Toponimi: Akankah Usulan Penamaan Jalan Mustafa Kemal Ataturk Berlanjut?

Aji Putra Perdana
Seorang Geograf(er) yang mengamati lingkungan sekitar dari sudut pandang geografi. Pemerhati Peta dan Toponim. Saat ini bekerja di Badan Informasi Geospasial.
Konten dari Pengguna
25 Februari 2022 10:27 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aji Putra Perdana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Saat kembali membuka Kumparan, saya teringat masih ada draf tulisan yang belum saya coba bagikan terkait usulan penamaan Jalan Mustafa Kemal Ataturk.
Kemal Ataturk, atau Mustafa Kemal. Foto: AFP PHOTO
Tulisan ini saya kemas sebagai bagian dari kelanjutan "Sudut Pandang Toponimi: Diplomasi dan Harmonisasi Nama Geografis (2)", namun dengan judul yang lebih spesifik. Mengingat draf ini sebenarnya bagian dari rangkaian tulisan tersebut yang tertunda.
ADVERTISEMENT
Mari kita mulai dengan mengingat betapa ramainya di kala itu, usulan penamaan jalan di DKI Jakarta menggunakan nama tokoh Turki yaitu Mustafa Kemal Ataturk.
Terdapat 4 poin yang ingin saya ceritakan dari sudut pandang toponimi: (1) Keberadaan Otoritas Penamaan Rupabumi, (2) Resolusi PBB tentang Penggunaan Nama Diri Orang, (3) Prinsip Nama Rupabumi di Indonesia, dan (4) Pelibatan Publik dalam Penyelenggaraan Nama Rupabumi di Indonesia.

Keberadaan Otoritas Penamaan Rupabumi

Saya mulai dari poin 1 terkait keberadaan otoritas penamaan rupabumi baik di Indonesia maupun di Turki. Sebagaimana kita telah ketahui atau dapat ditelisik dari tulisan saya di Kumparan maupun media lainnya, bahwa otoritas atau lembaga yang berwenang sebagai koordinator pembakuan nama rupabumi di Indonesia adalah Badan Informasi Geospasial (BIG).
Kantor Badan Informasi Geospasial (Kredit Foto: Facebook Badan Informasi Geospasial Republik Indonesia)
Kewenangan lembaga tersebut sebagaimana diamanahkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nama Rupabumi, BIG bertindak sebagai koordinator yang mempunyai tugas untuk monitoring dan evaluasi teknis penyelenggaraan nama rupabumi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Nah, adakah lembaga serupa di Turki? Jika kita menelisik daftar nama National Naming Authority (NNA) atau lembaga/otoritas penamaan rupabumi yang dapat diakses di situs web UNGEGN (United Nations Group of Experts on Geographical Names), maka kita akan melihat keberadaan lembaga penamaan rupabumi Turki.
Nama lembaga tersebut adalah Board of Experts for Geographical Name of Turkey (BEGeoN_T) . Lembaga tersebut dibentuk sejak tahun 2004. Artinya jauh lebih awal ketimbang di Indonesia dengan Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi yang saat itu dibentuk pada tahun 2006 berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2006.
Dari keberadaan lembaga/otoritas penamaan rupabumi tersebut, saya ingin menyampaikan bahwa semestinya negara-negara yang telah mempunyai NNA tentu memahami resolusi PBB dan berbagai dinamika penyelenggaraan nama rupabumi.
ADVERTISEMENT

Resolusi PBB tentang Penggunaan Nama Diri Orang

Selanjutnya ke poin 2 yaitu pemahaman negara-negara anggota PBB, termasuk Indonesia dan Turki akan keberadaan resolusi UNGEGN terkait praktik penggunaan nama diri orang.
Jika mengacu ke resolusi PBB tentang praktik penggunaan nama diri orang yang telah meninggal, maka namanya dapat digunakan karena telah lebih dari 5 tahun masa tunggu.
Artinya, mestinya Pemerintah Turki memahami tentang keberadaan resolusi PBB terkait penamaan fitur geografis. Namun, mestinya pula mereka memahami bahwa Indonesia juga mempunyai prinsip penamaan dalam regulasi pembakuan nama geografisnya.
Indonesia juga termasuk negara yang telah mengadopsi sejumlah resolusi Kelompok Pakar PBB tentang Nama Geografis sejak tahun 2006. Kini, prinsip penamaan fitur geografis telah dituangkan dalam regulasinya yang berbentuk Peraturan Pemerintah.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan sederhananya, usulan penamaan jalan di DKI Jakarta menggunakan Mustaka Kemal Ataturk tidaklah bertentangan dengan resolusi maupun prinsip penamaan rupabumi.

