota Subulussalam.
Menurutnya, meski semua pelaku perbuatan tersebut sebagian telah diseret ke meja hijau, namun keberhasilan para penegak hukum bukanlah akhir dari kesembuhan trauma yang mengganggu psikologis para korban predator anak di Subulussalam.
ADVERTISEMENT
Dari data yang dihimpun acehkini dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Subulussalam, sedikitnya 11 kasus terjadi dalam kurun waktu satu tahun dengan beberapa kategori kasus, di antaranya pencurian, kekerasan fisik, pelecehan seksual, hingga penelantaran.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan KB (DP3AKB) Kota Subulussalam, Nurul Akmal, mengatakan dari catatan yang diperoleh oleh pihaknya terkait kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak, tidak semuanya tercantum dalam data kasus anak, lantaran adanya faktor sosial yang akan berdampak bagi korban.
“tidak semua korban melaporkan kejadian yang menimpa dirinya atau keluarganya, karena masih ada stigma di masyarakat jika korban asusila merupaka aib di tengah masyarakat,” terangnya. [] Yudiansyah