Konten dari Pengguna

Hukum Puasa Qadha Ramadhan beserta Niat dan Tata Caranya

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
10 Januari 2023 13:04 WIB
·
waktu baca 3 menit
clock
Diperbarui 25 Maret 2023 15:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi puasa. Foto: Shutterstock.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi puasa. Foto: Shutterstock.
ADVERTISEMENT
Puasa qadha adalah puasa yang dilakukan untuk mengganti puasa Ramadhan yang ditinggalkan karena suatu sebab syari. Misalnya, seseorang yang sedang sakit, dalam perjalanan jauh, haid, dan udzur lainnya.
ADVERTISEMENT
Jumlah puasa qadha disesuaikan dengan jumlah puasa yang ditinggalkan. Tata cara pelaksanaannya tidak berbeda dengan puasa Ramadhan atau puasa-puasa sunnah lainnya, hanya waktu pengerjaannya yang berbeda. Semua syarat dan rukunnya juga harus dipenuhi umat Muslim yang menjalankan.
Lantas, bagaimana hukum puasa qadha Ramadhan? Apakah ada kriteria-kriteria tertentu yang boleh tidak mengerjakannya? Untuk mengetahuinya, simak penjelasan dalam artikel berikut.

Hukum Puasa Qadha

Ilustrasi berbuka puasa. Foto: Odua Images/Shutterstock
Seperti yang disebutkan, puasa qadha dilakukan untuk mengganti puasa Ramadhan yang tidak terpenuhi. Sama seperti puasa Ramadhan yang merupakan kewajiban, maka hukum puasa qadha juga wajib dilakukan pada hari lain di luar bulan Ramadhan.
Kewajiban tersebut didasarkan pada firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 184 yang artinya:
ADVERTISEMENT
"...Barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu hari-hari yang lain…"
Dijelaskan dalam buku Panduan Terlengkap Ibadah Muslim Sehari-hari oleh KH. Muhammad Habibillah, puasa ini wajib dilakukan oleh umat Muslim yang meninggalkan puasa Ramadhan karena udzur tertentu, misalnya sakit, haid dan nifas, bepergian jauh, muntah, serta makan dan minum dengan sengaja.
Sedangkan, bagi ibu hamil atau menyusui yang tidak kuat berpuasa karena khawatir akan kesehatan diri sendiri dan kandungan atau bayinya, selain mengqadha puasa, diwajibkan pula kepadanya untuk membayar fidyah.

Niat dan Tata Cara Puasa Qadha

Ilustrasi puasa qadha. Foto: Shutterstock.
Mengutip Buku Pintar Puasa Wajib dan Sunnah tulisan Nur Solikhin, secara redaksional, dalam ilmu fiqih sebenarnya tidak ada niat khusus untuk mengamalkan puasa qadha. Namun, umumnya puasa qadha dikerjakan dengan niat sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ لِلهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ghadin ‘an qadhā’I fardhi syahri Ramadhāna lillâhi ta‘âlâ.
Artinya: “Aku berniat untuk mengqadha puasa bulan Ramadhan esok hari karena Allah SWT.”
Allah memberikan tenggat waktu cukup panjang bagi umat-Nya untuk mengqadha puasa Ramadhan, yakni antara bulan Syawal sampai datang Ramadhan berikutnya. Namun, secara fiqih disunnahkan sesegera mungkin agar seseorang bisa terbebas dari tanggungannya.
Puasa qadha boleh dilakukan secara terpisah maupun berurutan, tergantung kesanggupan masing-masing individu. Mengenai hal ini, Rasulullah SAW bersabda:
"Qadha puasa Ramadhan itu jika ia berkehendak maka boleh dilakukan secara terpisah. Dan, jika ia berkehendak maka ia boleh juga melakukan secara berurutan." (HR. Daruquthni, dari Ibnu Umar)
ADVERTISEMENT
Jumlah puasa qadha yang harus dibayar disesuaikan dengan jumlah puasa yang ditinggalkan. Namun, jika jumlah tersebut tidak diketahui atau lupa, dianjurkan baginya untuk melaksanakannya sesuai jumlah puasa yang lebih banyak.
Sebagai contoh, seseorang lupa memiliki utang puasa lima atau enam hari. Maka, yang harus dipilih adalah yang lebih banyak, yaitu enam hari.
Sementara itu, utang puasa bagi orang yang sudah meninggal dapat diganti dengan fidyah, yakni memberi makan sebesar 0,6 kg bahan makanan pokok kepada orang miskin untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan. Rasulullah bersabda:
"Siapa saja meninggal dunia dan mempunyai kewajiban puasa, maka dapat digantikan dengan memberi makan kepada seorang miskin pada hari yang ditinggalkannya." (HR. Tirmidzi)
(ADS)
ADVERTISEMENT