Eksploitasi Batu Bara dan Ancaman Eksistensi Pulau Laut di Kalsel

Konten Media Partner
7 Mei 2018 22:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Banjarhits.id, Kotabaru - Pamor Pulau Laut sedang mencorong di kancah nasional. Daratan seluas 1.187,36 kilometer persegi, itu menjadi tempat perebutan di antara dua kepentingan: pertambangan batu bara dan non-pertambangan. Terletak di sisi tenggara Kalimantan Selatan, Pulau Laut sejatinya menyimpan potensi pertanian, perikanan, dan panorama wisata yang menawan.
ADVERTISEMENT
Celakanya, aneka potensi itu terancam lenyap di bawah bayang-bayang eksploitasi pertambangan batu bara. Sebuku Iron Lateritic Ores (SILO) Group sebagai pemilik konsesi tiga IUP eksploitasi batu bara di Pulau Laut, menolak keputusan Gubernur Kalsel Sahbirin Noor yang menerbitkan tiga SK pencabutan IUP pada 26 Januari 2018. Persoalan ini sedang bergulir di PTUN Kota Banjarmasin, setelah SILO Group menggugat secara perdata ketiga SK tersebut.
Pulau Laut dihuni mayoritas warga keturunan Suku Banjar dan Bugis, yang hidup sebagai petani dan nelayan. Mereka mencukupi keperluan sehari-hari dengan bercocok tanam dan menangkap ikan secara turun temurun. Pulau Laut pun memiliki gugusan panorama pantai yang ciamik.
Namun, bayang-bayang kehancuran Pulau Laut terus menggelayuti penduduk di tengah rencana pertambangan batu bara. Sebagian warga cemas kerusakan alam di Pulau Sebuku, akan berimbas ke Pulau Laut. SILO Group lebih dulu mengeruk potensi biji besi di Pulau Sebuku, satu gugusan pulau di Kabupaten Kotabaru.
ADVERTISEMENT
"Kami tidak mau seperti Pulau Sebuku. Sawah rusak, pesisir penuh limbah. Dan saat tambang habis, kami akan jadi penunggu pulau sunyi," ucap Saifullah, tokoh masyarakat di Selino, Kecamatan Pulau Laut Tengah pada pekan pertama Mei ini.
Kecemasan Saifullah dan sebagian besar warga atas rencana penambangan batubara cukup beralasan. Pasalnya, Desa Selino sangat dekat dengan proyek pelabuhan tambang di Pulau Laut. Lahan pertanian mereka hanya berjarak sekitar lima kilometer dari rencana pelabuhan tambang. Sementara dengan pesisir nelayan jaraknya lebih dekat lagi, yakni hanya sekitar satu kilometer. “Jadi jelas, kami menolak penambangan,” ujar Saifullah.
Amirudin dan Aleng, petani di Desa Selino, mengatakan Pulau Laut terancam rusak akibat pertambangan batu bara. Mereka mengacu pengalaman buruk ketika marak pendulangan emas liar pada 2015-2017 di Pulau Laut. Limbah pendulangan emas merembes lewat saluran irigasi ke persawahan warga. "Padi kami menjadi kurus waktu itu," ucapnya.
Ilustrasi pekerja tambang (Foto: Reuters/Mike Hutchings)
Berkaca dari ini, mereka meyakini tambang batubara dengan radius lebih luas pasti memilik daya rusak terhadap lingkungan yang lebih besar. Itu sebabnya, Amirudin menolak keberadaan tambang batu bara di Pulau Laut.
ADVERTISEMENT
Di Pulau Laut, Desa Selino, Kecamatan Pulau Laut Tengah termasuk penghasil beras terbesar kedua setelah Desa Berangas, Kecamatan Pulau Laut Timur. SILO Group akan mengawali pertambangan batu bara di Kecamatan Pulau Laut Timur.
Selain pertanian terancam, para nelayan pun mulai ketar-ketir dengan rencana pertambangan batu bara. Nelayan paling terdampak atas aktivitas pelabuhan khusus batu bara di Desa Selino. Mereka khawatir hasil tangkapan ikan merosot akibat limbah dan kerusakan dasar lautnya.
“Kami mencari udang tidak ke laut lepas, di pinggir saja, dekat. Yang kami tahu hanya bagaimana menangkap udang dan ikan. Janganlah ada pertambangan," kata seorang sesepuh nelayan di Salino. Selain mata pencaharian terancam, lingkungan pun ikut rusak akibat tambang.
ADVERTISEMENT
Adapun Ketua Dewan Adat Dayak Kabupaten Kotabaru, Sugian Noor, lantang menolak pertambangan batu bara di Pulau Laut. Ia menolak tambang karena Pulau Laut tidak punya daya dukung sebagai area pertambangan batu bara.
“Mau jadi apa kalau ditambang? Masih tidak puas lihat kondisi Pulau Sebuku?" kata Sugian Noor. Sampai kapanpun, ia terus menyuarakan perlawanan. "Siapapun yang mau menambang batubara di Pulau Laut akan berhadapan dengan kami.”
Ia mengatakan SILO berusaha menggalang opini sesat lewat mobilisasi massa yang seolah-olah warga Pulau Laut mendukung tambang. Sebab, kata Sugian, aksi penolakan tambang sudah berjalan sejak lama. Menurut dia, warga Pulau Laut tegas mendukung pemimpin daerah yang konsisten menolak pertambangan. (Tim banjarhits.id)