Niat Puasa Ganti Ramadhan karena Haid dan Tata Cara Membayarnya

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
Konten dari Pengguna
20 Januari 2023 11:57 WIB
·
waktu baca 10 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi membaca niat puasa ganti Ramadhan. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi membaca niat puasa ganti Ramadhan. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Puasa Ramadhan adalah ibadah yang wajib dilaksanakan seluruh umat Muslim. Bagi yang meninggalkannya karena suatu sebab syar’i, dibolehkan melakukan puasa ganti atau puasa qadha di luar bulan Ramadhan.
ADVERTISEMENT
Dijelaskan dalam Buku Pintar Puasa Wajib dan Sunnah oleh Nur Solikhin, umat Muslim diberikan waktu yang cukup panjang untuk menjalankan puasa ganti, yaitu mulai dari bulan Syawal hingga Ramadhan berikutnya datang.
Meski begitu, puasa qadha sebaiknya segera ditunaikan agar seorang Muslim terbebas dari kewajibannya. Jika seseorang menunda-nunda puasa, dikhawatirkan ia lupa membayarnya.
Seperti puasa lainnya, puasa ganti wajib diawali dengan niat. Lalu, bagaimana bacaan niat puasa ganti Ramadhan yang wajib dibaca kaum Muslimin?

Apa Niat Puasa Ganti Ramadhan karena Haid?

Ilustrasi puasa. Foto: Shutterstock
Salah satu golongan yang boleh meninggalkan puasa Ramadhan adalah wanita haid. Sebagai gantinya, mereka wajib meng-qadha puasa yang ditinggalkan setelah berakhirnya bulan Ramadhan. Diriwayatkan dari Aisyah RA, dia mengatakan:
ADVERTISEMENT
Kami dulu mengalami haid. Kami diperintahkan untuk meng-qadha puasa dan kami tidak diperintahkan untuk meng-qadha shalat.” (HR. Muslim, No. 335)
Niat puasa ganti Ramadhan karena haid sama dengan niat puasa qadha secara umum. Berikut bacaan doa niat puasa ganti Ramadhan karena haid atau alasan lainnya:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ لِلهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ghadin ‘an qadhā’I fardhi syahri Ramadhāna lillâhi ta‘ala.
Artinya: “Aku berniat untuk mengqadha puasa Bulan Ramadhan esok hari karena Allah SWT.

Bagaimana Cara Membayar Utang Puasa Ramadhan?

Ilustrasi buka puasa bersama. Foto: Shutterstock
Puasa qadha dilakukan sesuai jumlah puasa Ramadhan yang ditinggalkan. Jika jumlah puasa yang harus dibayar tidak diketahui atau lupa, dianjurkan untuk melaksanakannya sesuai jumlah puasa yang lebih banyak.
ADVERTISEMENT
Misalnya, seseorang lupa jumlah utang puasanya enam atau tujuh hari. Maka, dianjurkan baginya untuk membayar sebanyak tujuh hari.
Mengutip buku Panduan Terlengkap Ibadah Muslim Sehari-hari oleh Muhammad Habibillah, utang puasa boleh dibayar secara berturut-turut ataupun terpisah. Sebagaimana yang dikatakan Rasulullah SAW dalam sabdanya:
Qadha puasa Ramadhan itu jika ia berkehendak maka boleh dilakukan secara terpisah. Dan, jika ia berkehendak maka ia boleh juga melakukan secara berurutan.” (HR. Daruquthni, dari Ibnu Umar)
Seperti yang disebutkan, puasa qadha dapat dilakukan hingga bulan Ramadhan berikutnya datang. Namun, menyegerakannya lebih utama. Ini sesuai dengan perintah Allah untuk segera melakukan kebaikan. Allah berfirman yang artinya:
Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” (QS. Al-Mu’minuun: 61)
ADVERTISEMENT

Apakah Puasa Senin Kamis Bisa Buat Bayar Utang Puasa Ramadhan?

Ilustrasi buka puasa. Foto: Shutterstock
Mengutip buku Jabalkat 1 oleh Purnasiswa 2015 MHM Lirboyo, umat Muslim boleh menunaikan puasa qadha pada hari Senin dan Kamis. Namun, pahala yang didapat tetap sesuai dengan niat yang diamalkan. Hal ini berdasarkan kaidah:
Ketika berkumpul dua hal yang sejenis dan tidak berbeda maksud keduanya, maka salah satunya masuk pada yang lain.
Berikut bacaan niat puasa Senin Kamis bagi yang ingin menjalankannya:

Niat Puasa Senin

Nawaitu sauma yaumal itsnaini sunnatan lillahi ta'ala.
Artinya: “Saya niat puasa sunnah hari Senin, sunnah karena Allah Taala.”

