Konten dari Pengguna

Alasan Sultan Agung Merencanakan Serangan ke Batavia

Berita Terkini
Penulis kumparan
10 Februari 2023 17:07 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Terkini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi alasan Sultan Agung merencanakan serangan ke Batavia. Foto: Unsplash/Arfan Adytiya
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi alasan Sultan Agung merencanakan serangan ke Batavia. Foto: Unsplash/Arfan Adytiya
ADVERTISEMENT
Raden Mas Rangsang yang dikenal dengan Sultan Agung Hanyakrakusuma adalah raja dari Kerajaan Mataram yang hampir menguasai hampir seluruh wilayah Jawa. Salah satu kisah yang paling dikenal adalah rencananya menyerang Batavia. Sebenarnya, mengapa Sultan Agung merencanakan serangan ke Batavia yang merupakan markas VOC?
ADVERTISEMENT

Alasan Sultan Agung Merencanakan Serangan ke Batavia

Ilustrasi peperangan antara pasukan Sultan Agung dengan VOC. Foto: Unsplash/Hasan Almasi
Soedjipto Abimanyu dalam bukunya Kitab Terlengkap Sejarah Mataram (2015: 70), Sultan Agung adalah satu-satunya raja Mataram yang sangat bersemangat memerangi VOC. Salah satu faktor yang menyebabkan Mataram di masa pemerintahan Sultan Agung melancarkan serangan terhadap VOC karena perusahaan asal Belanda ini telah melakukan penekanan pada rakyat dan melakukan monopoli hasil bumi, sehingga menyebabkan rakyat menderita.
Sejak kedatangan VOC di Batavia, Sultan Agung sudah menampakkan ketidaksukaannya. Terbukti kalau VOC berbuat semena-mena terhadap rakyat.
Sebagai penguasa Mataram, Sultan Agung pun menyiapkan pasukan guna menyerang kedudukan Belanda di Batavia. Berbagai persiapan pun dilakukan dalam rangka penyerangan tersebut, mulai dari persiapan perbekalan hingga melatih keterampilan perang para prajurit Mataram.
ADVERTISEMENT
Dalam catatan sejarah, Sultan Agung melancarkan serangan terhadap VOC di Batavia sebanyak dua kali. Serangan pertama terhadap VOC dilakukan pada tahun 1628. Sebelum penyerangan dilakukan, terlebih dahulu Sultan Agung mengirim utusan damai kepada VOC.
Ia mengutus Kiai Rangga yang merupakan bupati Tegal untuk menyampaikan tawaran damai dengan syarat-syarat tertentu dari Mataram. Namun, tawaran tersebut ditolak oleh VOC sehingga Sultan Agung memutuskan untuk menyatakan perang. Karena itu, diberangkatkanlah satu armada perang Mataram ke Batavia di bawah pimpinan Tumenggung Bau Reksa.
Namun, sayangnya, serangan ini gagal lantaran pasukan Mataram terserang wabah penyakit dan kekurangan bekal (air dan makanan). Selain itu, kegagalan tersebut juga disebabkan oleh terpecahnya konsentrasi pasukan. Sebab, pada saat bersamaan, pasukan yang menuju ke Batavia itu juga berperang melawan kerajaan-kerajaan di sepanjang pesisir utara Jawa dalam rangka penaklukan dan pembumihangusan.
ADVERTISEMENT
Serangan kedua terjadi pada tahun 1629. Setelah kegagalan pada serangan pertama, Sultan Agung pun mengirimkan armada perang untuk kedua kalinya pada tahun 1629. Kali ini, pasukan Mataram dipimpin oleh Adipati Puger.
Dari sisi persenjataan, penyerangan kedua ini dibekali persenjataan yang lebih lengkap dan persiapan yang lebih matang. Selain itu, untuk mengantisipasi kekurangan makanan, maka lumbung-lumbung makanan telah dipersiapkan di sekitar Batavia.
Penyerangan kedua ini dipimpin oleh dua panglima perang Mataram, yakni Adipati Ukur dan Adipati Juminah. Pasukan pertama yang dipimpin oleh Adipati Ukur diberangkatkan pada bulan Mei 1629, sedangkan pasukan kedua dipimpin Adipati Juminah berangkat bulan Juni. Jumlah semua pasukan Mataram untuk penyerangan kedua ini adalah 14.000 orang. Namun, sayangnya, lagi-lagi penyerangan kedua berhasil digagalkan oleh VOC.
ADVERTISEMENT
Salah satu penyebab kegagalan ini adalah dibakarnya tempat penyimpanan makanan pasukan Mataram oleh VOC dan banyak prajurit yang terjangkit wabah kolera, sehingga pasukan Mataram banyak yang mati. Bahkan, penyakit ini juga menewaskan Gubernur Jenderal VOC di Batavia, Jan Pieterzoon Coen.
Meskipun Sultan Agung dua kali gagal dalam menyerang VOC, namun tekadnya memicu semangat dan keberanian rakyat Indonesia untuk mengusir penjajahan Belanda, meskipun masih bersifat kedaerahan.(MZM)