Prinsip Nama Rupabumi: Menghormati Keberadaan Suku, Agama, Ras, dan Golongan

Kemudian, berkaitan dengan poin 3 yaitu prinsip nama rupabumi di Indonesia tertuang dalam regulasi terkini. Sebagaimana kita ketahui bersama, telah lebih 1 tahun sejak Presiden Joko Widodo pada awal tahun 2021 telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nama Rupabumi (selanjutnya ditulis PP 2/2021).
PP 2/2021 memuat detail teknis mengenai nama rupabumi, hingga memuat prinsip yang diadopsi dari resolusi PBB, dan tentunya tata cara penyelenggaraan nama rupabumi. Pasal 3 dalam PP 2/2021 ini memuat 10 Prinsip Nama Rupabumi yang harus dipenuhi dalam pemberian maupun penggantian nama rupabumi.
ADVERTISEMENT
Mari mencermati isu yang berkembang bahwa usulan penamaan jalan Mustafa Kemal Ataturk di DKI Jakarta berpotensi mempunyai singgungan dengan isu agama. Maka, besar kemungkinannnya penamaan jalan tersebut akan bertentangan dengan prinsip nama rupabumi huruf e.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, Pemerintah Pusat sebaiknya mendengar dengan baik masukan dari berbagai elemen masyarakat. Kemudian, untuk meredam kontroversi penamaan jalan tersebut, maka perlu dilakukan perundingan dan pengusulan penggunaan nama lain yang dapat diterima oleh seluruh elemen bangsa Indonesia.

Pelibatan Publik dalam Penyelenggaraan Nama Rupabumi

Mengingat, toponimi atau nama rupabumi atau nama geografis pada dasarnya adalah informasi mendasar yang berasal dari pengetahuan lokal masyarakat dan mempunyai implikasi tinggi dalam kehidupan sehari-hari, serta kelekatan emosional kita terhadap tempat.
Di sisi lain, penamaan rupabumi menggunakan tokoh di luar negara kita semestinya ada hubungan/interaksi, kelekatan emosional dan kontribusi positif bagi Indonesia.
Kemudian, tentunya pelibatan publik menjadi kunci yang penting. Hal ini pun telah diamanahkan dalam PP 2/2021 dari tahap pengumpulan hingga penelaahan perlu adanya pelibatan publik.
ADVERTISEMENT
Salah satu upaya pelibatan publik dapat dilakukan dalam bentuk sosialisasi melalui webinar, sayembara usulan nama maupun permintaan pendapat atau masukan terhadap usulan penamaan rupabumi. Selain tentunya, dari sisi ilmiah dapat dilakukan temu kajian dengan pelibatan pakar toponimi, ahli sejarah, pakar geografi maupun bidang keilmuan terkait lainnya.
Melalui pelibatan publik atau partisipasi masyarakat dan pertemuan diskusi dengan pakar-pakar, maka kita dapat menggali sejumlah opsi pilihan nama lain.
Pemerintah sekiranya dapat mempertimbangkan urgensinya masukan dari berbagai pihak. Saya melihat adanya opsi yang dapat digunakan, selain nama diri orang yaitu dengan mengadopsi nama wilayah permukiman. Nama wilayah permukiman yang sekiranya representatif dan menggambarkan penguatan kerja sama antara Indonesia dan Turki.
***
Pertanyaan akhir yang menjadi judul, akankah usulan penamaan Jalan Mustafa Kemal Ataturk berlanjut? Jika iya, maka besar harapan saya, sekiranya tiap langkah diplomasi toponimi yang dilakukan oleh bangsa Indonesia tetap memperhatikan resolusi PBB dan regulasi nasional terkait penamaan fitur geografis.
ADVERTISEMENT
Prinsip nama rupabumi dan keberadaan PP 2/2021 sebagai regulasi nasional yang prinsipnya diadopsi dari ketentuan Intenasional, perlu terus dikenalkan agar dapat dipahami dan dimaknai oleh kita semua.