Niat Puasa Kamis

Nawaitu sauma yaumal khomiisi sunnatan lillahi ta'ala
Artinya: "Saya niat puasa sunnah hari Kamis, sunnah karena Allah Taala."
ADVERTISEMENT

Membayar Utang Puasa Boleh Hari Apa Saja?

Ilustrasi berbuka puasa. Foto: Shutterstock
Utang puasa boleh dibayar kapan pun kecuali pada tiga hari yang dilarang, yaitu hari raya (Idul FItri dan Idul Adha), hari-hari tasyrik, dan hari Jumat. Kenapa tidak boleh puasa pada hari Jumat?
Puasa di hari Jumat makruh hukumnya jika dilakukan secara terpisah. Namun, jika digabungkan dengan hari sebelumnya (Kamis) atau hari setelahnya (Sabtu), maka tidak masalah.
Dari Juwairiyah diriwayatkan bahwa Nabi SAW masuk menemuinya di hari Jumat ketika dirinya sedang berpuasa. Beliau bertanya, ‘Apakah Anda kemarin telah berpuasa?’
Ia menjawab, ‘Tidak.’ Beliau bertanya lagi, ‘Anda hendak berpuasa esok hari?’ Ia menjawab, ‘Tidak.’ Beliau bersabda, ‘Berbukalah.’” (HR. Bukhari dan Muslim)

Apakah Boleh Puasa Ganti Tanpa Niat?

Ilustrasi seorang Muslim yang sedang berpuasa. Foto: Pexels
Niat merupakan salah satu rukun dalam melaksanakan puasa. Tanpa adanya niat, puasa dianggap tidak sah. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah berikut:
ADVERTISEMENT
مَنْ لَمْ يُبَيِّتِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ
Artinya: "Barang siapa yang tidak melakukan niat puasa pada malam hari, maka tak ada puasa baginya." (HR. Ahmad, Abu Dawud, Nasai, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Berdasarkan hadits tersebut, dapat dipahami bahwa seorang Muslim harus melakukan niat pada malam hari agar puasanya sah. Niat harus disadari dan boleh diucapkan dalam hati, jadi tidak perlu diungkapkan secara lisan.
Syaikh Al-Bujairimi dalam kitab Hasyiah Al-Iqna’ mengatakan bahwa disyaratkan berniat di malam hari bagi puasa wajib seperti puasa Ramadhan, puasa qadha, atau puasa nazar. Syarat ini berdasarkan hadits Nabi bahwa siapa yang tidak memalamkan niat sebelum fajar, maka tiada puasa baginya.
Adapun rentang waktu malam yang dimaksud adalah masa setelah terbenamnya matahari (magrib) sampai dengan sebelum terbitnya fajar (sebelum masuk waktu sholat subuh).
ADVERTISEMENT
Madzhab Syafi'i juga menguatkan pentingnya niat dalam melaksanakan puasa. Menurut pandangan Madzhab Syafi'i, puasa yang dilakukan tanpa niat sebelum fajar tidak sah dan tidak akan dihitung sebagai ibadah puasa.
Oleh karena itu, bagi umat Muslim yang ingin melaksanakan puasa ganti, niat haruslah dipenuhi sebelum fajar tiba. Hal ini seperti dijelaskan Imam Nawawi dalam kitab Kasyifatus Saja fi Syarh Safinatin Naja bahwa niat puasa harus dilakukan pada malam hari karena puasa adalah satu ibadah tersendiri.
Dengan demikian, apabila seseorang lupa belum berniat pada malam hari, puasa pada siang harinya dianggap tidak sah.

Penyebab Diperbolehkannya Puasa Ganti

Ilustrasi perempuan yang sedang haid diperbolehkan untuk melakukan puasa ganti. Foto: Pexels
Terdapat beberapa situasi tertentu di mana seseorang diperbolehkan untuk tidak berpuasa pada bulan Ramadhan dan wajib menggantinya pada waktu lain. Berikut adalah beberapa penyebab diperbolehkannya puasa ganti.
ADVERTISEMENT

