Konten dari Pengguna

Arti Ojo Dumeh, Falsafah yang Jadi Prinsip Hidup Masyarakat Jawa

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
9 Desember 2022 16:38 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi masyarakat Jawa. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi masyarakat Jawa. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Ojo dumeh merupakan falsafah yang sudah diwariskan turun-temurun oleh masyarakat Jawa. Dalam bahasa Jawa, ojo artinya jangan dan dumeh berarti mentang-mentang. Jika digabungkan, ojo dumeh artinya jangan mentang-mentang atau jangan sok.
ADVERTISEMENT
Mengutip buku Hari-Hari di Sukamiskin oleh Luthfi Hasan Ishaaq dkk., ojo dumeh merupakan buah dari sikap nrimo ing pandum. Itu adalah falsafah Jawa yang berarti ikhlas menerima segala sesuatu dari Tuhan.
Jika diimplementasikan dalam keseharian, ojo dumeh memberikan nilai berarti bagi kehidupan. Falsafah ini bahkan dinilai bisa membuat masyarakat lebih rukun dan harmonis. Agar lebih memahaminya, simak arti ojo dumeh dan maknanya dalam artikel berikut.

Arti Ojo Dumeh

Ilutrasi falsafah ojo dumeh. Foto: Pixabay
Seperti yang dijelaskan, ojo dumeh artinya jangan mentang-mentang. Falsafah ini bisa menjadi pengingat bagi seseorang untuk tidak bersikap angkuh dan tinggi hati dalam menjalani kehidupan.
Jika memiliki suatu kelebihan, janganlah memamerkannya kepada orang lain yang kekurangan. Jangan terlalu membangga-banggakan apa yang dimiliki, baik itu pangkat atau jabatan, kecantikan, ketampanan, harta/benda, maupun ketenaran.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Bambang Sri Hartono dan Dr. Taufiqur Rohman dalam buku Setia Hati menjelaskan, ojo dumeh memberikan pelajaran pada seseorang agar selalu mawas diri terhadap segala ucapan maupun tindakan yang akan dilakukan.
Falsafah tersebut turut mengajarkan sopan santun dalam berperilaku serta mengajarkan diri untuk selalu introspeksi. Jangan karena merasa lebih dari orang lain, maka bisa bersikap seenaknya tanpa memedulikan sekitar.
Boleh saja menganggap diri sendiri sebagai ciptaan-Nya yang paling sempurna, paling hebat, paling tinggi, ataupun paling mulia. Namun, itu hanyalah sekadar anggapan. Sebab seperti kata pepatah, di atas langit masih ada langit. Artinya, masih ada orang lain yang lebih hebat atau lebih pandai.
Mengutip buku Perempuan Bernama Arjuna 3 oleh Remy Sylado, falsafah ojo dumeh kerap disisipkan dalam kalimat. Berikut beberapa kalimat ojo dumeh yang terkenal di kalangan masyarakat Jawa:
ADVERTISEMENT

Falsafah Jawa tentang Kehidupan

Ilustrasi orang Jawa. Foto: Pixabay
Selain ojo dumeh, ada pula falsafah Jawa lain yang dapat dijadikan prinsip hidup. Berikut beberapa di antaranya, dikutip dari buku Nasihat-Nasihat Hidup Orang Jawa karangan Imam Budhi Santosa:

1. Adigang Adigung Adiguna

Adigang adigung adiguna artinya menyombongkan diri karena kekuatan, kekuasaan, dan kepandaian yang dimiliki. Falsafah ini mengingatkan bahwa kelebihan yang dimiliki sering kali membuat seseorang lupa diri. Sikap tersebut bisa berdampak buruk bagi diri sendiri maupun orang lain.
ADVERTISEMENT

2. Aja Dadi Naga Mangsa Tanpa Cala

Kalimat tersebut mengandung arti “angan menjadi naga yang memakan mangsanya tanpa penjelasan secukupnya”. Falsafah ini memuat nasihat agar tidak menjadi orang yang suka mencelakakan orang lain dengan tuduhan atau alasan yang tidak jelas.

3. Manjing Ajur-Ajer

Dalam bahasa Jawa, manjing artinya masuk, sedangkan ajur-ajer berarti hancur-mencair. Secara istilah, manjing ajur-ajer diartikan sebagai masuk menyatukan diri dengan lingkungan.
Falsafah ini sering digunakan sebagai nasihat bagi seseorang agar lebih pandai menyesuaikan diri di mana pun berada supaya selamat dan memiliki banyak kenalan atau sahabat.
(ADS)