5 Induk Hewan yang Tidak Menjadi Contoh Sebagai ‘Ibu yang Baik’

Dasar Binatang
Menyajikan sisi unik dunia binatang, menjelajah ke semesta eksotisme lain margasatwa
Konten dari Pengguna
15 Oktober 2020 11:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dasar Binatang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sekelompok Panda. Foto: natuurfan1978 from Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Sekelompok Panda. Foto: natuurfan1978 from Pixabay
ADVERTISEMENT
Pada umumnya, seorang ibu lebih sering dideskripsikan sebagai wanita yang lembut dalam merawat anak-anaknya dengan kasih sayang. Ibu yang baik adalah yang bersedia menyusui, melindungi, dan bersama dengan bayinya selama beberapa waktu yang lama, sampai anak menjadi remaja. Meskipun begitu, ini tidak selamanya berlaku bagi dunia hewan.
ADVERTISEMENT
Beberapa hewan ditemukan memiliki cara ‘kejam’ atau tidak biasa kepada anaknya. Seperti, semut drakula dikenal memiliki gigitan tercepat dan meminum darah bayinya sendiri. National Geographic merangkum dan menjelaskan beberapa hewan yang bukan menjadi contoh sebagai 'ibu yang baik' dalam menjaga keturunannya.

Iguana pohon macan tutul

Iguana pohon macan tutul. Foto: Screen Youtube ADEFAS
Hewan ini berasal dari Pegunungan Andes, Chili. Ibu iguana hanya melindungi anak-anaknya selama 48 jam pertama. Kemudian, induk meninggalkan bersama dengan tumpukan kotoran. Namun, kotoran disinyalir dapat dimakan dan mengandung mikroba usus yang berharga bagi para bayi, kata Stanley Fox, herpetologis dari Oklahoma State University.
Kotoran bukanlah satu-satunya ‘warisan’ dari sang ibu. Induk juga secara tidak langsung melindungi anak-anaknya pasca kelahiran. Bayi-bayinya terlahir sangat lemah, oleh karena itu induk menutup sarang agar buah hatinya tidak keluar atau dimangsa oleh burung. Ketika saatnya remaja, anak-anak itu akan menggali jalan keluar sendiri.
ADVERTISEMENT

Anjing laut harpa

Anjing laut memang terlihat menggemaskan, apalagi anak-anaknya yang mungil. Selama 12 hari pertama para bayi, induk memberi makan anak tanpa henti sebelum meninggalkannya di atas es. Meskipun terdengar kejam, strategi ini membantu anak anjing mengatasi kondisi dingin di Atlantik Utara.
Anak anjing laut dilahirkan tanpa lemak dan hanya seberat 20 pon, sementara ibunya terdiri dari 50 persen lemak di tubuhnya. Sehingga, bayi harus menyusui setiap hari hingga berat mencapai 80 pon. Ibunya yang menjadi kurus mundur ke laut dan mencari makan.
Anak anjing laut yang tidak mampu berenang sampai usia delapan minggu, dihadapkan pada potensi kelaparan, dimangsa, atau tenggelam di tengah es yang mencair. Dua puluh hingga 30 persen anak anjing setiap generasi tidak dapat bertahan. Tetapi spesies ini memiliki garis keturunan yang kuat dengan generasi berikutnya.
ADVERTISEMENT

Panda raksasa

Terkadang panda memiliki anak kembar, membuat ibu panda raksasa mengalami dilema dalam memilih mana yang paling mungkin bertahan hidup, dan mana yang dibiarkan mati. Kondisi anak panda yang baru lahir, seperti, buta, tidak berbulu, dan sama sekali tidak berdaya. Beratnya hanya mencapai tiga sampai lima ons.
Ibu panda harus menggendong bayinya erat-erat untuk menjaga kehangatan tubuh dan menyusui. Sulitnya membesarkan beberapa anak dalam suatu waktu membuat induk panda harus menggunakan intuisi untuk meninggalkan satu anak dan merawat yang lain. Para ilmuwan memahami dengan logis bahwa panda mengembangkan naluri bertahan hidup untuk menentukan bayi mana yang lebih kuat.

Semut drakula

Apa yang dipikirkan dari kata ‘drakula’, pastilah sosok makhluk penghisap darah. Mulut semut drakula memiliki rahang tercepat di alam, tetapi tidak memiliki kemampuan untuk mengunyah makanan padat. Semut pekerja di sebuah koloni memanen larva lemak, yang akan dirobek dan diminum darahnya, kemudian memuntahkan isinya untuk sang ratu.
ADVERTISEMENT
Lebih mengerikan lagi, praktik kanibalisme ini sering disebut dengan ‘nondestruktif’, yang berarti semut tetap membiarkan bekas luka seumur hidup sebagai bukti dari strategi pengasuhan yang unik namun mengerikan ini.

Burung sapi berkepala coklat

Perilaku 'aneh' juga ditemukan pada induk burunf sapi berkepala coklat. Para ibu burung suka menyerahkan pengasuhan kepada individu lain. Induk kerap kali bertelur di sarang burung lain dalam perilakunya yang disebut dengan parasitisme induk.
Hasilnya, hampir 250 spesies lain telah ditipu untuk membesarkan bayinya. Memang ini seperti rencana jahat yang merepotkan individu bahkan spesies lain. Namun, tim peneliti menyatakan bahwa fenomena itu merupakan adaptasi dan ‘penipuan’ yang menakjubkan.
ADVERTISEMENT