Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Dalil tentang Pacaran Menurut Islam yang Bisa Direnungkan
13 Oktober 2021 11:58 WIB
·
waktu baca 6 menitDiperbarui 9 Mei 2023 17:51 WIB
Tulisan dari Berita Terkini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pacaran adalah salah satu fase perkenalan antara perempuan dan laki-laki dalam rangka pencarian cinta sejati. Namun, pacaran menurut Islam tidak dibenarkan karena lebih banyak berpotensi menimbulkan dosa.
ADVERTISEMENT
Menurut sebagian orang, pacaran merupakan cara efektif untuk menemukan pasangan yang benar-benar cocok dengan kita. Namun, hal ini jelas bertentangan dengan agama Islam yang melarang adanya hubungan dekat antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim.
Artikel ini akan membahas lebih lanjut mengenai hadits tentang pacaran menurut Islam serta hukumnya yang perlu diketahui umat Muslim agar terhindar dari dosa.
Dalil tentang Pacaran Menurut Islam
Rasulullah SAW bersabda, "Tidak boleh antara laki-laki dan wanita berduaan kecuali disertai oleh muhrimnya, dan seorang wanita tidak boleh bepergian kecuali ditemani oleh muhramnya." (HR. Muslim)
Hadits tersebut menerangkan bahwa laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim tidak boleh berduaan karena dikhawatirkan akan menimbulkan zina mata dan zina anggota tubuh yang lainnya.
ADVERTISEMENT
Wanita Muslim juga dianjurkan untuk tidak bepergian tanpa adanya muhrim yang menemani karena dikhawatirkan ada bahaya yang menimpa ketika di perjalanan.
Selain itu, Allah SWT berfirman:
"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isra: 32)
Dari ayat tersebut, dapat diketahui bahwa agama Islam sangat melarang adanya pacaran karena termasuk perbuatan zina.
Itulah dalil tentang pacaran menurut Islam. Dari dalil tersebut dapat dipahami bahwa pacaran lebih banyak memberikan dampak buruk daripada dampak baik. Tentu saja, hal ini berdasarkan ketetapan agama Islam sebagai agama rahmatalil’alamin.
Hadis tentang Pacaran
Seperti yang telah disebutkan, ada beberapa hadits tentang pacaran yang perlu diketahui umat Muslim agar memahami boleh atau tidaknya berpacaran. Adapun beberapa haditsnya, antara lain:
ADVERTISEMENT
Hadis Riwayat Muslim
Berikut hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
"Tidak boleh antara laki-laki dan wanita berduaan kecuali disertai oleh muhrimnya, dan seorang perempuan tidak boleh bepergian kecuali ditemani oleh muhramnya." (HR. Muslim)
Hadits tersebut menjelaskan tentang batasan-batasan dalam pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Hadits itu mengingatkan umat Islam untuk tidak berduaan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya, baik dalam suatu kegiatan atau tempat yang terisolasi.
Hadis Riwayat Tirmidzi dan Ahmad
Berikut hadist yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan Ahmad berikut ini:
"Tidaklah sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan seorang perempuan kecuali setan akan menjadi yang ketiga." (HR. Tirmidzi dan Ahmad)
Dalam hadits tersebut, setan disebut sebagai yang ketiga. Hal ini menunjukkan bahwa setan selalu berusaha untuk merusak hubungan antara manusia dengan Allah dan antara manusia dengan sesama manusia.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, umat Muslim harus selalu waspada terhadap godaan setan dan menghindari situasi yang bisa menjerumuskannya, termasuk ketika berduaan dengan lawan jenis.
Hadis Riwayat Bukhari
Berikut hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:
"Sesungguhnya Allah telah menakdirkan bahwa pada setiap anak Adam memiliki bagian dari perbuatan zina yang pasti terjadi dan tidak mungkin dihindari.
Zinanya mata adalah penglihatan, zinanya lisan adalah ucapan, sedangkan nafsu (zina hati) adalah berkeinginan dan berangan-angan, dan kemaluanlah yang membenarkan atau mengingkarinya." (HR. Bukhari)
Hadits tersebut memberikan pemahaman tentang bentuk-bentuk zina yang dapat terjadi pada setiap orang. Dalam Islam, perbuatan zina dianggap sebagai dosa besar. Karenanya, seseorang harus senantiasa menjaga diri agar tidak terjerumus dalam perbuatan zina.