Perempuan yang Sedang Haid atau Nifas

Perempuan yang sedang haid atau nifas tidak boleh berpuasa, tetapi dia wajib meng-qadha di lain waktu ketika sudah suci tanpa perlu membayar fidyah. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits berikut:
عَنْ مُعَاذَةَ قَالَتْ: سَأَلْتُ عَائِشَةَ فَقُلْتُ: مَا بَالُ الْحَائِضِ تَقْضِي الصَّوْمَ، وَلا تَقْضِي الصَّلاةَ. فَقَالَتْ: أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ؟ قُلْتُ: لَسْتُ بِحَرُورِيَّةٍ وَلَكِنِّي أَسْأَلُ. قَالَتْ: كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاةِ
Artinya: "Dari Muadzah berkata, 'Aku bertanya kepada Aisyah, 'Mengapa wanita haid wajib meng-qadha puasa dan tidak wajib meng-qadha sholat?' Aisyah bertanya, 'Apakah kamu wanita haruriyah?'
Aku menjawab, 'Aku bukan haruriyah, tetapi aku bertanya.' Aisyah berkata, 'Kami (para wanita) mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk meng-qadha puasa dan tidak diperintah untuk meng-qadha sholat.'" (HR. Muslim)
ADVERTISEMENT

Perempuan yang Hamil atau Menyusui

Perempuan yang hamil atau menyusui diperbolehkan untuk tidak berpuasa saat Ramadhan dan menggantinya di lain waktu. Ini merupakan pendapat jumhur (mayoritas) ulama, antara lain Madzhab Hanafi, Syafi'i, Abu Ubaid, dan Abu Tsaur.
Sementara itu, Imam Ahmad bin Hanbal juga ikut pendapat ini jika penyebabnya adalah karena mengkhawatirkan keselamatan sang ibu atau keselamatan ibu sekaligus bayinya.

Musafir

Musafir adalah orang yang dalam perjalanan ke suatu tempat tertentu dengan tujuan yang diridai Allah.
Seorang musafir diperbolehkan tidak berpuasa, jika jarak perjalanannya sama dengan jarak diperbolehkan untuk qashar sholat. Namun, dia tetap diwajibkan meng-qadha di lain waktu.

Orang yang Sedang Sakit Parah

Orang yang mengalami sakit parah atau kondisi medis yang memerlukan pengobatan dan perawatan intensif diperbolehkan untuk tidak berpuasa dan wajib meng-qadha di lain hari. Hal ini sebagaimana firman Allah berikut:
ADVERTISEMENT
اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗ وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
Artinya: "(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barang siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain.
Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Namun barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 184)

Apakah Dapat Pahala Puasa Sunnah Jika Niatnya Puasa Ganti Ramadhan?

