Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Riwayat Berliku Hari Pancasila dan 46 Tahun yang Hilang
1 Juni 2017 15:41 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
ADVERTISEMENT
Dengan persetudjuan Presiden, pada hari Senin tanggal 1 Djuni 1964 lewat Ment. Koordinator Kesedjahteraan, Ment. Agama tlh mengeluarkan Surat Keputusan, bahwa tgl. 1 Djuni, hari lahirnja Pantjasila, ditetapkan sebagai hari libur. Keputusan ini mulai berlaku pada tgl. 1 Djuni 1964.
ADVERTISEMENT
Pengumuman singkat itu terpampang pada surat kabar masa itu, dalam sebuah kotak kecil. Kebetulan tahun itu, 1964, Sukarno menelurkan karya berjudul Tjamkan Pantja Sila!: Pancasila Dasar Falsafah Negara.
Sukarno, Bapak Proklamator dan Presiden Indonesia pertama, sejak tahun 1964 memang menetapkan 1 Juni sebagai hari libur nasional --persis seperti sekarang. Apa yang dilakukan Jokowi tahun lalu, menetapkan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila, “hanya” mengembalikan hari peringatan itu kepada tanggalnya semula.
Pancasila sesungguhnya disahkan pada 18 Agustus 1945, dan bukan 1 Juni. Namun, menurut sejarawan LIPI Asvi Warman Adam, 1 Juni dipilih karena mulai tanggal itulah rangkaian pembahasan perumusan Pancasila dimulai.
Penggodokan Pancasila menjadi lima sila seperti yang ada sekarang ini, menurut Asvi, berlangsung maraton selama 79 hari, mulai 1 Juni hingga 18 Agustus.
ADVERTISEMENT
Pada 1 Juni 1945 pula, Sukarno menyampaikan pidato bersejarah pada rapat besar Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPPKI), yang dianggap menjadi tonggak kelahiran Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.
Berikut secuil petikan pidato Sukarno pada 1 Juni 1945 itu:
Saudara-saudara! Dasar-dasar negara telah saya usulkan. Lima bilangannya. Inikah Panca Dharma? Bukan! Nama Panca Dharma tidak tepat di sini. Dharma berarti kewajiban, sedangkan kita membicarakan dasar.
Saya senang kepada simbolik. Simbolik angka, pula. Rukun Islam lima jumlahnya. Jari kita lima setangan. Kita mempunyai lima panca indera. Apa lagi yang lima bilangannya? Pandawa pun lima orangnya.
Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima pula bilangannya.
ADVERTISEMENT
Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa --namanya ialah Pancasila.
Sila artinya asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi.
Selanjutnya, dalam upaya merumuskan Pancasila sepanjang 1 Juni-18 Agustus 1945 pada BPUPKI, mengemuka sejumlah usulan lain, tak semata dari Sukarno.
Sementara Sukarno menyodorkan konsep Panca Sila-nya --yang juga ia paparkan dalam pidato 1 Juni-- dengan urut-urutan: 1. Kebangsaan Indonesia 2. Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan 3. Mufakat atau demokrasi 4. Kesejahteraan Sosial 5. Ketuhanan Yang Maha Esa; Mohammad Yamin yang juga ahli hukum mengajukan konsep Lima Dasar-nya, yakni 1. Peri Kebangsaan 2. Peri Kemanusiaan 3. Peri Ketuhanan 4. Peri Kerakyatan 5. Kesejahteraan Rakyat.
ADVERTISEMENT
Ada pula dua rumusan lain. Salah satunya Piagam Jakarta yang berisi 1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab 3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Satu lainnya Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, dengan rincian hampir sama persis dengan Piagam Jakarta kecuali butir pertama yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa.” Opsi terakhir inilah yang akhirnya dipilih.
Menurut pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra, dengan sejarah demikian, sesungguhnya lebih tepat bila Hari Lahir Pancasila ialah 18 Agustus 1945.
“Pancasila (dengan butir isi yang ada sekarang) kan disahkan 18 Agustus. 1 Juni sebetulnya (Panca Sila) usulan Bung Karno, berbeda dengan yang rumusan 18 Agustus. Yang 1 Juni 1945 kan butir pertamanya kebangsaan, terakhir ketuhanan. Tapi yang 18 Agustus, ketuhanan ditaruh di atas,” kata Yusril saat berbincang dengan kumparan, Kamis (1/6).
ADVERTISEMENT
“Memang ada peran Bung Karno (dalam menetapkan Hari Pancasila), kan Pancasila didekretkan lagi pada 1959,” imbuh Yusril.
Dekret (keputusan) yang dimaksud Yusril ialah Dekret Presiden 5 Juli 1959 yang dikeluarkan Sukarno. Dekret itu berisi perubahan konstitusi dari UUD Sementara 1950 kembali ke UUD 1945. Sementara Pembukaan (Preambule) UUD 1945 mencantumkan Pancasila sebagai dasar negara.
“Keputusan politik memang bisa diperdebatkan. Kita dapat berpendapat dari segi sejarah dan akademik,” ujar Yusril.
Hari Lahir Pancasila 1 Juni yang ditetapkan Sukarno sebagai hari libur nasional pada 1964, tak selamanya diperingati. Aturan berubah seiring orde yang berganti.
Mulai 1970, Orde Baru di bawah Soeharto menghapus peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni. Yang ada ialah Hari Kesaktian Pancasila yang diperingati tiap 1 Oktober, sehari usai Tragedi Gerakan 30 September yang menewaskan sejumlah jenderal Angkatan Darat --sekaligus menjadi awal tamatnya kejayaan Sukarno dan kebangkitan Orde Baru.
ADVERTISEMENT
Asvi dalam bukunya, Membongkar Manipulasi Sejarah: Kontroversi Pelaku dan Peristiwa, menyatakan bahwa rancangan diorama yang akan dibuat pada Monumen Nasional (Monas) pun ikut berubah seiring pergantian orde. Ini termasuk “penggantian diorama lahirnya Pancasila 1 Juni 1945 menjadi pengesahan Pancasila dan UUD 1945, 18 Agustus 1945.”
Diorama yang dirancang sejak 1964, pada tahun yang sama dengan penetapan hari libur nasional pada Hari Lahir Pancasila 1 Juni, sempat terbengkalai sebelum akhirnya dilanjutkan saat pemerintahan telah berganti dari Sukarno ke Soeharto, dan baru rampung pada 1970.
Tahun 1970 itu pula, bersamaan dengan hilangnya peristiwa kelahiran Pancasila 1 Juni pada diorama di Monas, peringatan Hari Lahir Pancasila dihapus rezim Soeharto.
Setelah itu, tahun-tahun berlalu tanpa peringatan apapun pada 1 Juni. Entah apakah masyarakat, di alam bawah sadarnya, masih menyimpan ingatan kolektif atas pidato Sukarno 1 Juni 1945.
ADVERTISEMENT
Baru tahun lalu, pada 2016 --46 tahun sejak Hari Lahir Pancasila dicoret Soeharto, dan 18 tahun setelah Soeharto tumbang-- Jokowi mengembalikannya.
“Dengan mengucap syukur kepada Allah dan bismillah, melalui Keputusan Presiden, tanggal 1 Juni ditetapkan, diliburkan, diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila,” kata Presiden Jokowi pada peringatan Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 di Gedung Merdeka, Bandung, 1 Juni 2016.
Pada acara itu, turut hadir Presiden RI kelima, Megawati Soekarnoputri --salah satu putri Sukarno.
Tahun-tahun kelahiran Pancasila yang sempat hilang itu, pun kembali.