Baca Juga: Hukum dan Dosa Pacaran Virtual dalam Islam
ADVERTISEMENT
Bagaimana Hukum Pacaran dalam Agama Islam?
Seperti yang dijelaskan, kaum muslimin dilarang menjalin hubungan dengan lawan jenis tanpa adanya ikatan pernikahan.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah memberikan peringatan bahwa hubungan semacam itu dapat menjerumuskan seseorang dalam perbuatan zina. Dari Ibnu Abbas ra. Ia berkata:
"Aku mendengar Rasulullah saw berkhutbah, ia berkata: 'Jangan sekali-kali seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang perempuan kecuali beserta ada mahramnya, dan janganlah seorang perempuan melakukan musafir kecuali beserta ada mahramnya.'" (muttafaq alaihi)
Agar tidak terjadi zina antara dua orang muslim yang saling mencintai, jalan terbaik yang harus ditempuh adalah dengan melaksanakan pernikahan. Sebagaimana dikatakan dalam hadits berikut:
“Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan).
ADVERTISEMENT
Dan barang siapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena shaum itu dapat membentengi dirinya.” (HR Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan lainnya)
Mengutip buku Selamat Tinggal Pacaran, Selamat Datang di Pelaminan (2016), Islam sebagai agama yang sempurna telah mengatur hubungan antar lawan jenis. Hubungan tersebut diatur dalam ikatan suci bernama pernikahan.
Perlu digarisbawahi bahwa hubungan pernikahan yang benar tidak diawali dengan pacaran, namun mengenal karakter calon pasangan melalui cara-cara yang tidak melanggar syariat.
Dengan menjalani pernikahan yang sesuai hukum dan syariat Islam, maka rumah tangga akan menjadi berkah dan dinaungi dalam lindungan Allah.
Perbedaan Taaruf dengan Pacaran
Sejatinya, ada sebuah proses pendekatan antara laki-laki dan perempuan sebelum memutuskan untuk menikah yang dibolehkan dalam Islam. Proses ini dikenal dengan istilah taaruf.
ADVERTISEMENT
Mengutip buku Taaruf Khitbah Nikah Malam Pertama oleh Gentatiara, taaruf berasal dari kata ta'aarafa-yata'aarafu yang berarti saling memperkenalkan diri. Jadi, taaruf dapat didefinisikan sebagai proses yang dilakukan seseorang untuk bisa mengenal satu sama lain secara Islami.
Perkenalan dalam taaruf meliputi pengenalan terhadap kepribadian, fisik (keturunan), harta, dan agama. Empat hal tersebut sesuai dengan yang tercatat dalam hadits di bawah ini:
"Seorang wanita dinikahi karena empat perkara; karena hartanya, kedudukannya, kecantikannya dan agamanya, maka dahulukan yang (kuat) mempunyai agama, niscaya kamu akan beruntung." (HR. Bukhari-Muslim)
Dalam upaya taaruf dengan calon pasangan, pihak pria dan wanita dipersilakan menanyakan hal-hal yang sekiranya dapat memengaruhi kehidupan rumah tangga kelak, baik itu kebaikan maupun keburukan.
ADVERTISEMENT
Jadi, taaruf bukanlah bermesraan berdua layaknya pacaran, melainkan melakukan pembicaraan yang bersifat realistis untuk mempersiapkan pernikahan. Prosesnya pun tidak dilakukan berdua, tetapi melalui perantara.
Dijelaskan dalam buku Panduan Lengkap Pernikahan Islami oleh Abduh Al-Barraq, taaruf lebih bisa dipertanggungjawabkan daripada pacaran. Pertanyaan yang diajukan dalam proses taaruf harus dijawab secara jujur, meski itu berarti harus mengungkapkan kekurangan masing-masing.
Dengan begitu, tidak ada kekecewaan yang akan dirasakan ketika sudah menikah kelak. Hal ini berbeda dengan orang berpacaran yang biasanya selalu berusaha menutupi kekurangan masing-masing.
Selain itu, proses taaruf juga dilakukan dalam waktu singkat. Setelah bertaaruf, pasangan Muslim akan segera melangsungkan pernikahan untuk menghindari zina. Berbeda dengan pacaran yang cenderung menunda-nunda pernikahan, sehingga risiko zinanya lebih besar.
ADVERTISEMENT
(DLA, ADS, & SFR)