Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.1
Konten dari Pengguna
Ikhlas Menjadi Syarat Diterimanya Amal Ibadah, Ini Penjelasannya
26 Januari 2023 15:52 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Secara bahasa, ikhlas berasal dari kata khalsha yang berarti murni, bersih, dan terbebas dari segala sesuatu yang mencampuri dan mengotorinya. Sedangkan menurut istilah, ikhlas dapat didefinisikan dengan menjadikan tujuan hanya untuk Allah ketika beribadah.
ADVERTISEMENT
Menurut Mahmud Ahmad Mustafa dalam buku Dahsyatnya Ikhlas, ikhlas merupakan pengharapan terhadap ridha Allah semata tanpa mengharapkan yang lain, terutama pengakuan atau pujian dari manusia.
Orang yang ikhlas adalah orang yang memfokuskan tujuan dan maksud dari setiap perbuatannya hanya kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan apa pun.
“Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum daripada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya.” (QS. An-Nahl: 66)
Pada ayat di atas, Allah memberikan pelajaran kepada umat-Nya melalui binatang ternak. Dia telah memisahkan susu dari bercampurnya kotoran dan darah, padahal ketiganya berada dalam satu tubuh. Itulah makna ikhlas, yaitu sesuatu yang bersih dan murni dari segala campuran.
ADVERTISEMENT
Umat Muslim diajarkan untuk selalu ikhlas dalam melakukan segala sesuatu karena ikhlas menjadi syarat diterimanya amal ibadah seseorang. Agar lebih memahaminya, simak artikel berikut ini.
Ikhlas Menjadi Syarat Diterimanya Amal Ibadah
Ikhlas menjadi syarat diterimanya amalan seorang hamba kepada Allah. Tanpa keikhlasan, amal apa pun yang dilakukan seorang mukmin tidak akan ada nilainya di sisi Allah SWT. Allah berfirman:
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah: 5)
Seseorang yang melakukan sesuatu dengan ikhlas tidak pernah mengharapkan imbalan dari manusia. Mereka tidak haus akan pujian dan tidak takut dengan cacian, sehingga ada atau tidak ada manusia, ia tetap beribadah kepada-Nya.
ADVERTISEMENT
Dari Abu Hafsah, Umar bin Khatthab r.a., ia berkata Rasulullah bersabda, “Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu karena dunia yang ingin dicapainya atau karena seorang wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Mengutip buku Dahsyatnya Sabar, Syukur, Ikhlas Muhammad SAW oleh Amirulloh Syarbini dan Jumari Haryadi, berdasarkan hadits di atas, langkah awal menuju ibadah atau amaliah adalah dengan menata niat yang ikhlas.
Sebuah amalan, apa pun bentuknya, jika tidak dilakukan dengan ikhlas, tidak bernilai pahala di sisi Allah. Sebaliknya, pelakunya akan mendapatkan kerugian dan ancaman yang luar biasa. Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda:
ADVERTISEMENT
“Manusia pertama yang akan diadili pada hari kiamat nanti adalah orang yang mati syahid, namun niatnya dalam berperang adalah agar disebut pemberani. Orang kedua yang diadili adalah orang yang belajar dan mengajarkan Alquran, namun niatnya supaya disebut qori’ atau alim. Dan orang yang ketiga adalah orang yang diberi keluasan rizki dan harta lalu ia berinfak dengan harta tersebut, akan tetapi tujuannya agar disebut sebagai orang dermawan. Maka ketiga orang ini bernasib sama, yakni dimasukkan ke dalam neraka.”
Meski sulit diterapkan, ikhlas harus selalu hadir dalam segala amalan manusia. Setiap umat wajib berupaya meraih keihlasan tersebut agar Allah senantiasa memberinya berkah dan menyelamatkannya dari adzab neraka.
Selain ikhlas, umat Muslim juga harus mengikuti tuntunan Nabi SAW (ittiba) agar amalannya diterima. Jika bertentangan dengan syariat, tindakan tidak akan dianggap ibadah meski dilandasi dengan niat yang ikhlas.
ADVERTISEMENT
Mencuri, merampok, korupsi, dan amal buruk lainnya tidak dianggap ibadah meski hasil dari tindakan itu digunakan untuk kebaikan. Misalnya, bersedekah dengan harta hasil korupsi atau mencuri untuk menghidupi keluarga.
(ADS)