Ilustrasi umat Muslim yang berbuka puasa. Foto: Pexels
Apakah seseorang masih mendapatkan pahala puasa sunnah jika niatnya adalah untuk puasa qadha Ramadhan? Beberapa ulama berpendapat bahwa seseorang bisa memperoleh pahala puasa sunnah jika puasa qadha dilakukan pada hari-hari puasa sunnah tertentu.
ADVERTISEMENT
Menurut Sayyid Bakri Syatha Ad-Dimyathi dalam kitab I'anatut Thalibin, orang yang berpuasa pada hari-hari tertentu yang sangat dianjurkan untuk berpuasa akan mendapatkan keutamaan sebagaimana mereka yang berpuasa sunnah pada hari tersebut, meskipun niatnya adalah qadha puasa atau puasa nazar. Berikut penjelasannya:
وفي الكردي ما نصه في الأسنى ونحوه الخطيب الشربيني والجمال و الرملي الصوم في الأيام المتأكد صومها منصرف إليها بل لو نوى به غيرها حصلت إلخ زاد في الإيعاب ومن ثم أفتى البارزي بأنه لو صام فيه قضاء أو نحوه حصلا نواه معه أو لا
Artinya: "Di dalam Al-Kurdi terdapat nash yang tertulis pada Asnal Mathalib dan sejenisnya yaitu Al-Khatib As-Syarbini, Syekh Sulaiman Al-Jamal, Syekh Ar-Ramli bahwa puasa sunnah pada hari-hari yang sangat dianjurkan untuk puasa memang dimaksudkan untuk hari-hari tersebut.
ADVERTISEMENT
Namun, orang yang berpuasa dengan niat lain pada hari-hari tersebut, maka dapatlah baginya keutamaan… Ia menambahkan dalam Kitab Al-I'ab.
Dari sana, Al-Barizi berfatwa bahwa seandainya seseorang berpuasa pada hari tersebut dengan niat qadha atau sejenisnya, maka dapatlah keduanya, baik ia meniatkan keduanya atau tidak." (Sayyid Bakri bin Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi, I'anatut Thalibin, 2/224)
Dengan demikian, umat Muslim yang melakukan puasa qadha pada hari-hari puasa sunnah juga akan memperoleh keutamaan pahala puasa sunnah.
Misalnya, seseorang yang membayar puasa qadha pada hari puasa Arafah, maka ia akan memperoleh keutamaan yang didapat oleh mereka yang berpuasa dengan niat puasa sunnah Arafah.
Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Zakariya Al-Anshari dalam kitab Asnal Mathalib Juz V, bahwa orang yang berpuasa pada hari Asyura, misalnya, untuk qadha atau nazar puasa, maka ia juga mendapat pahala puasa sunnah hari Asyura.
ADVERTISEMENT
Pandangan tersebut disepakati oleh Al-Ushfuwani, Al-Faqih Abdullah An-Nasyiri, Al-Faqih Ali bin Ibrahim bin Shalih Al-Hadhrami. Menurut Nahdlatul Ulama, pandangan tersebut merupakan pendapat yang mu'tamad, yaitu berasal dari sumber referensi yang tepercaya dan dapat diandalkan sebagai pegangan dalam hukum Islam.
Contoh lainnya, umat Muslim diperbolehkan untuk menggabungkan niat qadha puasa Ramadhan dan puasa sunnah Syawal. Menurut Imam Al-Ramli dalam kitab Nihayatul Muhtaj, seseorang yang melaksanakan puasa qadha pada Syawal, dia tetap mendapatkan pahala puasa sunnah Syawal tetapi tidak memperoleh pahala yang sempurna.
Hal tersebut senada dengan penjelasan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengatakan bahwa menggabungkan niat qadha puasa dan sunnah Syawal diperbolehkan. Akan tetapi, jika ingin pahala melaksanakan sunnah Syawal dengan sempurna, harus mendahulukan puasa qadha terlebih dahulu.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, sebaiknya seorang Muslim yang yang memiliki utang puasa Ramadhan meng-qadha utang puasanya terlebih dahulu. Setelah itu, ia baru boleh mengamalkan puasa sunnah.
Namun, apabila utang puasa Ramadhan itu baru teringat ketika menjelang hari-hari puasa sunnah, seperti puasa Syawal, Arafah, atau lainnya, maka ia sebaiknya melakukan puasa qadha di hari-hari puasa sunnah tersebut agar mendapat keutamaannya.

Apakah Puasa Tetap Sah Meski Tak Sahur?

Ilustrasi seorang Muslim yang berpuasa tapi tidak sahur. Foto: Pexels
Apakah puasa tetap sah meski tidak melaksanakan sahur? Menurut Nahdlatul Ulama, diperbolehkan berpuasa tanpa sahur, baik karena disengaja atau karena ketiduran. Sebab, sahur bukanlah syarat sah berpuasa.
Hl yang lebih penting adalah berniat sebelum subuh karena ini termasuk syarat sah puasa. Sejak malam harinya, setiap orang yang hendak berpuasa wajib untuk berniat bahwa paginya akan berpuasa. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam hadits berikut:
ADVERTISEMENT
من لم يجمع الصيام قبل الفجر فلا صيام له
Artinya: "Siapa saja yang belum berniat puasa sebelum terbit fajar maka tidak ada puasa baginya." (HR. Abu Dawud dan Nasa'i)
Jadi, boleh berpuasa tanpa sahur selama sudah berniat untuk berpuasa di malam harinya. Meski begitu, hal ini tidak boleh dijadikan kebiasaan karena khawatir dapat menyerupai puasa orang kafir. Dari Amru bin Ash RA, Rasulullah bersabda:
فَضْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السُّحُوْرِ
Artinya: "Perbedaan antara puasa kita dan puasa Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) adalah pada makan sahur." (HR. Muslim)
Hadits tersebut dijelaskan oleh Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim sebagai berikut:
مَعْنَاهُ الْفَارِقُ وَالْمُمَيِّزُ بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِهِمُ السُّحُورُ فَإِنَّهُمْ لَا يَتَسَخَرُوْنَ وَنَحْنُ يُسْتَحَبُّ لَنَا السُّحُوْرُ
ADVERTISEMENT
Artinya: "Maknanya bahwa pemisah dan pembeda antara puasa kita dan puasa mereka (Ahli Kitab) adalah pada makan sahur karena mereka tidak makan sahur, sedangkan kita disunnahkan untuk makan sahur." (Imam An-Nawawi, Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7/208)
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sesekali berpuasa tanpa sahur tidaklah masalah dan puasanya tetap sah. Namun, jangan dijadikan kebiasaan karena dikhawatirkan dapat menyerupai puasa orang kafir.
(ADS & SFR)
ADVERTISEMENT