Keteladanan yang Diajarkan oleh Sunan Ampel sebagai Wali Songo

Berita Terkini
Penulis kumparan
Konten dari Pengguna
27 Februari 2023 20:29 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Terkini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Keteladanan apakah yang diajarkan oleh Sunan Ampel, sumber foto (Ulil Albab Kowit) by unsplash.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Keteladanan apakah yang diajarkan oleh Sunan Ampel, sumber foto (Ulil Albab Kowit) by unsplash.com
ADVERTISEMENT
Keteladanan apakah yang diajarkan oleh Sunan Ampel kepada masyarakat? Sunan Apel merupakan salah satu penyebar ajaran Islam di Jawa yang akrab disebut dengan Wali Songo. Setiap harinya, makam Sunan Ampel selalu ramai dikunjungi oleh para peziarah.
ADVERTISEMENT
Sunan Ampel memiliki nama Raden Ali Rahmatullah. Beliau merupakan putra dari seorang ulama dari negeri Champa bernama Syekh Ibrahim Asmarakandi. Makam Syekh Ibrahim Asmarakandi berada di Tuban, Jawa Timur.
Sunan Ampel memiliki andil besar dalam menyebarkan ajaran Islam di Tanah Jawa. Beliau membangun pesantren di Ampel Dento, Surabaya untuk mendidik dan membentuk para ulama, dai, mubaligh, dan para pemimpin Islam lainnya. Agar lebih memahami bentuk-bentuk keteladanan yang diajarkan oleh Sunan Ampel kepada masyarakat, simak penjelasannya di artikel ini.

Keteladanan yang Diajarkan oleh Sunan Ampel Kepada Masyarakat

Ilustrasi Keteladanan apakah yang diajarkan oleh Sunan Ampel, sumber foto (Windi Setyawan) by unsplash.com
Mengutip buku Tasawuf Nusantara: Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka oleh Sri Mulyati (2017), Sunan Ampel hidup di masa kerajaan Majapahit. Walaupun memiliki darah bangsawan, namun Sunan Ampel tidak suka hidup hedonis. Beliau banyak menghabiskan waktunya untuk mendalami agama dan juga mengajarkan ilmu yang dimiliki kepada berbagai kalangan, baik rakyat biasa maupun keluarga kerajaan.
ADVERTISEMENT
Apa sikap kepahlawanan Sunan Ampel? Beliau dikenal sebagai pemuka agama yang Arif dan bijaksana. Oleh karena itu, Raja Majapahit sering meminta pendapat dari Sunan Ampel tentang suatu masalah.
Masyarakat Jawa di masa itu sering melakukan penyimpangan sosial yang dikenal dengan sebutan "Molimo" : madat (mengkonsumsi candu), main (berjudi), madon (berzina), maling (mencuri), dan minum (mabuk).
Kebiasaan tersebut berawal dari ajaran Bhairawa Tantra di zaman Kerajaan Kalingga pada abad ke-7. Penganut sekte Tantrayana menganggap bahwa untuk memperoleh pembebasan spiritual abadi, maka setiap manusia harus melakukan perbuatan yang ekstrim.
Para penganut sekte ini dikenal sebagai manusia yang sering berbuat hal-hal yang keji. Raja Majapahit tidak ingin membiarkan perilaku masyarakat tersebut terus merajalela, sehingga meminta saran dari Sunan Ampel untuk menghilangkan kebiasaan masyarakat yang buruk tersebut.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, Sunan Ampel merekontruksi ajaran Molimo menjadi Moh Limo. Isi ajaran tersebut yakni:
● Moh Mabuk (Tidak mabuk atau minum minuman keras)
● Moh Madon (Tidak main perempuan)
● Moh Main (Tidak bermain berjudi)
● Moh Madat (Tidak mengonsumsi obat-obatan)
● Moh Maling ( Tidak Mencuri)
Keteladanan Sunan Ampel adalah beliau mengajarkan falsafah Moh Limo. Dengan begitu, maka kerusakan akhlak di kalangan masyarakat Jawa dapat berubah menjadi lebih baik. (DLA)